Part 7
Alvin dan Cakka melangkahkan kaki mereka menuju ke ruangan kelas XII yang berada di lantai tiga itu. Mereka disuruh Rio untuk kembali ke kelas duluan karena Rio mendapatkan panggilan alam secara tiba-tiba dan berjanji akan menyusul.
Ketika melewati ruang musik, Alvin dan Cakka menghentikan langkah mereka tiba-tiba, karena mendengar ada suara cekcok di dalam sana. Alvin dan Cakka saling tatap. Sayup-sayup Alvin mendengar suara yang sangat dikenalnya dari dalam.
Ia menempelkan daun telinganya ke ruang musik dan menajamkan pendengarannya. Dan Ia semakin yakin bahwa itu adalah suara gadis yang hampir setahun belakangan ini mengisi ruang hatinya.
Alvin membuka pintu ruang musik, membuat Cakka melotot. 'Alvin ini kenapa mau ikut campur urusan orang saja sih?' pikir Cakka tak habis pikir. Namun Cakka mengurungkan niatnya untuk bertanya pada Alvin dan memilih mengikuti langkah Alvin.
*****
"Elooooooo! Ergggggh!"Via mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga seluruh permukaan tangannya berwarna merah saking geramnya Ia dengan perempuan di depannya ini. Kurangajar sekali Ia menuduh Via seperti itu. Jangankan simpanan om-om seperti yang dituduhkannya, berpacaran saja Via tidak pernah. Apalagi berbuat serendah itu.
"Apa lo?! Dasar murahan!" Shilla menantang.
PLAAK!
Via yang sudah kehabisan kesabaran, melayangkan tangannya ke pipiShilla. Menamparnya dengan sekuat tenaga. Membuat pipi Shilla memerah dan memanas. Shilla geram. Ia menatap Via dengan tatapan yang membunuh.
Via mendorong tubuh Shilla dengan sekuat tenaga, membuat Shilla yang tak siappun terjatuh. Kepalanya terantuk ujung kursi dan alhasil pelipisnyapun berdarah.
"Aw!" ringis Shilla memegangi pelipisnya yang terasa perih itu. Ia melihat darah di tangannya. Dan menatap Via dengan penuh kebencian.
Via maju satu langkah mendekati Shilla. Ditariknya kerah baju Shilla. Ia membalas tatapan Shilla tadi. Kebencian yang benar-benar menusuk, terpancar jelas dari mata beningnya. Ia tak pernah merasa sebenci ini dengan seseorang.
"Lo nuduh gue murahan?! Terus lo apa? Ngejar-ngejar Kak Rio padahal udah ditolak berkali-kali. Bukan cuman murahan, tapi juga gak tau diri. Nggak punya harga diri banget jadi cewek."
"VIA!!" teriakan itu membuat Via mengalihkan pandangannya. Ia mendapati Alvin yang masuk dengan tatapan terkejut bersama dengan Cakka. Dengan kasar Via melepaskan kerah kemeja Shilla yang membuat Shilla hampir terjengkang ke belakang jika Ia tidak menumpu tubuhnya dengan tangannya ke lantai.
"Lo apa-apaan sih?!" bentak Alvin yang melihat pelipis Shilla berdarah. Ia menghampiri Shilla yang tengah terduduk di bawah. Meneliti luka Shilla yang sepertinya lumayan parah.
Menyadari Alvin membelanya, Shillapun memanfaatkan kesempatan ini. Ia merintih sambil menangis memegangi pelipisnya yang berdarah.
"Wuiih, Vi, sadis juga ya lo ternyata," ucap Cakka takjub yang juga melihat pelipis Shilla mengeluarkan darah segar yang cukup banyak.
"Lo jahat banget sih, Vi, sama gue," lirih Shilla. Ia menangis."Gue salah apa sama lo?" Shilla menundukan kepalanya dalam-dalam. Ia terlihat seperti manusia yang paling teraniaya di dunia ini. Melihatnya, ingin sekali rasanya Via menggaruk-garuk wajah Shilla yang langsung berubah drastis ketika Alvin dan Cakka datang.
