Part 9
Gadis cantik berdagu tirus itu membuka matanya perlahan. Mencoba mengimbangi sinar matahari pagi yang terpantul dari jendela kamar yang gordennya terbuka lebar itu. Berusaha mencerna di mana Ia berada sekarang karena Ia tidak mengenali kamar berukuran luas dengan warna ruangan yang serba putih itu.
Ify terbangun kaget saat kesadarannya sudah benar-benar kembali. Ia memperhatikan kamar itu terkejut. Mengingat sebelum Ia jatuh pingsan Ia dicegat oleh preman-preman pinggir jalan.
"Aw!" ringis Ify memegangi lengan kirinya yang terasa perih bercampur ngilu. Ia melihat lengannya terbalut perban putih dengan dua plester berwarna coklat yang merekatkannya. Ah, Ia teringat, Rio telah menolongnya kemarin.
Ify menoleh kaget ketika mendengar bunyi pintu kamar yang tiba-tiba saja dibuka. Muncullah seorang wanita yang memakai baju seperti pelayan yang sudah sedikit berumur. Pelayan itu masuk dan menghampiri Ify. Ia tersenyum dan membungkuk memberi hormat. Di tangannya ada sebuah nampan yang berisi sepiring roti sandwich dan segelas susu putih.
"Selamat pagi, Non Alyssa," sapanya ramah namun membuat Ify mengerutkan kening bingung. Dari mana wanita ini mengetahui namanya?
"Pa...pagi," Ify memaksakan sebuah senyum dan menganggukan kepalanya dalam keadaan bingung yang sedang melandanya.
"Ini sarapannya, Non."
Wanita itu mengulurkan nampan tersebut.
"Makasih," Ify kembali mengangguk meski kebingungannya belum sama sekali berkurang dan terjawab. Ia mengambil alih nampan itu dan diletakkannya di atas selimutnya.
"Saya permisi dulu, ya, Non. Kalau ada perlu, panggil saja."
Wanita paruh baya itu kembali membungkuk dan tersenyum pada Ify. Setelah itu keluar dari sana.
Ify menatap pintu yang sudah kembali tertutup rapat itu dengan kening berkerut. Sebenarnya ada di mana Ia sekarang? Siapa wanita tadi? Tanyanya dalam hati sambil memperhatikan nampan yang berada di atas selimut yang masih menyelimuti setengah tubuhnya.
Belum selesai melamun, Ify kembali dikejutkan dengan bunyi pintu yang kembali terbuka. Sontak Ia menoleh ke arah pintu. Kali ini masuklah sesosok laki-laki hitam manis memakai kaos lengan panjang yang digulungnya hingga sesikut. Baju itu mencetak bentuk tubuhnya yang terlihat menawan. Laki-laki itu melangkah menghampiri Ify dengan kedua tangan yang Ia masukkan ke dalam saku celana jeans pendeknya.
Kedatangan laki-laki itu ke dalam kamar, membuatnya semakin bingung. Mengapa bisa ada laki-laki itu di sini?
"Makan tuh sarapan lo! Dari kemaren siang kan nggak ada asupan makanan ke perut lo. Lagian pingsan kaya orang mati, nggak sadar-sadar."
"Di mana gue sekarang?"
Tanpa memperdulikan ucapan laki-laki hitam manis itu, Ify bertanya dengan ketus dan menatapnya dengan curiga.
"Di rumah gue. Lebih tepatnya di kamar tamu."
Ify menyipitkan matanya mendengar jawaban itu. Ia mengatupkan kedua bibirnya, dan menatap laki-laki yang berdiri di pinggir tempat tidur berukuran king size itu dengan sinis.
"Kak Rioooooo, errrgh! Kenapa lo nggak nganter gue pulang?!"
Ify meletakan nampan yang berisi sarapannya itu ke meja kecil yang berada di sebelah tempat tidur. Ia menyibakkan selimut putih itu. Lalu turun dari tempat tidur dan berdiri di hadapan Rio.
"Heh, gimana gue mau nganterin lo pulang? Gue aja nggak tau rumah lo di mana?!" Rio mengalihkan pandangannya dari gadis di hadapannya yang tingginya hanya sebatas dagunya itu. Jengkel.
"Ya, lo kan bisa telpon Via kek gitu," kesal Ify.
