CINTA PERTAMA
-Yang Takkan Terganti-
Oleh: Amelia Astri Riskaputri
Dalam
hidup, pasti ada yang pertama, ada yang paling berharga, ada yang terindah, dan
ada yang tak terlupakan. Kisah yang meski meninggalkan luka, namun tetap tak
mampu hilang.
Itulah
kisah tentangmu. Cinta pertama.
*****
Awan hitam memayungi langit Jakarta siang ini. Gemuruh
petir menggelegar memekakan telinga. Hawa dingin terasa amat menusuk ketika
semilir angin berhembus menggelitik permukaan kulit. Dan titik-titik airpun
perlahan jatuh menyentuh bumi, hingga akhirnya menjadi hujan.
Sesosok gadis manis
berhambur bersama siswa-siswi lainnya berlari ke tepi mencari tempat untuk
melindungi tubuhnya dari hantaman air hujan yang sudah membasahi sebagian
kemeja seragam dan rok abu-abunya. Gadis itu akhirnya menemukan sebuah kios di
pinggir jalan. Ia segera berteduh di bawah atap yang terbuat dari terpal biru
yang disangga oleh kayu di sisi kiri dan kanannya. Ia menggosok-gosokkan kedua
tangannya untuk menciptakan sedikit hangat disela dingin yang tengah melanda.
Matanya terpaku saat
tiba-tiba Ia menangkap sebuah adegan yang entah mengapa sudah sering
dilihatnya, namun tetap saja mencelos hati. Dia. Satu sosok yang pernah
menanamkan rasa bergejolak. Entah dengan apa rasa itu disiramnya, hingga tak
mampu layu hingga saat ini meski telah ada hati lain yang menanamkan rasa itu.
Mario namanya. Sesosok
cinta pertama yang begitu membekas, yang tak bisa hilang atau minimal pudar. Ia
begitu nyata meski menyakitkan. Karena gadis itu tahu, seindah apapun, semua
kisah itu hanya mampu Ia putar dalam angan, bukan untuk terulang.
Mario terlihat tengah
berusaha melindungi gadis yang berada di sebelahnya dengan jaket kulit hitam
dari guyuran hujan deras yang menerpa keduanya. Meski tersamar hujan, namun
adegan itu menyentil hatinya. Membuat sekelumit rasa sesak mengerubungi rongga
dadanya.
Kisah itu pernah ada.
Kisah Ia dan cinta pertamanya. Kisah indah yang menancapkan luka setiap
kenangan-kenangan itu terputar nyata di benaknya. Namun kisah itu indah.
Seindah si pencipta rasa yang takkan mati itu.
*****
Dengan emosi yang masih
setengah meledak, Alyssa menghapus keringat yang mengucur deras dari
pelipisnya. Ia tak tahu apa yang menyebabkan alarm yang sudah diaktifkannya
malam tadi tak berbunyi hingga membuatnya terlambat membuka mata pagi ini. Dan
akhirnya, Alyssa mendapat hukuman berupa hormat pada bendera sampai bel
istirahat berbunyi nanti dari guru Matematikannya yang memang terkenal sangat
disiplin waktu sehingga tak memberikan dispensasi bagi Alyssa yang hari ini
terlambat lima belas menit dari jam masuk sekolah. Hukuman itu dijalaninya
dengan setengah hati sembari merutuki alarmnya yang tidak berfungsi secara
tiba-tiba itu.
Panas matahari yang amat
menyengat permukaan kulit itu membuat hukuman Alyssa terasa semakin berat.
Kulit putihnya sudah berubah warna menjadi merah. Bajunya telah basah oleh
keringat dan kepalanya mulai terasa berat. Hingga semuanya terasa berputar
sebelum akhirnya tubuhnya tumbang. Alyssa tak sadarkan diri.
*****
Alyssa mengerjapkan
matanya ketika cahaya berangsur-angsur masuk ke indera pengelihatannya.
Kepalanya masih terasa sakit meski kini tak terasa lagi panas menyengat
matahari di ruang UKS itu. Alyssa melihat sekeliling dan matanya melebar kala
mendapati sosok Mario duduk di sebelah tempat tidurnya sambil membaca sebuah
buku.
“Mario…,” panggilnya ragu
dengan suara lirih. Namun Mario tetap mendengarnya dan akhirnya menoleh.