"Cih, air mata buaya! Jijik gue ngeliatnya. Nenek lampir kaya lo, nggak pantes masang muka sok teraniaya kaya gitu! Errrgh, gue garuk juga tuh muka sok innocent lo itu!" Via geregetan. Ia memperagakan gerakan mencakar di depan wajah Shilla. Membuat Shilla menangissemakin keras.
"Gue nggak tau, Vi, salah gue apa sama lo. Tapi gue minta maaf kalau bikin lo kesel," ujar Shilla -pura-pura- menyesal.
"Heh, asal lo tau ya, Kak Shilla yang terhormat. Gue nggak pernah sebenci ini sama orang! Tapi kelakuan lo udah bener-bener nggak bisa ditolerir lagi! Dasar nenek lampir! Cantik lo itu cuman kedok doang. Tapi hati lo, BUSUK!Freak lo!" Via menunjuk-nunjuk wajah Shilla yang menunduk sedalam-dalamnya.
"Via, jangan kurangajar kaya gitu! Dia kakak kelas lo!" bentak Alvin lagi. Ia tak suka Via memperlakukan Shilla kasar seperti itu.
"Senior? Nggak pantes dia itu jadi senior gue! Kelakuannya itu menjijikan! Nggak tau diri! Nggak punya harga diri! Murahan!"
PLAAAK!
Satu tamparan dari tangan Alvin mendarat mulus di pipi putih Via. Membuat bekas kemerahan di sana. Cakka melongo melihat Alvin yang sebelumnya tidak pernah berlaku kasar terhadap perempuan, kini menampar Via. Ia tidak menyangka.
Sama seperti Cakka, Viapun tidak menyangka Alvin akan tega menamparnya hanya demi membela Shilla. Air matanya tumpah memikirkan itu semua. Tak pernah Ia merasakan sesakit ini. Sakit mendapati Alvin lebih membela Shilla dan menamparnya hanya karna Shilla. Via menyentuh pipinya yang terasa berdenyut-denyut dan memanas itu.
Alvin yang tersadar dari kekhilafannya itu langsung menyesali perbuatannya tadi. Ia meratapi tangannya yang melayang bebas ke pipi Via tanpa bisa dicegahnya. Ia merasakan hatinya seperti dipukul oleh palu besar melihat air mata Via jatuh.
Sedangkan Shilla, Ia tersenyum miring namun tipis melihat adegan di depannya tadi. Alvin benar-benar membelanya, hingga Ia menampar Via. Ia benar-benar puas melihat Via kalah telak atasnya.
"Kak Alvin jahat! Kak Alvin tega nampar gue cuman buat ngebelain nenek lampir ini! Lo bakal nyesel, Kak! Lo bakal nyesel udah ngebelain dia!" bentak Via menunjuk Shilla dengan air mata yang sudah mengalir deras. Shilla masih saja betah memasang tampang innocentnya membuat Via muak setengah mati melihatnya.
"Gue benci sama lo, Kak Alvin! Gue benci!" teriak Via sambil mendorong Alvin dan pergi meninggalkan ruang musik dengan air mata yang masihterus turun di pipinya.
Cakka menepuk pundak Alvin yang masih terlihat shock. Ia tidak percaya emosinya bisa meledak seperti itu.
"Gue nggak pernah ngeliat lo sekasar itu sama cewek, sob. Harusnya lo gak perlu sampe sekasar itu sama Via," ucapan Cakka itu membuat Alvin tersentak.
"Kka, urusin Shilla ya," suruh Alvin. Setelah itu Iapun berlari keluar meninggalkan ruang musik dan mengejar Via.
*****
Ify melihat pantulan dirinya di cermin besar di dalam kamar mandi. Pandangannya menusuk. Ia benar-benar jengkel dengan perlakuan Rio tadi. Wajahnya memerah mengingat bisikan Rio tepat di telinganya.
'Ketauan banget lo belum pernah disentuh cowok.'
Ify mendenguskan nafas jengkel. Entah Ia harus malu atau bangga karena Ia memang belum pernah disentuh laki-laki manapun. JikaIa berpacaran, paling tangannya hanya digandeng saja. Tidak pernah lebih dari itu.
