Tuesday, April 28, 2015

Pilihan Hati (Part 13)

Part 13




Ify membolak-balikan tubuhnya. Mencoba mencari posisi terpewe. Dan juga mencoba untuk memejamkan mata agar segera terlelap. Namun yang terjadi adalah perasaan aneh yang tengah mengobrak-abrik hatinya itu membuatnya tetap terjaga.

Perasaan aneh yang sejak tadi menyerang. Rasa bersalah dan hati yang tak tenang. Wajah kecewa Rio berputar di benaknya. Ia sungguh merasakan perasaan yang tak enak. Rasa bersalah karena telah membohongi hatinya. Rasa yang benar-benar sakit.

Mungkinkah ini memang pilihan yang paling baik?

Ify memukul-mukulkan dadanya. Mencoba mengusir rasa sesak yang membuatnya tak bisa terlelap. Ify bangkit untuk duduk. Ia mengelus-elus dadanya. Rasa sesak itu tak juga lenyap. Ify menghembuskan nafas keras. Jengah.

Ify menggeleng-gelengkan kepalanya. Mencoba mengusir perasaan aneh yang tak seharusnya Ia rasakan. Ia tak boleh menyesali pilihan yang sudah dipilihnya. Ia tak boleh mengkhianati Gabriel. Tidak boleh!

Ify kembali menjatuhkan tubuhnya. Dengan bantal berbentuk wajah kartun Spongebob berwarna kuning, Ify membenamkan wajahnya dan memejamkan mata. Mencoba melupakan semua yang telah terjadi hari ini. Dan memulai hari baru dengan Gabriel besok.

*****



Via merasakan jantungnya ingin melompat keluar saat itu juga. Rasa berbunga yang menggebu-gebu tengah melandanya. Rasa bahagia yang selama ini diimpikannya. Rasa bahagia yang selalu muncul dalam doanya kini terkabul.

Alvin, sang pujaan hati, merasakan perasaan yang sama seperti yang dirasakannya. Dan saat ini, pemuda berkulit putih itu tengah menantikan jawabannya.

"Mau nggak, Vi?"

Via tersenyum mendengar pertanyaan Alvin. Sambil menunduk malu Via menganggukan kepalanya.

"Iya, Kak. Via mau."

Alvin terlonjak saking senangnya. Namun tak ingin terlihat orang lain karena posisi mereka kala itu sedang berada di kantin sekolah, Alvin mengurungkan hasratnya untuk melompat. Via tertawa melihat pemuda yang kini berstatuskan sebagai kekasihnya itu terlihat begitu bahagia.

Akhirnya impiannya selama ini dapat terwujud. Meskipun cara penembakan Alvin jauh dari kata romantic atau surprise seperti kebanyakan acara penembakan lainnya, tapi Via tetap bersyukur karena saat indah ini akhirnya tiba.

"Je t'aime," bisik Alvin membuat Via tersenyum.

"Me too," balas Via sambil menunduk malu.

Tiba-tiba saja tanpa diundang, Ify duduk di sebelah Via dengan nafas yang tersengal. Alvin dan Via yang salah tingkah karena kedatangan Ify yang tiba-tiba, langsung melepaskan tangan mereka yang sebelumnya saling menggenggam. Ify langsung mengambil jus jeruk Via yang isinya masih penuh dan langsung diseruputnya.

"Ifyyyyy!!!!! Itu minum gue!!!" seru Via tak terima jus jeruk yang belum disentuhnya sama sekali itu telah tandas tak bersisa.

"Heuh, gue cape tau nyariin lo ke mana-mana, taunya ada di sini," Ify mengibas-ngibaskan tangannya karena merasa gerah. Sepertinya Ify habis berlari-larian. Wajahnya merah.

Ify menghentikan aktifitasnya tadi kala melihat Alvin yang duduk di hadapan Via tengah menatap Via sambil senyum-senyum. Ifypun mengalihkan pandangannya ke Via yang juga senyum-senyum sambil menunduk malu. Ada yang tidak beres. pikir Ify.

