Saturday, May 2, 2015

Pilihan Hati (Epilog)

Epilog

Ify pasrah saja mengikuti Rio yang menuntutnya entah ke mana. Matanya ditutup oleh kain hitam hingga Ify tak mampu melihat apapun, termasuk di mana Ia berpijak sekarang. Sedari tadi Ify bertanya pada Rio, ke mana Rio membawanya pergi, namun tak satupun jawaban Rio yang menjawab rasa penasarannya.
Rio berhenti melangkah. Dengan rasa penasaran yang semakin menjadi, Ifypun ikut berhenti melangkahkan kakinya.
"Kak Rio?"
Terdengar langkah Rio menjauhinya. Ifypun meraba-raba udara, mencari sosok Rio. Namun tangannya tetap tidak menemukan tubuh Rio berada di dekatnya. Rasa panik langsung menyergapnya.
"Kak Rio?! Kak Rio jangan bikin aku panik dong?! Kak Rio!"
Tiba-tiba saja seseorang dari belakang Ify membukakan penutup matanya. Ify yang terkejutpun langsung mengerjapkan matanya dan mencoba menatralkan pengelihatan.
Setelah pandangannya membaik, Ify mulai menyusuri sekelilingnya dengan matanya. Ify terbelalak kala mendapati serangkaian lampu kecil berwarna orange yang dililitkan dengan bunga lily putih membentuk ucapan selamat ulang tahun untuknya. Tulisan "Happy Birthday Ify" itu membuat dadanya berdebar. Ifypun akhirnya mengetahui bahwa Ia tengah berdiri di taman bunga.
Ketika menoleh ke belakang, Ify kembali dikejutkan dengan teriakan orang-orang yang dikenalnya, "SURPRISE!!!" yang diiringi dengan tiupan terompet yang begitu heboh. Ify menutup mulutnya. Ia tidak menyangka bahwa dihari ulang tahunnya yang ke dua puluh tiga ini Ia akan mendapatkan kejutan seperti ini.
Seluruh rekan-rekan Ify menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya. Via yang membawakan kue ulang tahun berbemtuk persegi dengan krim putih yang dibentuk sedemikian rupa hingga terlihat begitu cantik, melangkah maju menghampiri Ify yang masih tidak mempercayai apa yang sedang terjadi malam itu.
"Tiup lilinnya, Fy. Jangan lupa make a wish!" seru Via.
Ifypun menatap Via yang mengulurkan kuenya pada Ify. Via tersenyum pada Ify. Ifypun menutup matanya dan tak lama kembali membukanya. Ia meniup lilin angka 23 berwarna putih itu. Semuapun bersorak dan bertepuk tangan.
"Lo kenapa, Fy? Nggak suka sama surprisenya?" tanya Via yang melihat ekspresi terkejut di wajah Ify.
"Bukan... bukan! Gue masih nggak percaya sama semua ini. Siapa yang nyiapin ini semua?"
"Tuh..."
Via menunjuk ke arah belakang Ify. Membuat Ify mau tak mau memutar tubuhnya. Dan Ifypun menemukan Rio dengan gitar yang tengah dipangkunya duduk di belakang tulisan Happy Birthday Ify. Rio tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Ify. Membuat Ify hati Ify berdesir melihat senyuman indah khas pemuda itu.
"Selamat ulang tahun ratu hatiku. Aku mau mempersembahkan persembahan buat kamu. Please, listen to me."
"Kak Rio," gumam Ify yang masih terkejut dengan segalanya. Ify sangat terpesona melihat Rio dengan kemeja casual coklat terang yang dilapisi dengan jas berwarna hitam dan celana panjang bahan hitam. Laki-laki itu selalu tampak menawan.
Terdengar genjrengan gitar Rio yang langsung membius semua tamu. Hening seketika. Suara merdu Riopun mulai mengalun.