"Gue aja gak tau nomornya Via," sanggahan Rio itu membuat Ify mati kutu tak mampu mengelak. Ia mendenguskan nafas kesal.
"Pokoknya gue mau pulang! Anterin gue pulang!!" Ify menarik-narik baju Rio. Menggoyang-goyangkan tubuh Rio seperti anak kecil yang merengek meminta dibelikan sepeda baru.
"Fy," panggilan Rio itu tak diindahkan oleh Ify. Ia tetap menarik-narik baju Rio dan minta diantarkan pulang.
"Anterin gue pulang! Entar nyokap gue nyariin gue. Ngira gue kenapa-napa. Ngira gue diculik, dibawa kolong wewe. Terus lapor polisi. Terus bagiin selebaran yang isinya foto gue. Terus foto gue jadi kesebar di mana-mana. Terus gue jadi kaya buronan. Huaaaa." Ify menutup wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia frustasi sendiri memikirkan kemungkinan yang terjadi.
"Fy," Ify tetap tak menggubris. Kini Ia malah memukul-mukul dada Rio. Membuat Rio menghela nafas jengkel.
"Ini semua gara-gara lo! Coba lo nganterin gue pulang, terusss...."
"IFY!" ocehan Ify dipotong oleh Rio yang langsung mencengkram kedua pergelangan tangan Ify. Ify berhenti mengoceh lalu menatap Rio yang sedang menatapnya dingin.
Tiba-tiba saja Ify merasakan desiran halus itu kembali menyentil hatinya. Menggelitik perutnya. Membuat seluruh tubuhnya memanas secara tiba-tiba. Debar jantungnya meningkat berkali-kali lipat ketika matanya tak sengaja menatap tepat di manik mata Rio. Mata coklat itu benar-benar mampu menghipnotisnya.
Dan rasa aneh itu kembali menyergapnya. Menguasai seluruh perasaannya. Membuat nafasnya tercekat. Tenggorokannya seperti ditahan oleh sesuatu yang membuat seluruh kata-kata yang tadi ingin diledakannya, tertahan tak bisa keluar.
Rio melangkah maju mendekat membuat Ify mundur beberapa langkah. Rio terus melangkah maju mendekati Ify, dan Ify terus menghindar mundur hingga akhirnya kakinya terpeleset lantai dan tubuhnya terjatuh ke atas tempat tidur dengan kakinya yang terjutai ke bawah.
Rio membungkukan tubuhnya masih dengan mencengkram kedua pergelangan tangan Ify. Ia menatap tajam Ify. Membuat bulu kuduk Ify berdiri.
"Lo bisa diem nggak?" tanya Rio tajam. Ia semakin memajukan wajahnya dan semakin dekat dengan wajah Ify.
Ify menelan ludah dengan susah payah melihat wajah Rio berada di atas wajahnya dengan jarak yang pasti akan membuat orang yang melihatnya berfikir macam-macam.
KLEK
Pintu kamar dibuka namun mereka berdua tetap bergeming dari posisi itu. Sepertinya mereka terlalu sibuk dengan detak jantung masing-masing, hingga tak menyadari seseorang lain telah berada di dalam kamar itu.
"Kak Rio, di... huaaa."
Seorang gadis kecil berambut ikal dan berpipi chubby ternganga kaget melihat Ify dan Rio dalam posisi seperti itu. Ia sontak menutup matanya dengan tangan mungilnya. Membuat Ify dan Rio tersadar dan menoleh mendengar teriakan gadis kecil itu.
"Kak Rio sama kakak cantik lagi ngapain?" tanya gadis kecil itu panik dengan polosnya.
Riopun kembali bangkit berdiri dan melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tangan Ify. Ia menatap tajam Ify yang masih terkaget-kaget dengan semua yang terjadi barusan. Riopun melangkah menghampiri gadis kecil yang berumur sekitar tujuh tahun itu.
Sedangkan Ify, Ia bangkit dan duduk di pinggir tempat tidur, berusaha menetralkan kembali detak jantungnya yang berdetak di luar kendalinya. Ia memegangi dadanya dengan nafas yang terengah-engah. Hampir saja Ia jantungan.
"Kenapa Icha? Kak Rio nggak ngapa-ngapain kok sama kakak itu," ucap Rio lembut sambil. Rio berjongkok menyamakan tingginya dengan Icha.