"Hayooooo, kesambet dewi cinta ya lo berdua," goda Ify.

"Lo harus ngucapin selamat, Fy, sama gue."

"Ha? Selamat?"

Ify menatap Alvin dan Via bergantian. Curiga, Ifypun kembali bertanya.

"Lo berdua....."

Via mengangguk-angguk. "Jadian!"

Baru saja Ify mau bersorak mengucapkan selamat dan turut berbahagia pada Via dan Alvin, tiba-tiba saja seorang tamu tak diundang menyentuh bahu Via. Via sontak menoleh. Tak disangka, Shilla, si tamu tak diundang itu memencet botol saos dan menumpahkan isinya ke kemeja putih Via. Alvin, Ify, dan tentu saja Via membalalakan mata terkejut.

"Shilla!!! Lo apa-apaan sih?!" bentak Alvin yang langsung bangkit berdiri. Ifypun ikut bangkit. Sedangkan Via menarik tissue yang memang tersedia di setiap meja kantin, lalu berusaha membersihkan bajunya.

Seisi kantin mulai mempertontonkan mereka.

"Maksud lo apaan sih?!" cecar Ify.

"Gue nggak suka kalo cewek cupu yang sok kecakepan ini jadian sama Kak Alvin!"

"Lo nggak punya hak ya buat ngehakimin Via!"

"Gue nggak suka ada yang bahagia di atas sakit hati gue!!"

"Lo tuh kelewatan ya!" Ify mengambil gelas jus jeruk Alvin yang isinya masih tiga perempatnya. Diguyurkannya jus jeruk itu ke kepala Shilla. Setelah mengguyur Shilla, Ify meletakan gelas itu dengan penuh emosi sehingga menimbulkan suara kaca yang cukup membuat yang mendengar terlonjak.

Shilla menatap Ify geram. Kenapa anak kecil ini selalu berani melawannya? geram, Shilla mendorong bahu Ify.

"Erggh!!"

"Dasar pyshco lo!" Ify tak membalas, namun mengumpat. Setelah itu Ify menarik tangan Via pergi dari kantin segera menuju ke toilet untuk membersihkan baju. Alvin mengikuti Ify dan Via pergi dari kantin setelah sebelum melangkah keluar kantin melemparkan tatapan membunuhnya pada Shilla.

Melihat mereka keluar kantin meninggalkannya, Shilla menghentakan kakinya geram. Ia mengepalkan tangan kuat-kuat. Lalu meninjukannya ke meja kantin yang terbuat dari kayu itu.

"ERRRGHH!!"

*****



Semua mata terbelalak. Semua berkasak-kusuk melihat pemandangan tak biasa kini terjadi. Semua tak menyangka. Satu sekolah gempar melihat Shilla melangkah di sepanjang koridor sambil menggamit lengan Rio. Benar-benar pemandangan yang tak pernah terbayangkan oleh mereka.

Semua tau, jika sejak hampir dua tahun yang lalu, Rio tak pernah menggubris perasaan Shilla. Jangankan untuk membalasnya, menghargainyapun Rio enggan. Namun apa yang telah terjadi, hingga kini Shilla dan Rio terlihat berjalan dengan mesra?

Shilla tersenyum bangga. Bangga dapat menunjukan pada semua orang bahwa Rio kini adalah miliknya. Bangga karena Ia tak perlu bersusah payah mengambil alih Rio dari Ify. Bangga, bahkan Ia tak meminta Rio untuk menjadi miliknya.

Semalam, entah apa yang telah terjadi antara Rio dan Ify, hingga Shilla menemukan Rio dalam keadaan mabuk berat di pinggir jalan tengah bersender pada mobil. Melihat Rio, Shillapun menghampiri pemuda itu. Dalam keadaan tidak sadar, Rio memeluk Shilla sambil memanggil nama Ify.