"Dasar Kak Rio rese! Udah berani meluk-meluk gue, pake ngomong kaya gitu segala lagi," gerutu Ify. Lagi-lagi Ia menghembuskan nafas keras-keras, jengkel. Untung saja kamar mandi saat itu sedang sepi. Jika tidak, Ia pasti akan mendapatkan tatapan-tatapan mencurigakan dari orang-orang.
Tiba-tiba saja Ia teringat dengan Via. Ke mana temannya itu? Sejak bel istirahat tadi, Ia tidak menemukan sosok Via. Apa iya Via terkurung di gudang juga sepertinya? Ifypun keluar dari kamar mandi dan segera melangkah menuju gudang yang berada di sebelah toilet.
Ify menatap pintu gudang itu lekat-lekat. Sedikit trauma terhadap pintu itu. Namun segera ditepisnya rasa itu. Ia mencoba mendorong pintu itu, dan ternyata terbuka. Ify memutar kedua bola matanya.
"Yah, gimana mau ke kunci?! Orang pintunya aja gak dikunci," gumam Ify merutuki dirinya sendiri yang parno duluan.
Iapun menutup kembali pintu itu dan memutuskan untuk kembali saja ke kelas karena bel masuk juga sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Siapa tau Via sudah berada di kelas.
*****
Gadis putih berambut panjang itu menghentak-hentakan kakinya ke tanah taman sekolah yang ditumbuhi rerumputan hijau. Meluapkan segala emosinya. Berharap dengan cara seperti itu, rasa sakit di hatinya dapat mereda walaupun hanya sedikit.
Lelah menyakiti rumput-rumput hijau tak berdosa itu, Viapun berhenti menginjak-injaknya dan langsung jatuh terduduk dengan kedua kaki yang terlipat ke belakang. Ia menangis sejadi-jadinya. Rasa sesak itu masih menggerogoti hatinya. Menyiksanya hingga sedemikian perih. Tanpa ampun.
Kini dipukul-pukulnya rumput-rumput malang itu. Kembali melampiaskan perih hatinya. Seandainya ada cara untuk membuang seluruh perasaan yang dirasakannya saat ini.
Via menyentuh pipinya yang masih terasa perih itu. Dielusnya perlahan. Dan semua kejadian menyakitkan itu terputar tanpa izin di benaknya. Membuat luka menganga di hatinya semakin menganga. Mengingat sang pujaan tega melayangkan tangan ke pipinya, menyayatkan luka di hatinya.
Yang lebih membuatnya miris, Alvin melakukannya karena membela Shilla. Satu-satunya orang yang dibencinya selama Ia hidup. Mengingatnya, tangis Via semakin menjadi.
"Via."
Via tau, sangat tau bahkan suara siapa yang memanggilnya. Ia tak menghentikan tangisnya, namun mengurangi volume suaranya. Alhasil, masih terdengar isakan-isakan dan telihat tubuhnya yang bergetar.
Alvin, suara yang memanggil nama Via tadi, melangkah menghampiri Via yang tadi membelakanginya. Via membuang muka ketika Alvin berdiri di hadapannya. Ia membetulkan letak kacamatanya yang terasa tidak nyaman.
"Vi, gue....," belum selesai Alvin mengutarakan maksudnya, Via sudah memotongnya.
"Gue benci sama lo," ucapnya datar dan langsung bangkit. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Ia berbalik badan lalu melangkah pergi. Namun Alvin bergerak cepat. Ia menahan tangan Via, membuat Via mau tak maumenghentikan langkahnya.
"Vi, gue minta maaf banget. Tadi gue... gue... khilaf," sesal Alvin. Ia menunduk saat mengucapkannya. Merasa sangat bersalah. Apalagi ketika Ia melihat pipi Via yang masih merah, membuat rasa sesalnya semakin besar.
"Nggak apa-apa. Gue ngerti kok. Kak Shilla kan cantik, modis, kaya. Pantes dibela. Siapapun pasti bakal lebih ngebelain dia kok. Cewek cupu kaya gue kan emang nggak pantes dibela."
"Nggak, Vi. Nggakgitu. Gue bener-bener minta maaf. Tadi tuh gue emosi ngeliat lo kasar sama Shilla." penjelasan Alvin itu membuat Via melebarkan matanya.