"When I see your smile
Tears run down my face
I can't replace
And now that I'm strong
I have figured out
How this world turns cold
And it breaks through my soul
And I know I'll find deep inside me
I can be the one

I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven

It's okay. It's okay. It's okay.
Seasons are changing
And waves are crashing
And stars are falling all for us
Days grow longer and nights grow shorter
I can show you I'll be the one

I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven"

Ify merasakan sebuah perasaan meluap-luap di dalam hatinya. Mendengarkan Rio membawakan lagu favoritnya. Hatinya menghangat.  Ify selalu bermimpi jika seorang pangeran mempersembahkan lagu ini untuknya. Dan kini semua itu terjadi secara nyata di hadapannya.

"Cause you're my, you're my, my, my true love,
my whole heart
Please don't throw that away
Cause I'm here for you
Please don't walk away and
Please tell me you'll stay, stay

Use me as you will
Pull my strings just for a thrill
And I know I'll be okay
Though my skies are turning gray"

Rio menghentikan permainan gitarnya yang belum sepenuhnya selesai itu. Ia melangkah menghampiri Ify. Dengan senyuman indahnya, Rio meraih kedua tangan Ify dan digenggamnya lembut. Lalu menatap mata Ify yang juga tengah menatapnya dengan tatapan yang tak dapat diartikan.
"Aku tau aku nggak sempurna. Banyak laki-laki di luar sana yang jauh lebih sempurna dari aku. Karena itu, aku mau kamu menyempurnakan aku. Melengkapi kekurangan aku. Membuat aku jadi utuh. Aku mau kamu jadi seseorang yang pertama kali aku liat saat aku buka mata, dan yang terakhir kali aku temuin saat aku akan memejamkan mata. Aku nggak mampu buat berjanji. Tapi aku akan selalu berusaha untuk membuat kamu tersenyum manis. Sempurnakan aku dengan cinta kamu dalam janji sakral di depan Tuhan, Ify. Maukah kamu menjadi wanita pertama yang mewarnai kisah hidup aku, sekaligus menjadi yang terakhir? Will you marry me?"
Ify menahan nafas saking terkejutnya dengan permintaan Rio. Dengan susah payah Ia menelan ludah. Tak percaya dengan semua kejutan yang didapatkannya berturut-turut malam ini.
Namun didetik yang ke sekian, Ify menarik kedua tepi bibirnya. Membuat Rio ikut tersenyum melihat senyuman itu. Senyuman yang mampu membuka pintu hatinya.
"Aku nggak nyangka loh kamu persiapin ini semuaa di belakang aku. Tapi aku bahagia banget malam ini. Bukan! Bukan cuma malam ini. Aku selalu bahagia kalau aku bersama kamu. Karena itu, I wanna be the first and last lady of you. Yes, I will marry you.
Dengan senyuman dan penuh keyakinan, Ify menjawabnya. Membuat senyum Rio merekah semakin lebar. Sorak sorai dan tepuk tanganpun terdengar riuh. Saking bahagiannya, Rio menarik Ify ke dalam pelukannya. Mendekapnya erat. Memberitahu Ify, bahwa hanya Ifylah yang mampu memenangkan hatinya.
Rio melanjutkan lagunya kembali namun dalam sebuah bisikan. Hingga hanya Ify yang mampu mendengar lirik yang mengungkapkan janji untuk Ify itu. Bahwa Ia takkan membuat Ify terjatuh. Ia akan di sisi Ify sampai Ia tak sanggup lagi melakukannya. Ia akan selalu mengorbankan apapun demi kebahagiaan gadisnya itu, meskipun nyawa adalah taruhannya. Karena semuanya ini adalah pilihannya. Pilihan terindah yang Ia harap akan selalu indah, seindah lagu favorit mereka.
"I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven"

(The Red Jumpsuit Apparatus - Your Guardian Angel)