Icha mengintip perlahan dan melihat keadaan sudah kembali normal lagi. Iapun membuka kedua matanya dan menatap Rio yang berada di hadapannya.
"Kak Rio bikin Icha jantungan tau," sahut Icha kesal sambil menggelembungkan kedua pipinya yang sudah chubby menjadi terlihat semakin chubby lagi. Rio tertawa melihat tingkah gadis kecil itu. Lalu mencubit pipi kirinya.
"Icha ada-ada aja deh. Masa kecil-kecil udah jantungan. Tadi Icha ada perlu apa nyariin Kak Rio?"
"Tadi dipanggil mama, Kak," jawab Icha yang sudah berekspresi normal lagi.
Rio mengangguk-angguk, lalu mengelus puncak kepala Icha.
"Yaudah, kakak ke bawah dulu ya."
Riopun kembali berdiri dan segera pergi dari kamar itu.
*****
"Naik?! Atau lo pulang sendiri?!"
Ify memalingkan wajahnya, membuang muka mendengar ancaman Rio. Ia melipat kedua tangannya di dada. Ia dan Rio sedang berdebat tentang mengantarkannya pulang dengan motor. Ia menolaknya mentah-mentah. Sedangkan Rio memaksanya terus-menerus.
Bukannya takut naik motor. Apalagi takut rambutnya berantakan atau rusak. Ia hanya tidak mau Rio mencari kesempatan dalam kesempitan. Biar bagaimanapun, Rio adalah seorang laki-laki yang normal. Apalagi sekarang Ia masih mengenakan seragamnya yang roknya berada di atas lutut. Kalau naik motor, apa jadinya?
"Fy, cepetan deh! Mau pulang apa enggak?!" Rio berdecak melihat kelakuan Ify.
"Kak Rio, nganterin sih nganterin. Tapi nggak naik motor juga dong?! Gue paling sebel kalo lagi pake seragam terus diboncengin naik motor!"
"Lo maunya naik apa? Pesawat? Helikopter?"
"Lo kan bawa gue ke sini naik mobil. Harusnya lo anterin gue balik naik mobil juga!"
"Ify! Inikan hari Minggu! Jam segini tuh jam-jamnya Jakarta macet. Kalo naik mobil, gue harus nyampe jam berapa di rumah?!"
Mereka terus saja beradu argumen. Mempertahankan pendapat masing-masing. Tak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya Ify menghentakkan kakinya dan berlari pergi meninggalkan Rio yang sejak tadi sudah bertengger di atas motornya.
Sambil mendumel dan menggerutu merutuki Rio dalam hati, Ia melangkah keluar dari halaman rumah Rio yang memang benar-benar luas itu. Di sebelah kanan dan kirinya adalah taman. Di salah satu sudut tamannya ada kolam ikan yang sepaket dengan air mancur. Banyak tanaman berbagai jenis yang dipelihara dengan baik oleh pemiliknya. Sehingga taman itu begitu indah dan asri.
Rio menghembuskan nafas jengkel melihat tingkah Ify itu.
"Cewek itu bener-bener nyebelin ya? Repot banget," gumam Rio sambil menstater motor Ninja hitamnya itu. Lalu mengejar Ify.
*****
Rio mengedarkan pandangannya ke seluruh jalan raya yang berada di pinggir kota Jakarta yang sedang sepi kala itu. Mencari sosok Ify yang entah menghilang ke mana. Sambil mencari, sambil Rio menikmati udara segar pinggiran kota Jakarta yang sudah lama tidak dihirupnya.
Entah ke mana gadis itu berlari hingga Ia kehilangan jejaknya dan tidak menemukannya. Rio menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. Gadis itu benar-benar ajaib. Tiba-tiba saja segalanya tentang gadis itu terputar di otaknya. Dunia khayalnya bermain seperti memutar sebuah film.
Dimulai ketika mereka pertama kali bertemu saat bertabrakan di koridor. Ify yang tiba-tiba saja menangis ketika melihatnya. Lalu pertemuan-pertemuan mereka berikutnya yang didominasi dengan pertengkaran dan saling membalas dendam. Hingga akhirnya untuk pertama kalinya Ia mampu terhipnotis karena seorang gadis. Karena suaranya yang menghanyutkan. Dan juga karena senyumnya.
