Serpihan Hati Untuknya
oleh Amelia Jonathan Azizah RiseIfc pada 04 April 2011 jam 19:17
Salam ICL. Ketemu sama saya Amelia Astri, si penulis yang ceritanya maksa banget. Hehe
Kali ini aku datang membawa cerpen buat para pembaca.
Cerita yang sebetulnya lebih cocok buat dijadiin diary ketimbang jadi cerpen. Karena aku yakin, abis pada baca cerita ini, kalian semua pasti nganggep aku lebay deh. Udah gitu ceritanya bener-bener aneh, mengecewakan, engga jelas, semuanya deh.
Yaudah, silahkan aja baca. Maaf banget kalo ngga jelas. Atau ga muasin.
***
Serpihan Hati Untuknya
Hal terindah, adalah saat kita memiliki sebuah rasa yang tulus untuk seseorang yang di anggap tepat.
***
Mario Stevano Aditya Haling a.k.a Rio. Begitulah namanya. Seorang pemuda tampan, pemilik tahta tertinggi di dalam hatiku. Seseorang yang selalu aku perhatikan. Seseorang yang selalu aku kagumi, aku banggakan, kepada siapapun, dan di manapun aku berada. Dialah, seseorang yang selalu hadir dalam anganku, dalam mimpi indahku. Dan dialah yang selalu ada dalam setiap doa dan langkahku. Ke manapun aku, sedang melakukan apapun, aku akan selalu mengingatnya.
Dialah seseorang yang berhasil mencuri, menarik perhatianku. Berawal dari sebuah rasa kagum yang sangat besar terhadapnya, hingga aku selalu mencermati gerak-geriknya. Dan tanpa sadar, ternyata rasa itu perlahan hadir. Tumbuh dengan cepat, dan berkembang dengan indah.
Meski hingga saat ini, aku hanya mampu menemukannya dalam setiap anganku. Aku masih belum mampu menyentuhnya, apalagi hatinya. Ia, terlalu sulit untuk aku takhlukan.
***
Hal terindah, adalah, saat kita bisa merasakan bagaimana indahnya jatuh cinta. Meski yang dicintai, hanya berada dalam angan dan tanpa kepastian.
***
Berawal saat aku duduk di bangku kelas X. pertama kali aku masuk kelas, di sanalah kali pertamanya aku melihatnya, mengenalnya, dan mengaguminya. Mengagumi ia yang tampan. Itu hal pertama yang membuat aku sedikit memperhatikannya. Wajahnya yang manis, mampu menarik perhatianku.
Satu minggu kelas berjalan. Dan aku mulai mengetahui bahwa ia adalah seseorang yang pandai dengan sejuta kemampuan. Ia termasuk salah satu murid yang aktif dalam kegitan belajar. Ia selalu bertanya dan menjawab pelajaran apapun yang diberikan guru. Aku semakin mengaguminya.
Di lapangan, ia adalah seorang yang memiliki kemampuan lebih dari sekedar hebat. Basket, salah satu olahraga favoritnya, aku mendengarnya dari salah satu temannya. Aku sering melihatnya bermain basket di lapangan. Dan saat itu, hatiku selalu bergetar hebat, melihat setiap gerak lihainya dalam menguasai bola.
Di atas pentas, ia adalah seorang yang sangat berbakat. Ia mahir bermain gitar. Suaranyapun sangat indah dan merdu. Berbeda dengan pemuda lain yang sebaya dengannya. Aku sangat menyukai suaranya. Aku senang mendengarnya bernyanyi. Aku mengagumi keahliannya dalam bidang music. Sekali lagi aku katakan, ia adalah seorang dengan sejuta kemampuannya.
***
Aku selalu memperhatikannya secara diam-diam. Namun, semua teman-temanku mengetahuinya. Mengetahui, segala rasa yang ada untuknya. Segala rasa yang tumbuh untuknya. Segala rasa yang aku persembahkan hanya kepadanya. Meski ia tidak mengetahuinya.
Mario, sosok laki-laki cuek, yang jaim, dan jarang sekali tersenyum dengan Cuma-Cuma. Namun dengan seluruh kelebihan yang dimilikinya, ia mampu memikat hati gadis-gadis di sekolah. Mulai dari kelas X hingga kelas XII, semua menganguminya.
Aku senang dengan sikapnya yang cuek terhadap apapun, kecuali pelajaran dan bakat-bakat yang dimiliknya. Jika sudah menyangkut bakat-bakatnya, ia akan menjadi orang yang supel dan aktif. Berbeda dengan urusan pribadinya. Ia selalu cuek, dan tak perduli dengan apapun yang ada di sekitarnya, yang menyangkut dengan urusan pribadi. Termasuk wanita.
***
Hal yang menyedihkan, ketika kita mengetahui, bahwa kita bukanlah sesuatu yang berarti apa-apa dalam hidupnya. Dan kita masih tetap mengaguminya, bahkan menyayanginya, tanpa batas.