"Maksud lo?" Via meminta penjelasan Alvin lebih lanjut. Ia menginginkan kejelasan dari penjelasan Alvin yang menurutnya tidak lengkap. Ia tau, ada kelanjutan dari semuanya ucapan Alvin tadi.
"Gue nggak suka, Vi, ada yang ngasarin dia. Gue... gue... ssssayang sama dia."
JEDEEERJEDEEER
Seperti ada petir yang tiba-tiba menyambar hatinya mendengarkan pernyataan Alvin itu. Rasanya seperti ada palu besar yang menohok hatinya. Luka yang belum kering tadi, kembali berdarah. Terasa semakin perih. Dunianya seakan runtuh. Laki-laki yang disayanginya, menyanyangi gadis lain. Terlebih gadis itu adalah Shilla. Rasanya seperti mimpiburukyang mengantui malamnya. Tak terasa air matanya kembali tumpah.
Via mengehembuskan nafas. Sesak, kecewa, semua bercampur menjadi satu. Hatinya sangat hancur.
Tanpa berkata apapun, Via segera berlari pergi meninggalkan Alvin yang menyerukan namanya terus menerus.
"Vi! Via! Via, maafin gue! Via!" Ia tak menghiraukan panggilan Alvin. Sakit. Entah bagaimana mengungkapnya. Mengungkapkan apa yang dirasakannya.
Seharusnya Ia tau diri. Seharusnya Ia sadar diri. Alvin tidak mungkin menyukai gadis cupu sepertinya. Seharusnya dari awal Ia tidak membiarkan perasaan itu tumbuh semakin dalam. Ini semua salahnya. Membiarkan semuanya menjadi terlambat. Dan akhirnya menjadi sesakit ini. Bahkan air matapun tak sanggup mengungkapkan, betapa luka itu sangat membunuhnya.
*****
Semua mata tertuju padanya. Semua mata menatapnya. Semua mata memperhatikannya. Terdengar kasak-kusuk dari semua siswa-siswi yang melihatnya. Bukan. Bukan karena mereka terpesona. Bukan juga karena mereka kagum. Mereka, ilfeel.
Via berjalan menyusuri koridor sekolah hendak menuju ke kelasnya. Menebarkan senyum menggoda ke semua orang yang dilewatinya. Memelintir-melintirkan rambutnya. Berjalan bak model internasional di atas catwalk. Membuat semua orang yang melihatnya menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir.
Ify yang kebetulan sedang mengobrol dengan teman sekelasnya di koridor menganga tak percaya melihat Via. Lebih tepatnya melihat penampilan baru Via yang menjadikannya pusat perhatian satu sekolah.
"Eh, gue duluan ya," pamit Ify. Setelah melihat temannya mengangguk, Iapun berlari menghampiri Via.
"Via!!!" seru Ify.
"Hai, Ify. Pagi," sapa Via.
Ify memperhatikan Via dari atas sampai bawah dan kembali lagi ke atas. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.
"Ckckck, Via, lo ngapain dandan kaya gini?" Ify menyentuh rambut Via.
"Gue cantikkan?" tanya Via sambil memamerkan senyumannya.
Ify kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. Darimana Via mendapatkan style seperti ini? Rambut yang biasanya dikepang atau dikuncir dua, kini digerainya. Dibuat mejadi keriting gantung dan diwarnai warna merah pirang yang sedikit mencolok mata. Kacamata tebal yang biasanya dipakai Via untuk membantu pengeliatannya, kini digantinya dengan softlens berwarna merah mencolok. Di telinganya terpasang anting yang sangat panjang hingga menyentuh bahunya dengan bandul hati yang terbelah dua.
Rok di bawah lutunya, dipotong menjadi sejengkal di atas lutut. Kemeja yang tadinya rapih dimasukkan ke dalam rok, kini diikat kedua ujungnya hingga sebatas roknya di perut. Sepatu kets hitam yang biasanya menjadi alas kakinya jika ke sekolah, kini diganti dengan pantopel putih berhak tujuh centi. Sedangakan wajahnya yang biasanya polos tanpa make-up, kini dipoles berlebihan dengan memakai bulu mata palsu yang benar-benar tebal, eye shadow berwarna pink, blush on berwarna pink, bedak tebal yang membungkus wajahnya, serta lipstick berwarna pink tua menghiasi bibirnya.