“Al! Kamu udah sadar?”
pekiknya terkejut melihat sang gadis membuka matanya. Mario bangkit, lalu
mengambil air putih yang terletak di atas meja kecil di sebelah kanannya.
“Minum dulu, Al.”
Setelah meneguk kurang
dari setengah isi gelas itu, Alyssa kembali berbaring. Mario meletakkan kembali
gelas itu di atas meja lalu memutar tubuhnya menghadap gadisnya.
“Al, aku panggil
susternya dulu ya buat ngecek kondisi kamu?” izinnya dan berancang-ancang untuk
melangkah. Namun tangan Alyssa yang tiba-tiba mencengkram pergelangan tangannya
membuatnya mengurungkan niat untuk beranjak.
“Jangan pergi… temenin
aku,” pinta Alyssa lirih.
*****
Siang itu langit menjadi
kanvas bagi matahari yang
memancarkan cahayanya dengan semangat. Meski terasa bak membakar isi bumi,
tetap tak mengurangi keindahan yang dilukis alami oleh tangan Sang Pencipta.
Dan dua insan Tuhan ini begitu amat menikmati pergerakan sang mentari yang
membuat detik selalu berganti.
Dengan sebuah gitar yang
sudah dipangku oleh Alyssa, mereka akan melewati hari ini berdua tanpa ada
detik yang terlewatkan. Mencurahkan segala rasa hati yang menggerogoti asa. Asa
untuk selalu menikmati setiap hari yang tak pernah berhenti berganti dengan
tangan yang selalu saling menggenggam dalam keadaan apapun.
Dan dengan sebuah lantunan petikan gitar membentuk
nada yang akan segera dilantunkan Alyssa, Ia berusaha menjelaskan apa yang
tengah hatinya teriakan saat ini. Rasa cinta yang menggebu yang takkan pernah
mampu terungkapkan dengan kata atau gambar apapun. Hanya tatapan sang jendela
hati yang mampu memberitahukan, bahwa cinta yang besar yang tertanam di lubuk
hatinya itu hanya milik Mario seorang.
“Kau begitu sempurna
Di mataku kau begitu indah
Kau membuat diriku akan slalu memujamu
Dengan senyum hangat yang terukir di bibir mungil
gadis manis itu, Ia terus menggenjreng gitarnya. Menyanyikan simfoni yang
tengah dilantunkan hatinya. mengungkapkan pada sosok indah di hadapannya,
betapa Ia amat menyayangi pemuda itu.
Di setiap langkahku
Ku kan slalu memikirkan dirimu
Tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu
Tak pernah satu detikpun
terlewat tanpa bayang Mario. Dalam setiap langkah kakinya, setiap helaan
nafasnya, juga setiap detak jantungnya, selalu ada nama Mario yang hati
kecilnya rapalkan.
Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa
Alyssa selalu berharap,
takkan ada akhir dalam kisah indah mereka. Meski terkadang krikil cobaan dan
rintangan menyandung langkah mereka, namun semua dapat teratasi dan kembali
indah. Itulah cinta. Akan selalu bertemu kembali dalam satu jalan meski
terkadang langkah tak searah.
Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku
Lengkapi diriku
Oh sayangku kau begitu… sempurna
Kau genggam tanganku
Saat diriku lemah dan terjatuh
Kau bisikkan kata
Dan hapus semua sesalku
Melihat cinta indah yang
terpancar tulus dari mata Alyssa, Mario ikut tersenyum dan mulai bernyanyi
bersama Alyssa. Mencoba merangkum segala rasa yang bergejolak liar namun tetap
terarah pada satu angan, Alyssa. Dan mengatakan pada gadis itu, jika saat ini
rasa itu tengah membara di dalam dadanya.
Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa
Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku
Lengkapi diriku
Oh sayangku kau begitu… sempurna
Lagu diakhiri dengan
senyum bahagia dari keduanya. Senyum yang juga bermakna serupa dengan debar
jantung mereka. Debar jantung yang mendetakan cinta. Cinta yang istimewa untuk
orang yang istimewa.
“Aku berharap, kita akan
selalu seindah ini. Aku sayang sama kamu, Al,” ungkap Mario setelah beberapa
detik terlewati dengan senyum penuh arti.
“Aku selalu berharap,
kamu adalah yang terakhir. Aku selalu berharap, kamu adalah jawaban dari segala
pencarian aku selama ini. Dan aku berharap, di setiap mata kita ketemu, kamu
bisa ngerti, cinta itu ada Cuma buat kamu. Aku juga sayang banget sama kamu,” kalimat
kasih yang terucap tulus dari bibir Alyssa yang selalu membuat dada Mario
berdesir.