***
Tahukah kalian? Seberapa tidak berharganya aku dimatanya? Dia tidak mengenalku! Dia tidak mengetahui siapa namaku! Padahal, kami berada di dalam kelas yang sama. Sebegitu tidak perdulinyakah ia akan kehadiranku?
Setiap aku berusaha tersenyum kepadanya, dan setiap itu pula, ia akan mengacuhkannya. Mungkin menurutnya, senyumku sangat tidak menarik. Atau mungkin, tidak berharga sama sekali, tidak berarti apapun.
Namun, itu tidak mengurangi rasa kagumku terhadapnya. Sama sekali tidak. Bahkan rasa kagumku dan rasa sayangku semakin besar terhadapnya. Semakin ia mengacuhkanku, maka, semakin besar pula rasa itu tumbuh untuknya.
***
Hal yang paling menyedihkan, adalah ketika ia tak menyadari segala rasa yang hadir untuknya, dan aku malah semakin ingin memeluknya.
***
Aku memperhatikannya bermain basket. Beradu dengan panas terik matahari, dan keringat yang sudah bercucuran dengan derasnya, membanjiri pelipisnya. Tetapi ia masih tetap tidak perduli sama sekali. Ia masih terus berlari dengan lincahnya, menerobos sinar mentari yang terus berusaha mengalahkan kekuatannya. Dan ia tetap tak perduli. Meskipun waktu, sudah menunjuk pada pukul 13.30.
Dan akupun tidak memperdulikan hal-hal tersebut, untuk memperhatikannya. Aku akan terus berdiri di sini, menunggunya, hingga ia selesai bermain, dan aku memastikan bahwa setelah berletih-letih ria, ia masih dalam keadaan baik-baik saja.
Aku masih terus memperhatikanya. Tak sama sekali pandanganku terlepas darinya. Ialah yang selalu menjadi titik pusat perhatianku. Sampai akhirnya, seseorang menyentuh pundakku, dan aku terpaksa menoleh kepadanya.
“Fy!”
Dan setelah itu, aku kembali memusatkan perhatianku pada Rio.
“hmm”
“masih betah ngeliatin dia di sini??”
“gue ga akan pernah bosen ngeliatin dia.”
Terdengar suara dengusan dari temanku itu. Mungkin ia jenuh juga mendengar aku yang sering sekali tanpa sengaja menggombal untuk Rio.
“iya deh, yang udah cinta banget mah tau.” Cibirnya.
Aku hanya tersenyum simpul menanggapinya.
“mau sampe kapan elo di sini, diem Cuma ngeliatin dia?”
“sampe gue tau, kalo dia pulang dengan selamat.”
“lebay lo ah!”
“biarin. Gue sayang sama dia. gue cinta sama dia.”
“iya, gue tau Ify! Lo udah ngomong kaya gitu kurang lebih 250 kalo dari awal elo suka sama dia.”
“elo ngapain di sini? Engga pulang?” tanyaku berbasa-basi.
“tadinya mau pulang. Eh ngeliat elo lagi berdiri diem ngeliat pangeran elo yang bahkan, dia itu ga tau nama lo! Yaudah, gue samperin deh. Mungkin elo kesepian, dan butuh gue..”
“yeeeh”
“kenapa sih elo tuh cinta banget sama Rio? Cowo ganteng di sini banyak loh Fy! Contohnya, ka Iel, Alvin, Cakka. Mereka juga termasuk yang ganteng. Meskipun ga se-wah Rio, setidaknya, mereka lebih ramah sama orang lain. Engga kaya pangeran lo itu. Sombong!”
Aku tersenyum miring menanggapi ucapannya tadi yang secara tak sengaja, menjelekkan Rio.
“Shil, gue cinta Rio karena sikapnya. Dia beda, dia special! Dan dia yang paling indah menurut gue.”
“well well well. Gue bosen denger jawaban elo yang kaya gitu. Yaah, I know. He is special for you, right? Tapi apa elo special juga buat dia? kaya gini tuh, Cuma nyakitin elo doang Fy!”
“gue yang sakit ini. Kenapa elo yang ribet?! Sampe sekarang gue masih fine fine aja, bahkan happy sama apa yang gue rasain ini.”
“kalo gitu, ungkapin sama dia. jangan elo pendem sendiri! Biar dia tau, kalo dia istimewa buat elo.”
“elo mau liat itu Shil?”
Shilla mengangguk.
“fine, look it!”
Aku berjalan ke arahnya. Keluar dari persembunyian, dan melangkah menuju sosok yang daritadi sama sekali tak berhenti berkutat dengan bolanya.
Shilla memandangku terkejut. Lalu berteriak,
“elo mau ke mana Fy? Mau ngapain??”
Aku menoleh ke arah Shilla, lalu tersenyum.
“doain gue…” ucapku pelan.
Aku kembali melangkah, mendekatinya. Entah mengapa, Tiba-tiba saja, perutku terasa panas. Jantungku tak henti-hentinya berdetak dengan cepat. Dan peluhku sudah deras membanjiri daerah pelipisku.