"Via, lo mau syuting? Apa ada kamera tersembunyi di sini?" tanya Ify yang celingak-celinguk mencari kamera tersembunyi yang sebenarnya memang tidak ada.
Via memanyunkan bibirnya beberapa centi. Sedikit kesal karena Ify seperti meledeknya.
"Emangnya sejak kapan gue jadi artis?" ketus Via.
Baru saja Ify mau membuka mulutnya, tiba-tiba saja sosok yang sangat tidak diinginkan mereka menghampiri mereka berdua dengan perban di pelipisnya. Dengan tawa yang meledak, Shilla meledek Via.
"Buahahahahahahaha," Ify memutar bola matanya mendengar tawaShilla. Sedangkan Via mengalihkan pandangannya ke arah lain, muak.
"Haduh cantiknya bidadari satu ini. Hahahahahahaha, " Shilla menyentuh rambut Via yang langaung ditepisnya dan menatapShilla sengan tajam. Seluruh siswa-siswi yang ada di sana, mulai mengerubungi mereka.
Setan dibenak Shilla membisikan sesuatu. Ide untuk membalas luka yang kini dibalut perban di pelipisnya akibat ulah Via. Ia menarik tepi bibir kanannya. Tersenyum miring.
Shilla mengeluarkan lipstick yang selalu dibawanya ke manapun Ia pergi. Shilla mendorong tubuh Ify yang berada di depan Via. Lalu menggantikan posisi Ify berdiri di hadapan Via. Ifypun menggerutu kesal dengan tingkah Shilla yang seenaknya. Namun Ia tidak berbuat apa-apa karena kini mereka tengah menjadi tontonan satu sekolah.
"Lo cantik deh, Vi. Kaya topeng monyet," ucap Shilla sambil membuka lipstick yang ada di tangannya. Dan sontak tawa satu sekolah pecah membahana di koridor. Membuat Via emosi setengah mati dibuatnya.
"Kak Shilla!!!"
Baru saja Ify mau melangkah mendekati Shilla, Shilla sudah langsung menahan langkah Ify. Membuat Ify mau tak mau kembali ke posisinya semula.
"Lo diem aja di situ! Jangan bikin malu!" suruh Shilla. Meskipun Ify tak terima, Ia tetap menuruti. Dan Ia berjanji akan membalas Shilla setelah ini. Lihat saja nanti.
Shilla mengeluarkan tissue dari tasnya, lalu dihapusnya lipstick Via.
"Lo mau ngapain, woy?! Awas aja sampe macem-macem!" ancam Ify. Shilla hanya tersenyum miring tanpa berniat membalas ancaman Ify. Badut dihadapannya lebih menarik perhatiannya. Sedangkan Via hanya bisa menatap tajam Shilla.
Shilla mengambil lipstick itu dan dipoleskan ke bibir Via.
"Tapi lo lebih cantik lagi kalo kaya gini. Hahahahaha, "Shilla tertawa puas. Lipstick berwarna merah pekat itu dipoleskan secara sembarangan di bibir Via. Membuat Via benar-benar terlihat seperti badut sekarang.
"Liat deh, cantikkan?" tanya Shilla memamerkan hasil dandanannya ke seluruh murid yang mempertontonkan mereka. Jelas saja semua tertawa melihat Via.
"Kak Shilla, lo kelewatan banget sih?!" bentak Ify. Iapun sudah tidak bisa tinggal diam lagi. Apalagi Ia melihat ada air mata yang jatuh di pipi Via. Membuat emosinya tersulut. Ia tidak perduli meskipun mereka menjadi tontonan satu sekolahan.
Dihampirinya Shilla yang tengah tertawa terbahak-bahak bersama seluruh murid yang ada di sana. Didorongnya tubuh Shilla dengan sekuat tenaga, hingga Shilla terjatuh.