Dan entah kerasukan apa, pagi-pagi Rio menjemputnya di rumah untuk mengajak Shilla berangkat bersama ke sekolah. Bukan hanya itu, Riopun meminta Shilla untuk menjadi kekasihnya. Tentu saja tanpa pikir panjang, Shilla langsung mengiyakan permintaan itu. Meskipun Shilla tak mengerti mengapa tanpa angin tanpa hujan Rio berubah pikiran seperti itu.

Namun Shilla tak ambil pusing. Yang terpenting, kini Rio sudah ada di genggamannya. Menjadi miliknya.

Shilla memeluk lengan lelaki di sebelahnya itu semakin erat. Melangkah dengan wajah terangkat. Membusungkan dada pada dunia. Shilla tau, Shilla bisa mendapatkan apa yang Ia inginkan.

Sedangkan pemuda di sampingnya, berjalan di sepanjang koridor dengan memasang muka tembok. Tak mengacuhkan pandangan-pandangan aneh orang-orang di sekitarnya. Mengabaikan kasak-kusuk yang sebenarnya membuatnya sangat risih. Namun Ia tau, inilah resiko dari pilihan yang telah diambilnya.

Shilla semakin merapatkan tubuhnya dengan Rio dan semakin mempererat pelukannya di lengan Rio, ketika Ia melihat Ify keluar dari dalam kelasnya yang memang terletak tak jauh dari koridor utama. Senyum kemenangannya semakin mengembang kala Ia melihat Ify menoleh ke arahnya.

*****



"Vi, kantin yuk! Laper nih belum sarapan."

Ify menggoyang-goyangkan lengan Via. Via menoleh menatap Ify.

"Yaudah, ayo!"

Ify tersenyum senang. Merekapun bangkit berdiri dan melangkah keluar kelas.

Saat berada di depan pintu kelas, Ify menoleh ke sebalah kanannya. Sesaat tubuhnya membeku. Ketika tak sengaja melihat adegan yang terjadi tak jauh dari hadapannya.

Via yang merasa Ify tak berada di sebelahnya, menoleh ke belakang. Ia mendapati Ify bergeming di depan pintu kelas. Iapun melangkah menghampiri Ify.

"Fy."

Via mengernyitkan kening melihat Ify tak menanggapi panggilannya. Heran, Viapun mengikuti arah pandang Ify. Seketika Via membelalakan matanya saat matanya menangkap sebuah pemandangan yang cukup mengejutkan.

Hati Ify mencelos melihat Shilla menggamit lengan Rio dengan mesranya. Senyum kemenangan yang menghiasi wajah Shilla membuat hati Ify semakin terasa seperti dipakukan.

DEG.

Sebuah perasaan aneh menyergapnya kala Shilla dan Rio melangkah semakin mendekat ke arahnya. Jantungnya tiba-tiba saja berdebar dengan kencang. Ada rasa tak rela ketika mendapati Shilla memeluk erat lengan Rio. Ify menghela nafas berat.

Shilla sengaja memperlambat langkahnya ketika Ia melintasi Ify dan Via. Ia tersenyum meremehkan lalu mengacungkan jempol terbaliknya pada Ify dan berbisik, "Hai, loser!" setelah berkata seperti itu, Shilla kembali menyunggingkan senyum penuh kemenangannya.

Ify mengatupkan bibirnya, menahan emosi. Tak terima disebut loser. Ia bukan loser!

Rio melirik Ify sedikit. Ingin melihat reaksinya. Dan senyum miring tipis tergambar dari bibirnya. Rio segera mengalihkan kembali pandangannya ke depan.

"Dasar mak lampir!" seru Via geram mendengar ucapan Shilla yang terlalu PeDe menyebut Ify sebagai loser. Shilla menoleh ke belakang dan kembali mengacungkan jempol yang dibaliknya seraya menyunggingkan senyum penuh kemenangan.

*****



Ify mencengkram sedotan yang seharusnya Ia gunakan untuk menyeruput jus alpukat yang tadi dipesannya. Ify tak bisa membohongi hatinya yang kini tengah membarakan api cemburu yang menyiksa.

"...... sebentar lagi. Iya kan, sayang?" Ify terus saja mengaduk-aduk minumannya dengan kasar. Tak menyahuti Gabriel.