Rasa bencinya pada gadis itu berubah seketika saat mendengarnya bernyanyi. Menyanyikan lagu favoritnya, Your Guardian Angel milik The Red Jumpsuit Apparatus. Rasa benci itu meluap entah ke mana, berganti menjadi rasa penasarannya pada gadis itu. Ingin mengetahui lebih lanjut dan lebih dalam lagi tentang gadis itu dan kehidupannya.
Aneh. Sebelumnya Rio tak pernah sepenasaran ini dengan seorang gadis. Ia tidak akan memperdulikan gadis manapun, kecuali Ify. Ia terkekeh memikirkannya.
Masih asyik-asyiknya bermain dengan sekelebat bayangan tentang Ify, tiba-tiba saja seseorang melintas di depan motornya. Membuat Ia tersadar dari dunia khayalnya dan menginjak juga menarik rem dan kopling secara mendadak. Untung saja Ia mengendarai motornya dalam kecepatan yang sedang.
Sedangkan orang yang hampir saja ditabraknya itu berteriak kaget dan langsung merunduk sambil menutup kedua telinganya. Ban motor Rio sudah menyentuh kaki orang yang nyaris saja ditabraknya itu yang ternyata adalah seorang gadis.
Rio menurunkan standar motornya dan melepas helm fullfacenya. Lalu menghampiri gadis itu. Baru saja ingin memarahi gadis yang menyebrang jalan secara sembarang itu, tiba-tiba saja kalimat-kalimat yang tadi siap diluncurkannya seperti terdorong masuk lagi ke dalam tenggorokannya.
Ia mengerutkan keningnya melihat gadis yang nyaris ditabraknya itu. Ia merasa dejavu. Ia pernah melihat seorang gadis dalam posisi yang sama dan di tempat yang sama juga. Dan yang membuat Rio terheran-heran, baju yang dipakai gadis itu adalah baju seragam sekolahnya. Seketika Ia membelalakan matanya.
"If...fy?!" panggilnya ragu.
Gadis itupun mendongakan kepalanya menatap Rio. Dan matanya terbelalak mendapati Rio berdiri di depannya.
"Kak Rio?!" gadis yang ternyata adalah Ify itupun bangkit berdiri. "Oh, jadi elo yang mau nabrak gue?! Dendam lo sama gue?!" ketus Ify.
"Tunggu deh tunggu. Kayanya gue pernah ngalamin kaya gini deh sebelumnya. Kapan ya?" Rio mengetuk-ngetukan jarinya ke dahinya. Mencoba mengingat kapan Ia pernah mengalami kejadian yang sama seperti barusan.
Ify mengerutkan kening mendengar ucapan Rio itu. Iapun menjadi merasa dejavu juga dengan kejadian barusan. Ia mencoba mengingat-ingat kapan Ia pernah mengalaminya. Dan tiba-tiba bayangan akan kejadian yang sama tersamar dibenaknya.
Perlahan bayangan-bayangan samar itu berubah menjadi nyata. Membuatnya teringat kejadian beberapa waktu lalu. Ketika Ia baru saja mengantar mantan kekasihnya itu ke bandara. Dan Ia pulang dengan keadaan banjir air mata sambil berlari-lari melewati jalan ini.
Ketika Ia akan menyebrang, tiba-tiba saja ada sebuah motor yang nyaris menabraknya. Ia mendengar orang yang hampir saja menabraknya itu memarahinya. Namun karena Ia sedang dalam keadaan kalut, akhirnya Ia memilih untuk mendengarkan saja dan setelah itu berlari pergi.
Ify menatap Rio yang masih berusaha mengingat. Ifypun menyipitkan matanya menatap Rio curiga. Dan tiba-tiba saja mendorong bahu Rio. Membuat Rio hampir saja terjengkang ke belakang.
"Apa-apaan sih lo?!" seru Rio tak terima.
"Jangan-jangan elo ya yang waktu itu mau nabrak gue terus marah-marahin gue?!" tanya Ify curiga sambil menunjuk Rio.
Rio mengerutkan keningnya, menatap Ify bingung. Mencoba mengingat kejadian yang Ify tuduhkan padanya.
"Kapan ya?" tanya Rio mencoba mengingat.