"Aw!" pekik Shilla yang kaget. Seluruh murid yang tadi membuat paduan suara mendadak kini terdiam semua. Mereka kembali memperhatikan adegan yang terjadi dihadapan mereka.
"Dasar nggak punya hati lo!!! Manusia or devil sih lo?!" cerca Ify sambil menunjuk wajah Shilla. Shillamenatapnya geram tidak terima. Ia harus membalas. Ia mengedarkan pandangannya ke bagian mana saja yang bisa dilihatnya. Lalu pandangannya tertuju pada sebuah ember berwarna merah di balik kerumunan murid-murid. Setan diotaknya kembali membisikkan sesuatu. Shilla tersenyum miring lalu bangkit berdiri.
"Ini belum selesai!" Shilla mengucapkannya pada Ify dengan penuh penekanan. Mereka berdua saling berpandangan sengit.
*****
Alvin, Rio, dan Cakka yang tengah menikmati sarapan paginya dibuat terbingung-bingung dengan seluruh murid yang berada di kantin. Mereka berlari-larian antusias keluar kantin.
"Mereka pada kenapa sih? Kaya ada Pak Presiden aja deh dateng ke sekolah," tanya Cakka bingung.
Rio mengangkat bahu tak acuh meskipun sebenarnya Iajuga penasaran. Namun Ia tak berminat untuk tau. Karena Ia tau, murid di sekolah ini kekurangan uang untuk nonton bioskop. Maka dari itu mereka suka 'norak' jika ada sesuatu yang tak biasa di sekolah.
Alvin bangkit berdiri lalu mencegat salah satu siswi yang juga ikut berlari-lari.
"Tunggu-tunggu! Ada apaan sih?"
"Itu kak, Shilla lagi ngerjain Via terus berantem sama Ify di koridor katanya," siswi itu kembali berlari setelah menjelaskan. Ia juga tidak mau ketinggalan tontonan seru itu.
Rio yang mendengar nama Ify disebut tanpa babibu langsung bakit dan menuju ke TKP. Alvin dan Cakkapun mengikuti Rio, karena mereka juga penasaran apa yang sedang terjadi.
*****
"Minggir lo semua!" Shilla membelah kerumunan. Ia mengambil ember yang ternyata berisi air kotor bekas pel-an itu, dan dibawanya. Shilla melangkah kembali ke tengah kerumunan.
Saat sedang berada di antara orang-orang yang berkerumun, Shilla membisikkan sesuatu kepada beberapa siswi. Entah apa yang dikatakannya, siswi-siswi itu mengangguk dan melangkah pergi dari sana.
Shilla kembali melangkah ke tengah kerumunan. Ia menatap Ify yang sedang menatapnya tajam. Shilla tersenyum miring.
"Lo liat ini," Shilla mengguyur Via dengan ember itu. Membuat Via basah kuyup dan kotor, juga bau. Ify dan semua yang melihat menganga kaget. Namun beberapa detik kemudian, semua orang yang menonton di sana tertawa terbahak-bahak.
Air mata Via mengalir semakin deras. Ia sangat malu dipemalukan di depan satu sekolahan. Ify benar-benar geram melihat Shilla yang sudah sangat keterlaluan. Ify melangkah mendekati Shilla.
"ELO! Lo bener-bener kelewatan!" ucap Ify dengan emosi tertahan. Ia hendak melayangkan tamparannya ke wajah Shilla, sebelum Via buka suara.
"Biarin, Fy," tahan Via. Pandangannya kosong. Ify, Shilla, dan seluruh murid menoleh pada Via.
"Biarin dia ngelakuin apapun yang dia mau. Biarin dia puas," lanjut Via tanpa mengalihkan pandangannya. Namun tangannya mengepal kuat.
"Tapi, Vi, dia kelewatan," Ify tidak setuju membiarkan gadis jahat dihadapannya ini berpuas-puas ria dengan menyakiti sahabatnya.
"Biarin! Lo tau kan, Fy? Iblis nggak akan pernah menang. Jadi biarin aja dia nikmatin kepuasannya dia sebelum dia bener-bener nggak bisa ketawa lagi," kali ini Via melirik ke arah Shilla sejenak di akhir kalimatnya namun kembali menatap ke depan. Menatap tajam orang-orang yang menertawakannya tadi.