The End

Alhamdulillah udah selesai Pilihan Hatinya. Terima kasih banyak buat yang udah mengapresiasi. Terima kasih banyak yang udah meluangkan waktu buat baca. Terima kasih banyak yang udah kasih komentar. Terima kasih buat pujian, saran, dan kritiknya. Terima kasih udah menunjang aku buat nyelesaiin cerita ini. Semoga bermanfaat. Semoga menghibur. Aamiin.. :)

Friday, May 1, 2015

Pilihan Hati (Part 17)

Part 17

5 Tahun Kemudian......
Sesosok laki-laki dengan gaya rambut Faux-Hawk dan mengenakan kemeja casual berwarna Saddle Brown menarik kopernya di sepanjang selasar terminal kedatangan Internasional Bandara Soekarna Hatta. Dengan kacamata mata hitam yang dikenakannya, Ia tampak seperti model papan atas yang membuat para wanita meliriknya. Apalagi wajahnya yang manis dan postur tubuh yang mendukung, melengkapi kesempurnaan fisik yang dimilikinya.
Laki-laki itu melangkah dengan tegap mencari supir yang diutus orang tuanya untuk menjemputnya. Dengan tak mengacuhkan tatapan-tatapan terpesona gadis-gadis di sekitarnya, pemuda itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru selasar bandara yang dapat dijangkau matanya.
Ketika Ia menoleh ke arah belakang, pandangannya terhenti di satu titik. Ia melepaskan kaca mata hitamnya untuk mempertajam pengelihatannya. Matanya menyipit memastikan sosok yang berdiri tak jauhnya itu. Seketika jantungnya berdebar cepat melihat sosok itu. Sosok yang menjadi alasan Ia kembali menginjakan kaki di Indonesia.
*****

"Baju udah kebawa semua kan? Dompet? Handphone? Power Bank? Charger? Laptop?"
"Udah, Fy..."
"Bagus. Nanti kalau udah nyampe di sana langsung telpon gue ya? Kalau udah ganti nomor langsung kasih tau gue. Terus kalau..."
"Cerewet banget sih. Iya oma..."
"Oma?! Masa muka seimut ini dipanggil oma?! Kak Gabriel jahat!"
"Habisnya cerewet kaya oma-oma."
Ify mengerucutkan bibirnya sambil melipat kedua tangannya di dada. Tak terima dibilang mirip dengan oma-oma. Gabriel tertawa melihat tingkah Ify. Gemas, Iapun mengacak rambut Ify.
"Kak Gabrieeeeel!!!!" kesal Ify sambil merapikan kembali rambutnya.
"Pasti nanti gue kabarin kok, Fy. Tenang aja."
"Jangan lupa ya ceritain gimana kerennya Oxvord. Gimana mahasiswa-mahasiswinya. Kalo punya temen ganteng, kenalin ke gue ya?" Ify menyeringai.
"Dasar lo!"
Tak lama terdengar panggilan bahwa pesawat yang Gabriel tumpangi akan segera berangkat. Gabrielpun berpamitan pada Ify.
"Gue berangkat dulu ya, Fy. Jaga diri baik-baik di sini."
"Iya, Kak Gabriel. Lo hati-hati ya," Ifypun memeluk Gabriel untuk yang terakhir sebelum Gabriel pergi untuk melanjutkan pendidikannya. Setelah puas berpamitan, Gabrielpun melangkah masuk ke dalam bandara dengan sedikit terburu-buru karena takut tertinggal.
Gabriel akan melanjutkan S2nya di Oxvord University di London. Selang beberapa waktu setelah Ify memutuskan hubungan mereka, hubungan ayah Gabriel dan Gabriel semakin membaik dengan sadarnya ayah Gabriel bahwa cinta tak dapat dipaksakan. Dan kini ayah Gabriel dipindah tugaskan ke London dan kebetulan Gabriel yang memang mengimpikan dapat menuntut ilmu di Universitas bergengsi itu diterima setelah mengikuti test seleksi.
Semenjak mereka tak lagi menyandang status sebagai sepasang kekasih, hubungan mereka tidaklah buruk seperti kebanyakan mantan kekasih yang lainnya. Mereka tetap berteman, malah bersaudara. Gabriel mengganggap Ify adiknya dan Ify mengganggap Gabriel kakaknya. Meskipun awalnya berat bagi Gabriel untuk mengubah perasaan sayangnya menjadi bentuk sayang terhadap adik, namun akhirnya berhasil juga.
Ify menghembuskan nafas lalu berbalik hendak kembali ke parkiran dan pulang ke rumah. Namun langkahnya terhenti karena seseorang berdiri di hadapannya, seperti mencegat langkahnya. Sesaat Ify terdiam dan berdiri terpaku. Namun tak lama matanya membalalak menyadari sosok tinggi yang berdiri di hadapannya.
"Ify...."
"Kak Rio...."
*****