"Sehari sebelum MOS!" ketus Ify sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Oooooh, jadi cewek yang nangis gara-gara pengen gue tabrak itu elo? Hahaha, pantesaaaan pas ngeliat lo di sekolah kok gue kaya pernah liat. Haha," Rio tertawa ketika Ia tiba-tiba teringat kejadian beberapa waktu lalu saat Ify menangis karena Ia hampir saja menabraknya.
"Heh! Gue nangis bukan gara-gara mau lo tabrak!" sanggah Ify.
"Terus? Gara-gara gue bentak?"
"Lo pikir gue takut gitu sama bentakan lo? Ogah banget," ketus Ify sambil memutar kedua bola matanya.
"Terus kenapa lo nangis?"
Ify tiba-tiba terdiam. Teringat akan mantan kekasihnya yang sejujurnya sangat Ia rindukan sekarang ini. Namun tiba-tiba sebuah rasa sesak kembali menghimpit hatinya. Membuatnya tak mampu menahan sakit itu. Sakit kala teringat kekasih yang sangat disayanginya itu pergi meningalkannya tanpa alasan yang jelas dan mampu diterima Ify. Ify meremas dadanya yang terasa sesak itu.
Rio mengerutkan kening melihat kelakuan Ify. Rasa bingung semakin menyergapnya kala Ia melihat mata Ify yang tiba-tiba saja memerah dan berkaca-kaca.
"Fy, lo kenapa?"
Ify terkesiap kala mendengar pertanyaan Rio. Ia tersadar dari lamunannya. Lalu menghapus setitik air matanya yang sudah mengalir di pipinya. Ify menggeleng. Lalu berlari pergi meninggalkan Rio.
Rio menatap Ify yang berlari pergi menjauhi pandangannya. Ia bingung melihat tingkah gadis itu. Tiba-tiba saja menangis lalu berlari pergi. Ada apa dengan gadis itu?
*****
Via mengayuh sepedanya berkeliling taman yang tak jauh dari komplek perumahannya. Hari Minggu. Hari yang pas untuk merefresh otak setelah seminggu kemarin Ia berperang melawan salah satu tantangan kehidupan yang pasti akan selalu ditemukannya selama Ia masih menghirup udara.
Via tersenyum bangga karena ternyata Ia mampu memenangkan peperangan itu. Dan kini semuanya menjadi jauh lebih indah dari yang pernah Ia bayangkan sebelumnya. Dan ini semua berkat sahabatnya yang luar biasa itu, Ify.
Ia sangat berterima kasih pada Tuhan yang telah berbaik hati mengirimkan malaikat-Nya dalam wujud sahabat seperti Ify. Sahabat yang benar-benar sahabat. Sebuah permata kehidupan yang harus dimiliki oleh setiap insan Tuhan agar hidupnya sempurna. Ya, sahabat.
Seandainya tak ada Ify, mungkin Ia takkan jadi gadis yang tangguh seperti ini. Mungkin Ia akan pasrah saja dipermainkan dan ditertawakan oleh mereka-mereka tak berhati itu. Mungkin Ia takkan memiliki semangat dan motivasi untuk berubah menjadi seperti ini. Ini semua karena kehadiran Ify dihidupnya.
Baru beberapa bulan menjadi sahabat, Ify sudah memberikan perubahan besar dalam hidupnya. Lagi-lagi Ia kembali bersyukur pada Yang Maha Kuasa untuk kehadiran Ify yang mampu merubah kehidupannya. Benar-benar sosok sahabat yang diidamkan oleh banyak orang. Dan Ia bersyukur, Ialah yang memilikinya.
Via mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman. Ia menghirup udara pagi di hari Minggu yang begitu cerah kala itu. Mengisi paru-parunya dengan udara segar agar tubuhnya semakin fresh. Dan tepat di sebrang lapangan basket, Ia menghentikan kayuhannya. Berniat untuk beristirahat sebentar.
Via mengambil sebotol air mineral yang dibawanya di ransel yang di gendongnya di pundak. Sengaja Ia mempersiapkan kebutuhannya untuk refreshing hari ini. Setelah meneguk setengah dari isi botol air mineral itu, Via merasakan tubuhnya kembali segar. Meskipun keringat bercucuran di pelipisnya.
Via memperhatikan lapangan basket yang entah mengapa pagi itu terlihat sepi, tidak seperti Minggu biasanya. Hanya ada satu orang yang tengah berlari-lari sambil mendrible bola orangenya untuk segera dimasukkan ke dalam ring.