"Lo dengerkan? Dia aja ngizinin. Lo mending nggakusah sok jadi pahlawan deh!" Ify bedecak.
"Guys, seraaaaaaaaaaaang!!!!!" seru Shilla mengaba-aba.
"WOOOOOOOOOO!"
Semua kembali ricuh. Semua melemparkan tepung, telur, tomat ke arah Via yang berdiri pasrah. Via memejamkan matanya merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Membiarkan Ia menjadi korban bullying dan membiarkan dirinya dipermalukan oleh satu sekolahan.
"Cukup! Cukup! Stop woy semuanya!" teriakan Ify tak diindahkan oleh orang-orang yang tengahmenjadikan Via bahan tertawaan itu. Ify sampai menangis melihat keadaan Via yang benar-benar mengenaskan.
Ia ingin sekali melindungi sahabatnya itu. Namun dua siswa suruhan Shilla menarik Ify keluar dari kerumunan ketika tadi Shillaberteriak mengkoor seluruh murid. Dan kini kedua tangannya dicekal oleh dua siswa itu. Ia sudah meronta-ronta minta dilepaskan, namun tetap saja tenaganya kalah jauh dibandingkan kedua siawa itu.
"HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA," Shilla tertawa puas melihat Via tak berdaya dikerjai olehnya. Ia puas. Sangat puas. Membalas yang Via lakukan padanya di ruang musik kemarin. Ia tak menyangka, akan semudah ini membalas Via. Ia melipat kedua tangannya di dada.
Tiba-tiba saja matanya menangkap sebuah batu yang berukuran lumayan menganggur di taman kecil di pinggir lapangan. Setan-setan dikepalanya kembali bekerja. Ia mengambil batu itu, lalu dilempar-lemparkannya ke atas.
Shilla kembali ke koridor, lalu berteriak, "Awas semuanya! Nunduk!" mereka semua merunduk sesuai perintah Shilla. Lalu Shilla melemparkan batu itu dan HAP! Tepat mengenai pelipis Via hingga mengeluarkan darah segar yang langsung mengalir deras.
"Aw!" pekik Via yang langsung terjatuh ke lantai.Ia menyentuh pelipisnya yang terasa perih itu. Lalu melihat tangannya yang tertempel darah. Tangis Via semakin menjadi.
Semua kembali tertawa. Shillapun tertawa puas melihat semua kembali menyerang Via tanpa ampun. Sebelum suara itu menghentikan semuanya.
"CUKUP WOY!!!!"
Semua berhenti mendengar teriakan dengan toa itu. Dan menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Alvin membawa toa di tangannya, Riodan Cakka mengikuti Alvin.
Kerumunan itu memberi jalan untukmereka. Alvin dan Cakkapun masuk ke tengah kerumunan. Sedangkan Rio menghampiri Ify yang masih belum dilepaskan. Rio memelototi dua siswa yang mencekal tangan Ify.
"Lepas atau toanya Alvin bakal ngancurin muka lo!?" ancam Rio.
Dua siswa itu langsung kicep dan melepaskan tangan Ify. Ify langsung berlari ke arah Via. Shilla berdecak kesal. Mengapa tiga laki-laki ini harus datang?
Rio menghampiri Shilla dan menatap tajam Shilla. Ia sudah memperhatikan gerak-gerik Shilla sejak Ia berada di koridor tadi. Shilla menunduk ditatap seperti itu oleh Rio. Dan Riopun menghampiri teman-temannya.
Alvin langsung melepaskan jaket yang tadi belum sempat dilepaskannya. Lalu menyelimuti Via yang basah kuyup dan penampilannya sudah tak berbentuk. Via menangis dalam diam.
"Via, lo nggak apa-apa kan?" tanya Ify panik. Ia membersihkan kotoran-kotoran yang menempel di seragam, wajah, dan rambut Via.
"Gue nggak apa-apa kok, Fy," Via menyunggingkan seulas senyum tipis.
"Nggak apa-apa gimana?! Itu jidat lo berdarah!" Ifypun memeluk sahabatnya itu. Ia benar-benar tidak tega melihat Via diperlakukan seperti tadi.