Ify membungkukan tubuhnya dengan tangan memegang lututnya. Berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah.
"Nih."
"Makasih, Kak."
Ify menerima air mineral yang diberikan oleh Rio. Iapun kembali menegakan tubuhnya lalu membuka botol itu dan meneguknya. Ify memang merasakan haus yang teramat sangat. Ia baru saja bertanding basket dengan Rio satu setengah jam penuh tanpa istirahat. Melawan matahari siang yang dengan semangatnya menyinari bumi.
Ify melangkah ke tepi lapangan yang berada tak jauh dari komplek perumahannya itu lalu menjatuhkan diri di kursi yang terbuat dari batu yang memang tersedia di sana. Rio mengikuti Ify, lalu duduk di sebelahnya. Mereka selalu bermain basket bersama. Menghabiskan waktu berdua dengan cara mereka sendiri.
Ify menoleh ke sebelah kirinya karena Ia merasa diperhatikan. Dan benar saja, Ia mendapati Rio tengah menatapnya. Dan ketika matanya menatap tepat pada manik mata Rio, debaran itu kembali dirasakannya. Debaran itu masih sama. Meskipun kini mereka sudah saling memiliki dan terikat dalam sebuah status, namun debaran itu tidak berubah sama sekali.
Rio menarik kedua tepi bibirnya, membentuk sebuah senyuman menawan yang selalu berhasil meluluhlantahkan hati Ify. Ifypun membalas senyuman Rio.
Beberapa hari setelah Ify bertemu dengan Rio di bandara, mereka membuat janji untuk bertemu. Dalam pertemuan itu, mereka sama-sama mengungkapkan rasa yang mengganggu selama lebih dari lima tahun ini. Rindu. Dan saling merindukan, membuat mereka mengerti bahwa sebuah perasaan yang pernah mereka ingkari dulu ternyata masih tertanam di dalam hati. Saling merasakan rindu membuat keduanya yakin, bahwa perasaan itu ada, masih ada, dan tetap ada di dalam hati. Cinta.
Rio menyentuh telapak tangan Ify tanpa mengalihkan pandangannya dari mata indah milik gadisnya itu. Lalu menautkan jarinya di antara jemari Ify. Dengan senyum yang semakin mengembang di wajah keduanya, mereka saling mengungkapkan perasaan menggebu-gebu yang tengah dirasakan keduanya. Menjelaskannya melalui sentuhan lembut. Betapa mereka saling menyayangi. Dan betapa mereka tak ingin perasaan indah ini berubah termakan waktu.
Rio bangkit berdiri tanpa melepaskan genggamannya. Membuat Ify ikut berdiri. Merekapun melangkah pergi dari lapangan untuk berkeliling di taman. Dan ingin menunjukan pada dunia bahwa mereka memiliki rasa yang sama. Cinta.
Mereka masih bersenda gurau sebelum seseorang berpenampilan acak-acakan muncul di hadapan mereka berdua. Membuat keduanya berhenti dan terdiam sejenak. Lalu keduanya saling menatap.
"Shilla?" gumam keduanya bersamaan.
"Cincin gue baguskan?" tanya Shilla sambil menunjukan karet gelang yang dililitkannya di jari manisnya. Keduanya mengerutkan kening lalu menatap Shilla dari atas sampai bawah.
"Gelang gue juga baguskan? Baju gue? Sepatu gue? Semuanya limited edition yang diimport langsung dari Jerman loh. Haha."