Terkadang, wanita memang lebih mampu mengungkapkan apa
yang tengah disuarakan hatinya dengan jujur tanpa bumbu gombal. Itulah yang
dilakukan Alyssa.
Hari ini semuanya
berjalan indah serupa rencana. Meski berharap hari-hari berikutnya juga
sesempurna hari ini, namun nyatanya ada sutradara yang telah merancang skenario
untuk para penghuni dunia fana. Itulah takdir Tuhan.
*****
5 November. Hari spesial
untuk Mario di mana hari itu umurnya bertambah menjadi 17. Alyssa sudah menyiapkan
segala rencana untuk memberikan kejutan kecil pada Mario. Segalanya telah
dipersiapkan dengan matang oleh Alyssa sejak jauh-jauh hari.
Kue tart berbentuk
persegi berukuran medium dengan tulisan ‘Happy Sweet 17th, Dear’ dan
lilin 17 telah berada di tangannya. Di rumah Mario, Alyssa dan teman-teman
dekat mereka berkumpul. Mama Mario mengatakan bahwa Mario tengah keluar bersama
temannya. Ternyata semua berjalan sesuai rencana Alyssa.
Tak lama, suara mesin
motor yang sangat familiar bagi Alyssa tendengar memasuki pekarangan rumah. Dan
pintu ruangan yang sudah gelap gulita itu terbuka secara perlahan. Alyssa
memberi aba-aba pada teman-temannya.
“Satu… dua… ti..ga,”
Pintupun terbuka
seluruhnya.
“SUREPRISEEEEEE!!” teriak
semua yang berada di ruangan itu bersamaan dengan nyalanya lampu dan
bertebarannya kertas-kertas berwarna-warni yang seakan mengguyur Mario.
Namun seketika ruangan
itu hening kala melihat Mario masuk dengan tangan yang tergenggam oleh seorang
gadis. Alyssa terpaku di tempat. Sedangkan teman-teman yang lainnya hanya mampu
terdiam dengan mata yang melebar. Mario sendiri mematung di tempatnya.
“Ma..rio…,” lirihnya
dengan susah payah, bahkan terdengar seperti sebuah bisikkan. Matanya memanas,
dan tangannya melemas. Hingga akhirnya kue tart yang susah payah dibuatnya
dengan jerih payahnya sendiri itu jatuh tak berbentuk ke lantai. Mario tak
mampu bersuara.
Alyssa melangkah
perlahan, mendekat. Gadis di sebelah Mario itu hanya mampu menatap kesunyian
yang menjadi atmosfer ruang itu.
“Siapa cewek ini?” tanya
Alyssa datar meski terdengar jelas ada segumpal luka di setiap kata yang
diucapkannya. Dan lagi-lagi Mario tak mampu bersuara. Perlahan cairan luka
itupun mengalir di kedua pipinya.
“Jadi ini pembuktian dari
ikrar kita? Jadi ini takdir indah yang kamu harapin itu? MARIO JAWAB!”
Alyssa tak mampu menahan
denyut memerihkan yang menyerang dadanya. Luka itu seketika menguak nyata di
dalam tatapan sendu yang bercampur dengan air matanya. Cinta itu tak lagi
sendiri, melainkan terpancar bersamaan dengan kekecewaan mendalam.
“Makasih buat semuanya,”
lirih Alyssa yang benar-benar terluka. Iapun beranjak dari rumah Mario dengan
air mata yang terus turun dengan derasnya mewakili segala perih hatinya. Hatinya
sakit. Cinta yang amat tulus untuk Mario semudah itu dibagi. Rasa yang tertanam
yang dengan susah payah dijaganya hanya untuk Mario ternyata tak berarti
apapun. Hingga dengan tanpa hatinya Mario menggantikan dirinya dengan gadis
lain. Atau memang, tak pernah ada Ia di hati pemuda itu?
Beginikah sakitnya cinta
yang Ia jaga tulus hanya untuk pemuda itu?
*****
Gadis itu Ashilla. Dia
yang ternyata menggantikan posisi Alyssa di hati dan hidup Mario. Dan betapa
bodohnya Alyssa, Mario tak mampu tergantikan oleh apapun dan siapapun. Pemuda
itu tetap memiliki ruang tersendiri di hatinya meski pahit itu tak kunjung
hilang.