Via mengerutkan kening melihat laki-laki itu. Ia seperti mengenalnya. Penasaran, Iapun mengayuh sepedanya mendekati lapangan basket itu. Dan matanya melebar kala mendapati sang pujaan hatilah yang tengah tak mengacuhkan sinar matahari yang seolah ingin membakarnya.
Senyum Via mengembang kala melihat pemuda itu mengelap peluh di pelipisnya dan mengibas-ngibaskan bajunya karena Ia merasakan panas dan lelah menyerangnya. Viapun turun dari sepeda gunungnya dan mengambil sebotol air mineral yang memang dibawanya dalam jumlah yang cukup banyak. Lalu menghampiri pemuda itu.
"Nih, Kak," Via menyodorkan air mineral itu. Membuat pemuda berkulit putih khas orang China itu mendongak dan terheran-heran melihat Via yang tiba-tiba berdiri di sebelahnya. Namun Ia tetap mengambil air mineral itu lalu meneguknya.
"Makasih ya. Lo kok ada di sini?"
"Iya, Kak. Gue lagi refrehing. Sumpek di rumah terus." Via memamerkan senyum manisnya pada Alvin.
Nafas Alvin tiba-tiba saja tercekat seperti tertahan oleh sesuatu melihat senyuman itu. Ia baru menyadari bahwa Via ternyata benar-benar cantik. Lebih cantik dari yang biasanya Ia lihat di sekolah. Dengan kaos putih ketat yang membalut tubuhnya dan celana training hitam panjang yang menutupi seluruh kakinya. Serta rambut hitam panjangnya yang dikuncir kuda. Membuat gadis itu tampak begitu manis meskipun keringat sedang membanjiri pelipisnya.
Alvin mengalihkan pandangan ke arah lain. Ia takut jika Ia salah tingkah di depan gadis ini. Ia juga berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdebar liar tanpa perintah. Namun senyum tipis tergambar di wajahnya.
Alvin mendrible bola orange itu menyembunyikan wajahnya yang semakin terasa memanas.
Alvin bangkit dari duduknya dan melangkah ke tengah lapangan sambil mendrible bola basketnya. Sepertinya Ia hendak bermain lagi.
"Kak, karna gue nggak bisa main, jadi gue nemenin lo di sini aja ya?" teriak Via agar Alvin mendengarnya. Alvin tersenyum lalu mengangguk sambil mengacungkan jempolnya tanda Ia setuju.
Via tersenyum melihatnya. Ia memperhatikan sosok nyaris sempurna itu dari tepi lapangan. Senyum tak hanti-hentinya mengembang dari bibir tipisnya. Melihat sang pujaan hati berlari melawan matahari yang seolah hendak mematahkan semangatnya. Namun kucuran keringat yang membasahi bajunya itu tak membuatnya berhenti menggiring bola ke ring meskipun tanpa lawan.
Seandainya saja laki-laki itu memiliki perasaan yang sama seperti yang Ia rasakan. Hidupnya akan terasa sangat sempurna. Ia takkan menyerah untuk membuat Alvin membalas perasaannya. Karena Ia hanya ingin Alvin. Dan Ia yakin, Alvin akan membuat hari-harinya dihujani dengan senyuman. Ia akan bahagia karena cintanya Alvin. Ia meyakini itu.
*****
kyaaaaaaaa...... udah part 9 aja nih... keep lanjutt kaka.. belum baca sebenernya baru tahu ini di lanjut.. gue selalu nunggu kaka kebetulan gue join di blog nya elo.. dan kalau ada update an cerbung pasti muncul wkwk... lanjut yauuu...
ReplyDeletenurdiana.web.id
makasih ya udah selalu ngikutin cerita aku:) seneng masih ada yang mau baca:D
Deleteoki doki kaka.... gue selalu nunggu cerita ini... kenapa gak di fb juga kak??
ReplyDeleteudah lama masa tapi baru-baru ini di lanjut...
Hehehe, kebetulan aku ngepostnya di komputer kantor. Tapi facebook, twitter di block gitu. jadi ga bisa dibuka. yaudah aku cuman bisa post di blog doang heheh.
Deletetadinya mau diterbitin ke penerbit. tapi ga keterima naskahnya. yaudah aku post aja. daripada mubazir:D