Ify dan Rio kembali saling menatap. Bingung. Ada apa dengan Shilla? Rambutnya berantakan. Bajunya compang-camping. Kulitnya gosong terbakar sinar matahari. Dan Shilla tak mengenakan alas kaki apapun.
Tiba-tiba seseorang yang mengenakan jas putih menghampiri mereka dengan kedua laki-laki yang juga memakai pakaian putih yang mengikuti di belakangnya.
"Maaf mas, mbak. Kami dari rumah sakit jiwa ingin membawa Shilla kembali ke rumah sakit," ujar laki-laki yang mengenakan jas putih.
"Rumah sakit jiwa?!!" seru Rio dan Ify terkejut.
"Iya. Dia ini salah satu pasien kami. Shilla menderita gangguan jiwa setelah mengetahui ayahnya bangkrut dan seluruh hartanya disita bank untuk melunasi semua hutang," Ify dan Rio membelalakan matanya tak percaya.
Kedua laki-laki yang ternyata petugas rumah sakit jiwa itu mencengkram kedua tangan Shilla yang langsung berontak.
"Lepasiiiin!!!! Iiiih lepasin!!! Guekan mau shopping! Mau beli dress keluaran terbaru. Lepasiiiin! Lepasiiiiin....," Shillapun berontak dan menangis.
"Maaf mas, mbak. Kami harus kembali ke rumah sakit. Permisi."
"Oh iya, Pak. Silahkan."
Setelah memberikan senyum pada Ify dan Rio, merekapun pergi dengan membawa Shilla. Ify dan Rio saling bertatapan lalu sama-sama mengangkat kedua bahu mereka. Setelah itu mereka berdua tertawa bersama.
Rio merangkul bahu Ify dan mereka berduapun melanjutkan kembali langkah mereka yang sempat terhenti tadi dengan tawa bahagia. Bahagia karena ternyata takdir menuliskan cerita yang indah untuk mereka.
Ify. Alasan Rio pergi dari tanah kelahirannya, namun juga alasannnya kembali. Meskipun berniat ingin menghapus gadis itu dari hidupnya, nyatanya Tuhan menuliskan cerita lain yang ternyata jauh lebih indah dari yang pernah dibayangkannya. Gadis itu masih menyimpan perasaan yang sama sepertinya selama lima tahun ini. Dan Ify, gadis pertama yang selalu membuatnya tak mengerti, apa yang telah terjadi dengan hatinya.
Rio. Sesosok malaikat tanpa sayap yang Tuhan kirimkan untuk menemani setiap langkah di perjalanan hidup Ify. Sesosok bintang yang selalu menemani setiap malamnya yang gelap. Dan sesosok laki-laki yang mampu membuatnya mengerti, bahwa cinta adalah pilihan. Pilihan yang harus diperjuangkan. Pilihan yang harus dipertanggungjawabkan. Karena jika cinta salah mengambil langkah, maka luka takkan pernah menjauh darinya. Namun lukalah yang membuatnya memahami, bahwa Rio lebih berharga dari berlian manapun.
Dan pilihan itu kini yang mempersatukan dua hati yang pernah saling terpisah dulu. Menautkan dua rasa yang akhirnya berbaur menjadi satu dalam sebuah ikatan. Ikatan awal yang kelak akan mengantarkan mereka ke sebuah ikatan sakral dengan janji di hadapan Yang Maha Kuasa.
Dan mereka akan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk satu sama lain. Mereka akan terus berusaha menjaga kehangatan ini, menjaga cinta mereka. Mereka selalu berharap, bahwa mereka memang diciptakan untuk dipersatukan, untuk selalu bersama, sampai kapanpun .
*****