"Sayang?! Fy? Ify!"

"Ha? Eeee... I... iya..."

Ify terkesiap kala mendengar panggilan Gabriel. Sejak tadi Ia tak menyimak ucapan Gabriel. Pikirannya terfokus pada sebuah meja yang letaknya tak jauh dari mejanya. Di meja itu, Ia melihat Rio dan Shilla tertawa bersama dan saling suap-menyuapi. Membuatnya ingin sekali menumpahkan isi dari gelas jus alpukat itu ke wajah Shilla.

Gabriel mengerutkan kening melihat kelakuan Ify yang sedikit aneh kala itu.

"Fy, kamu enggak apa-apa kan? Kamu sakit? Kok pucet gitu?" tanya Gabriel khawatir sambil menjulurkan tangannya dan menepelkan punggung tangannya di kening Ify. Memeriksa suhu tubuh Ify yang sedikut memanas.

Ify menggeleng. "Aku nggak apa-apa kok, Kak."

"Yakin? Badan kamu agak anget loh?" Ify mengangguk.

"Iya, Kak."

"Kita balik aja deh, yuk? Aku anterin kamu ke kelas." Ify mengangguk. Gabriel bangkit dari duduknya lalu menarik tangan Ify untuk mengikutinya. Merekapun melangkah hendak keluar dari kantin. Ifypun berjalan beberapa langkah di belakang Gabriel namun dengan tangan yang tetap ditarik Gabriel.

Saat melewati meja Rio dan Shilla, Ify menatap Rio yang menghentikan aktifitas sebelumnya yang tengah tertawa karena Rio melihatnya melintas dengan tangan yang digenggam Gabriel.

Rio kembali merasakan sebuah sesak yang tiba-tiba menghimpit dadanya. Ia kembali teringat kejadian di bawah guyuran hujan kemarin. Saat Ify lebih memilih meninggalkannya dan pergi bersama dengan Gabriel. Luka itu kembali berdarah melihat tangan Ify yang digenggam erat oleh Gabriel seakan tak ingin Ify terlepas. Dalam hatinya, Ia masih tak rela dengan keputusan Ify yang tanpa Ify sadari telah melukainya. Namun Ia tak dapat berbuat apa-apa. Bahkan memaksapun sepertinya tidak perlu.

Rasa sesal tiba-tiba menyergap Ify. Mengingat kejadian di bawah guyuran hujan kemarin. Akan keputusannya menyia-nyiakan Rio demi mantan kekasihnya yang kini telah kembali berstatus sebagai kekasinya lagi. Namun rasa sesal itu Ia coba usir sejauh mungkin. Ia tak mau menghianati Gabriel dan perjuangannya.

"Aw!" pekik Ify saat secara tak sengaja dengkulnya menubruk kursi kantin yang terbuat dari kayu itu. Gabriel berhenti melangkah saat mendengar pekikan Ify. Gabriel menoleh dan langsung menghampiri Ify yang sudah melepaskan genggamannya sejak Ify memekik tadi.

Rio ingin sekali menghampiri Ify yang kini tengah meniup sambil mengipasi dengkulnya dengan tangannya. Namun Ia segera mengurungkan niatnya saat melihat Gabriel berlutut memeriksa dengkul Ify.

"Dasar cewek gila. Matanya cuman buat pajangan kali ya? Ckck," gumam Shilla yang tadi langsung menoleh saat Ify memekik.

Rio tersenyum tipis lalu kembali memakan bakso pesanannya. 'Ify nggak butuh gue lagi. Jelas-jelas udah ada Gabriel di sebelahnya.' Rio membatin. Dan ketika Ia menoleh kembali ke tempat Ify tadi, kedua sosok itu sudah tidak terlihat lagi di sana. Rio menghela nafas.

'Sesungguhnya hatiku ingin menahanmu, kamu jangan pergi, kamu jangan pergi...' (Project Pop - Bohong)

*****



“Heartbeats fast, colours, and promises

How to be brave?

How can I love when I'm afraid to fall?