Kisah indah cinta pertama
yang amat memilukan namun tetap takkan tergantikan. Rasa cinta yang akhirnya
menyisakan segenap luka itu tetap tertata rapi. Tak lagi tumbuh, namun takkan
mati. Itulah cinta pertama.
Hujan yang sudah mulai
redapun menghentikan kenangan yang tanpa sengaja terputar dalam benaknya.
Alyssa mendongak melihat langit yang semakin memutih. Tersisa titik-titik air
yang akhirnya melebur bersama titik-titik air lainnya yang telah jatuh. Tak
lama sebuah motor sport hitam berhenti di depannya, membuat perhatiannya
teralih. Seorang pemuda manis terlihat setelah membuka helm fullfacenya.
“Hey, maaf lama,”
sapanya.
Alyssa tersenyum simpul
lalu mengangguk. “Nggak apa-apa kok, De.”
“Ayo kita pulang!” ajak
pemuda bernama Debo yang kini menjadi penanam rasa lain di hati Alyssa.
Alyssa kembali tersenyum
dan mengangguk. Lalu menaiki boncengan motor Debo. Tak lama motor Debo telah
melebur bersama kendaraan-kendaraan lainnya.
Meski luka dan cinta itu
melebur menjadi satu dalam cinta pertama yang takkan mampu tergantikan, Alyssa
tetap berusaha menyayangi pemuda yang tengah menarik gas motor di depannya itu
dengan tulus. Ia tau sakitnya cinta yang terbagi dan Ia takkan melakukan itu
pada Debo.
Rasa itu hanyalah bukti
bahwa Mario pernah ada. Bahwa kisah itu pernah ada dan pernah tercipta meskipun
pada akhirnya tetap saja hanya menjadi kenangan. Cukup hanya untuk menjadi kenangan.
Tidak untuk melukai hati lain. Biarkan rasa itu tetap tertanam. Karena dengan
rasa itu, Ia tahu bahwa hatinya tak mati.
Dan sampai kapanpun, rasa
itu takkan pernah tergantikan meski cinta lain silih berganti datang dan pergi
dalam hidupnya. Rasa untuk Mario, cinta pertama.
*****
Kisah ku dengannya adalah salah satu
dari seribu kisah yang pernah ada dalam hidupku. Kisah yang terlalu indah
untukku anggap sebagai angin lalu, namun terlalu pahit untuk aku definisikan
sebagai sebuah kenangan. Kisah ini, indah, yaitu kisah kita. Kisah aku dan dia.
Aku dan kamu.
Bersamanya aku tau bagaimana rasanya tak berharga.
Sakit. Sesak. Namun aku tak dapat berbuat banyak. Karna sesakit apapun itu, aku
tak mampu melepasnya. Tak akan pernah mampu.
Bersamanya aku tau apa itu arti
sebuah pengorbanan. Sulit. Lelah. Namun aku tak bisa berhenti untuk terus
berjuang demi dia.
Bersamanya aku tau betapa indahnya
mempunyai sebuah tujuan. Membingungkan. Namun aku tau, dialah satu-satunya
tujuan aku untuk bahagia.
Bersamanya aku tau bagaimana sulitnya
bersabar, sesaknya tak dianggap, sakitnya tak dihargai.
Namun bersamanya pula aku tau
bagaimana indahnya memiliki.
Kini aku merindukannya. Merindukan
sentuhannya, senyumnya, tatapannya, gerak tubuhnya, tutur katanya, wangi khas
tubuhnya. Aku merindukan semuanya. Aku rindu ia. Aku rindu kamu.
Aku ingin dia tau, takkan ada yang
seistimewa dirinya. Tak ada yang bisa menggantikan dia di hatiku. Takkan ada
yang mampu merubah rasa yang aku punya untuknya.
Aku terluka. Luka karna kesalahanku.
Aku tak bisa menjaganya dengan baik. Aku tak bisa menjadi seperti apa yang dia
mau. Aku tak bisa membuatnya bertahan denganku.
Aku kecewa. Mengapa aku tak bisa menjadi sempurna di matanya?
Mengapa aku tak bisa menjadi sosok yang diinginkannya?
Aku hanya ingin dia tau, bagaimana besarnya cinta yang aku
simpan untuknya.
-Alyssa-