Ifypun bangkit berdiri. Lalu menatap tajam Shilla yang menghampiri mereka. Ify mendorong kedua bahu Shilla, membuat Shilla hampir saja terjengkang ke belakang.
"Nggak punya hati lo! Manusia macam apa sih lo?!l!" cerca Ify menunjuk-nunjuk wajah Shilla.
"Heh, lo liat nih jidat gue! Ini juga gara-gara temen lo yang cupu itu!"Shilla menunjuk pelipisnya yang diperban. Ia tidak terima dibentak seperti itu oleh adik kelas.
"Luka segini doang, lo bales sampe separah ini?! Otak lo di jempol kaki ya?! Lo tuh udah kelewatan banget tau nggak!? Dasar nenek sihir! Mak lampir! Errrrrgh!"
"IFY! Udah stop! Kalo lo bales dia, lo sama aja kaya dia. Mending kita obatin lukanya Via," Alvin mengingatkan. Ify mengepalkan tangannya kuat-kuat. Mengumpulkan seluruh emosinya di sana.
"Masalah lo kan sama gue. Kenapa Via yang jadi korbannya? Gue kasian ya sama lo, sama hidup lo. Lo itu nggak punya temen. Nggaktau indahnya punya sahabat. Dalam hidup lo, lo cuman tau kalo lo ngedapetin semua yang lo mau lo akan bahagia. Lo salah besar! Lo emang cantik, lo kaya, lo bisa berbuat apapun yang lo mau. Tapi hidup lo abu-abu. Karna lo nggak punya permata yang paling berharga dalam hidup. Lo tau apa permata itu? SAHABAT! Dan lo nggak punya. Menyedihkan. Sekarang lo nikmatin deh tuh ya seneng-seneng lo yang nggak akan bertahan lama," Ify tertawa meremehkan. Lalu Ia mengalihkan pandangannya ke seluruh murid-murid yang menyerang Via.
"Dan lo semua, puas lo semua?! PUAS?! Ngolok-ngolok Via yang nggak pernah bikin salah sama kalian. Dari kejadian ini, gue tau satu hal. Lo semua, lebih CUPU dari penampilan Via! Banci lo semua!" bentakan Ify itu membuat mereka semua tertunduk dan terdiam.
Ify menghampiri Via kembali, "Ayo kita pergi dari sini! Sampah mereka semua," Ify, Rio, Cakka, dan Alvin yang menuntun Via melangkah dari sana. Sebelumnya mereka berhenti di hadapan Shilla.
"Sumpah, Shil, ini gak lucu," ujar Cakka lalu melangkah pergi dari sana.
"Pshyco lo!" umpat Rio dan langsung melangkah menyusul Cakka.
Ify tak mengucapkan apapun karena Ia sudah puas mencerca kakak kelas tak berhati ini. Ia hanya tertawa miring lalu melangkah pergi darisana.
Alvin berhenti melangkah sambil menuntun Via. Ia menatap tajam Shilla. "Gue nggak nyangka, Shil. Gue nggak nyangka kalo gue salah ngebelain orang. Gue baru ngerti sekarang, kenapa Rio muak sama lo, kenapa Ify selalu sinis setiap denger nama lo disebut, dan kenapa kemaren Via sampe segitu meledak-ledak. Gue nyesel. Nyesel karna selama ini gue sayang sama orang yang salah. Lo keterlaluan!" jelas Alvin yang membuat Shilla menatap Alvin lekat-lekat. Alvin mencintainya?
Setelah berkata panjang lebar seperti itu, Alvin langsung pergi dari sana, menuntun Via yang sangat lemah.
Shilla menatap tubuh Alvin yang semakin menjauh dari pandangannya dan hilang di ujung koridor. Alvin mencintainya selama ini? Mengapa Alvin tidak pernah bilang? Pertanyaan itu menghantui pikirannya.
"Arggggh!" Shilla menendang ember yang berada di depan kakinya tadi. Emosinya meluap-luap. Dan seketika kejadian tadi menghantuinya. Membuatnya ingin meledak saat itu juga.
*****
No comments:
Post a Comment