But watching you stand alone

All of my doubt

Suddenly goes away somehow



One step closer



I have died everyday waiting for you

Darling don't be afraid I have loved you

For a thousand years

I love you for a thousand more



And all along I believed I would find you

Time has brought your heart to me I have loved you

For a thousand years

I love you for a thousand more”



(Christina Perry - A Thousand Years)



Via menyanyikan lagu tersebut dengan iringan gitarnya. Dengan sepenuh hati, Via mencoba mengungkapkan apa yang dirasakannya dengan lagu itu. Mencoba melukiskan isi hatinya lewat lirik A Thousand Years milik Christina Perry itu. Dengan senyum bahagia yang mengembang, Via mengakhiri nyanyiannya.

"Gimana? Bagus nggak?"

Alvin mengganggukan kepalanya antusias. Sungguh suara yang luar biasa untuk Alvin. Suata lembut yang benar-benar menyentuh hatinya. Hatinya tergelitik meresapi 3 bait lagu yang Via bawakan untuknya tadi. Perasaan itu semakin menggebu-gebu di hatinya.

"I love you for a thousand years and a thousand more," bisik Alvin. Membuat hati Via tergelitik. Via menunduk tersanjung dengan bisikan Alvin. Melihat Via menunduk malu, Alvin menyentuh puncak kepala Via lalu mengelusnya. Alvin terkekeh.

"Aduh, kayanya asik banget nih berdua. Gabung boleh dong?"

Suara Shilla membuat keduanya mendongak. Mereka mendapati Shilla berdiri di hadapan mereka dengan memeluk lengan Rio. Melihatnya, Alvin langsung menurunkan tangannya dari puncak kepala Via lalu menghela nafas jengah. Sedangkan Via memutar kedua bola matanya.

"Sejak kapan sih, Yo, di lengan lo ada lem tikusnya?" sindir Alvin yang muak sekali melihat tangan Shilla yang bagaikan tertempel di lengan Rio.

Rio tersenyun simpul menanggapi sindiran Alvin yang terdengar jelas itu. Sedangkan Shilla dengan bangganya semakin mempererat pelukannya pada lengan Rio.

"Iya dong! Kitakan takkan terpisahkan!"

"Kaya tikus sama buntutnya?" Alvin kembali melontarkan sebuah sindiran. Shilla hanya mendengus kesal mendengarnya.

"Yo, gue mau ngomong sama lo. But, without your girlfriend."

Rio memejamkan matanya sesaat. Ia tau apa yang akan Alvin bicarakan padanya. Namun Ia tetap menuruti permintaan Alvin. Rio menatap Shilla dan memberi isyarat pada Shilla agar menjauh dulu darinya. Shilla merajuk. Namun Rio melepaskan tangan Shilla dari lengannya. Meski dengan bibir yang dimajukan beberapa centi, Shilla tetap pergi dari sana setelah sebelumnya menatap kesal Alvin dan Via karena telah memisahkan Ia dan Rio.

Rio duduk di hadapan Alvin dan Via yang memang meleseh di atas rerumputan. Rio menghembuskan nafas berat. Seperti berusaha mengeluarkan sebuah beban berat dari dalam dirinya. Wajahnya terlihat sangat sayu.

"Gue masih nggak ngerti kenapa lo bisa jadian sama cewek itu," ujar Alvin to the point sambil menatap sahabatnya lekat-lekat.

"Gue nggak punya pilihan lain, Vin," jawab Rio lirih.

"Kalo lo mau cari pelampiasan, jangan cewek itu juga kali, Yo. Emang nggak ada cewek yang lebih bagus apa?"

Rio kembali menghembuskan nafas berat.

"Ify nolak gue, Vin. Demi mantannya," ucap Rio tajam dengan rahang yang mengeras. Jika mengingat penolakan kemarin, emosi Riopun memuncak.

"Kalo jodoh nggak ke mana kan, Kak? Kenapa harus lo ambil pusing?" kali ini Via ikut angkat bicara.

"Nggak taulah. Gue pusing! Gue duluan ya."

Rio segera bangkit dari duduknya dan melangkah pergi. Pikirannya benar-benar kalut. Alvin hanya menggeleng-gelengkan kepala melihatnya. Ia tak mampu membantu banyak. Namun Alvin tetap tak habis pikir, mengapa bisa Shilla yang dipilih Rio?

Memang benar, cinta bukan hanya mampu mengobrak-abrik hati seseorang, tapi juga mampu mengobrak-abrik akal sehat seseorang.

*****



Gabriel mengajak Ify jalan-jalan sepulang sekolah. Sebenarnya Ify sedang tidak mood untuk pergi keluar. Namun wajah memelas Gabriel akhirnya mampu meluluhkannya. Alhasil, pulang sekolah mereka langsung meluncur ke salah satu mall di Jakarta.

Gabriel sangat antusias mengajak Ify untuk berbelanja barang apapun yang menarik menurut Gabriel. Ia menarik Ify untuk masuk ke dalam satu store ke store lainnya. Mulai dari toko baju, sepatu, emas, sampai jepitan-jepitan khusus wanita. Ify hanya pasrah mengikuti ke manapun Gabriel menarik tangannya. Raganya memang berada bersama Gabriel, namun jiwa dan pikirannya sedang melayang jauh entah ke mana.

Ify tak mengerti mengapa tak ada sedikitpun rasa bahagia ketika tangannya digenggam lagi oleh Gabriel seperti dulu. Padahal seingatnya, dulu Ia yang akan sangat antusias jika Gabriel mengajaknya jalan-jalan ke mall. Ia akan langsung menarik tangan Gabriel menuju bioskop dan dengan sangat antusias memilih film untuk ditonton. Setelah itu, Ify akan langsung menarik tangan Gabriel keluar dari bioskop dan mengajaknya ke cafe atau restaurant dan dengan sangat antusias memesan makanan kesukannya dan kesukaan Gabriel.

Namun mengapa ketika semua yang Ify harapkan dulu kini sudah dapat terwujud kembali, rasa bahagia yang membuncah itu tak dirasakannya?

"Fy, ini lucu banget. Yang ini juga. Ini juga. Wah, kamu suka yang mana? Atau mau beli tiga-tiganya aja?" tanya Gabriel ketika mereka masuk ke dalam toko boneka.

Ify memperhatikan tiga boneka yang tadi ditunjuk Gabriel. Boneka pertama adalah boneka beruang yang sangat besar berwarna pink. Boneka yang kedua adalah boneka panda berukuran seperti manusia. Sedangkan boneka ketiga adalah boneka bantal berbentuk Spongebob. Tak ada satupun dari ketiga boneka menggemaskan itu yang menarik minatnya. Ia malah semakin merasa bosan.

Merasa Ify tak menanggapi, Gabriel berhenti memilih lalu menoleh pada Ify.

"Kamu kenapa? Sakit?" Gabriel menyentuh kening Ify ketika mendapati wajah Ify yang terlihat lesu dan tak bersemangat. Ify tersenyum masam.

"Enggak kok, Kak. Aku nggak apa-apa. Cuman bosen aja. Kita pulang aja yuk, Kak."

"Kamu bener nggak apa-apa? Kayaknya lemes banget. Yaudah ayo kita pulang aja."

Mereka keluar dari toko boneka dan segera berjalan menuju parkiran. Setelah itu melesat pulang.

Tak ada suara di dalam mobil Gabriel siang itu. Hening. Hanya keheningan yang menyelimuti perjalanan mereka kala itu. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Gabriel bukannya tidak tau apapun tentang Ify. Gabriel bahkan sangat merasakannya. Merasakan perubahan sifat Ify kepadanya. Ia bahkan seperti bukan bersama Ify yang dulu menjadi kekasihnya saat SMP. Ia tidak mengenali sosok Ify yang ada di sampingnya.

Meskipun Gabriel menyadari perbuhana drastis Ify, Gabriel tetap mencoba bersikap biasa saja seperti tak ada apapun yang mengganjal hatinya. Padahal di dalam lubuk hatinya, Ryab merasakan sebuah ketakutan yang sangat besar. Gabriel takut kehilangan Ify. Maka untuk alasan itu, Gabriel menutupi kegelisahan hatinya dengan tetap bersikap seperti biasa.

Awalnya Gabriel hanya merasa bahwa perubahan sikap Ify terhadapnya itu semata karena kecanggungan awal setelah beberapa bulan tak bertemu. Namun semakin ke sini, Gabriel semakin kehilangan sosok Ify yang dulu dicintai dan mencintainya.

Gabriel menghembuskan nafas keras. Mencoba mengusir rasa gelisah dan ketakutan besar yang belakangan ini menghantuinya. Berusaha yakin bahwa tidak akan terjadi apapun.

"Sayang, kamu nggak mau makan dulu?"

"Enggak, Kak. Aku mau langsung pulang aja. Mau tidur di rumah."

"Maafin aku, ya. Gara-gara aku maksa kamu buat jalan-jalan tadi kamu jadi cape kaya gini."

"Bukan salah kaka kok."

Ify berusaha tersenyum sebiasa mungkin agar Gabriel tak merasakan senyumnya yang berubah semenjak mereka kembali menyandang status sebagai sepasang kekasih. Berusaha meyakinkan Gabriel dan juga dirinya sendiri bahwa tidak ada apapun yang terjadi dengannya. Dengan hatinya. Meski Ify tau, sekuat apapun Ia membohongi dirinya sendiri, hatinya tetap tak mampu menutupi segala perasaan aneh yang melandanya.

Namun selama Ify masih mampu bertahan dengan segala ketidakjujurannya pada hatinya, Ify akan terus berusaha berfikir bahwa tak terjadi apapun dengan dirinya, juga dengan perasaannya.

*****





6 comments:

  1. Sesungguhnya jiwaku bisa gila jika hidup tanpamu.. aku terlalu mencintaimu..*nyambung lirik wkwk* lagu kesukaan gue tuh kak..

    ehh btw gabriel apa ryan ya kak mantan Ify itu...

    keceeeeeee... makin kece pake banget kaka.. lanjutt huhu.. aduhhh rify tuh malah saling buat cemburu.. kalau sama-sama suka ngapain sih pake gak mau ngaku kan sakit..


    nurdiana.web.id


    ReplyDelete
  2. Sesungguhnya jiwaku bisa gila jika hidup tanpamu.. aku terlalu mencintaimu..*nyambung lirik wkwk* lagu kesukaan gue tuh kak..

    ehh btw gabriel apa ryan ya kak mantan Ify itu...

    keceeeeeee... makin kece pake banget kaka.. lanjutt huhu.. aduhhh rify tuh malah saling buat cemburu.. kalau sama-sama suka ngapain sih pake gak mau ngaku kan sakit..


    nurdiana.web.id


    ReplyDelete
  3. Huuuuuwaaaaa makin kece makin kereeennnn... Tapi nyesek kak u,u -_- duh greget banget jadi pengen bejek bejek tuh Shilla, kapan sih iel rela lepasin Ify buat rio... Aaaaaaa pokoknya lanjut kka ....

    ReplyDelete
  4. Aaaaaaaaaa.... Makin keren kak.. Nyesek -_- u,u kapan sih iel bisa lepasin Ify buat Rio... Pokoknya greget banget pengen bejek" shilla ,, laaannjjuuttt kak semangat nulisnya ya :)

    ReplyDelete
  5. Huuuuuwaaaaa nyesek kak nyesek u,u pokoknya greget banget pengen bejek bejek si shilla, kapan sih iel mau lepasin Ify buat Rio,, dikit lagi tuh pekanya.. Lanjuutt kak semangatttt

    ReplyDelete
  6. Huuuuuwaaaaa nyesek kak nyesek u,u pokoknya greget banget pengen bejek bejek si shilla, kapan sih iel mau lepasin Ify buat Rio,, dikit lagi tuh pekanya.. Lanjuutt kak semangatttt

    ReplyDelete