Dan akhirnya, aku sampai dihadapannya. Tidak dihadapannya, hanya di dekatnya kita-kita 2 meter darinya. Jantungku semakin parah. Perutku pun semakin mulas. Namun, aku sudah terlanjur menghampirinya. Dan mau tidak mau, aku harus mengutarakan maksudku.
“em, Rio..” panggilku mencoba menarik perhatiannya.
Namun bukan Rio namanya, jika ia menanggapinya langsung. Aku menghela nafas. Menguatkan mentalku. Dan yakin, aku bisa meluluhkannya meski hanya untuk hari ini saja.
“Rio.” Panggilku lagi. Kali ini lebih keras dan agak berteriak. Tapi ia masih tidak menanggapi panggilanku. Aku mulai sedikit putus asa dan sedikit malu karena aku dicuekin. Tapi aku tidak akan menyerah sampai sini saja.
“Rio, gue mau ngomong!” teriakku keras. Dan kali ini ia berhenti mendrible bolanya. Aku menunggu reaksi selanjutnya dari dia. berharap, suaranya keluar untuk menanggapi panggilanku. Hatiku semakin kotar-katir tak karuan. Sekujur tubuhku bergetar hebat, dan dipenuhi oleh keringat dingin.
“hmm”
Itu saja yang aku dengar darinya, setelah agak lama menunggu reaksi darinya. Dan setelah itu, ia kembali bermain seperti semula. Yasudahlah, yang penting ia sudah menjawabku, setidaknya.
“Rio, gue… gue… gue… suka sama lo!” ungkapku langsung. Meski awalnya kagok dan sangat sangat gugup. Namun akhirnya aku berhasil mengatakanya.
Terlihat, Rio berhenti mendrible bolanya. Dan ia membalikan tubuhnya ke arahku. Yang membuatku terkejut, bukan karena reaksinya yang tak biasa itu. Namun, matanya. Ia menatapku tajam. Seakan kalimat yang ungkapkan tadi menyakitinya. Tatapannya benar-benar sangat membunuh, membuat nyaliku ciut.
Agak lama memandangku seperti itu, dan aku hanya mampu menunduk dan menggigit bibirku. Aku tak akan kuat menatapnya lama-lama. Apalagi, dengan keadaan ditatap seperti itu. Akhirnya, ia tersenyum. Tersenyum? Tentu bukan senyum manis yang kebanyakan orang ramah tunjukan. Melainkan senyum miring yang… yang… mencelos hati. Berarti, ia meremehkan pengungkapanku tadi.
Tak lama kemudian, ia beranjak pergi dari sana. Meninggalkanku sendiri di tengah lapangan, di bawah terik matahari. Sakit. Sakit sekali rasanya. Ia tak menjawab penyataanku atau minimal memperdulikannya. Tidak sama sekali. Air mataku perlahan turun. Aku tak mampu menahannya. Seharusnya aku tau, ia akan mengacuhkanku. Seharusnya aku tidak nekat seperti tadi. Dan kata seharusnya itu terus-trerusan menghantui pikiranku.
***
Hal yang paling menyakitkan, ketika kita menyadari, bahwa telah ada yang lain, yang ternyata telah
menempati hatinya.
***
Mulai dari hari itu, aku tak berani berbicara dengannya lagi. Keacuhannya itu, membuatku trauma untuk hanya sekedar memberikan senyum untuknya. Namun tidak membuatku membencinya, atau ingin melupakannya. Aku tetap mencintainya. Bahkan semakin mencintainya.
Aku tak tau, mengapa aku bisa semakin mencintainya. Mungkin karena aku sudah tau, begitulah sikapnya. Aku tak memperdulikan itu. Yang aku tau, aku menyayanginya.
***
Semakin hari, aku semakin mengenal sikapnya. Aku semakin mengerti bahwa aku memang takkan pernah ada kesempatan untuk meraih hatinya. Aku semakin tau, bahwa ia tak sebaik yang aku kira. Ia tak sesempurna yang aku kira. Dan sekali lagi aku pertegas, aku tetap mencintainya!
Sampai pada saat aku mengetahui kabar itu dari orang-orang. Mengetahui rahasia pribadinya. Mengetahui hal yang selama ini ditutupinya, di rahasiakannya dari orang lain.
“iya, ternyata Mario itu udah punya pacar.”
“iya, anak kelas X juga.”
“namanya, Ashilla.”
“iya, yang cantik itu.”
“beruntung bnget ya dia.”
“iya, bisa dapetin Rio.”
“katanya, pacarannya udah lama banget!”
“dari SMP sih katanya.”
“………………………………..”
Dan semua terus membicarakannya. Aku sangat kaget. Kaget bukan main. Ternyata, selama ini, Shilla… ia tau bagaimana besarnya cintaku terhadap Rio. Bagaimana aku mengaguminya, bagaimana aku mengistimewakannya. Dan ia, ternyata adalah kekasihnya. Kekasih lelaki yang aku cintai.
Mengapa ia tak mau menceritakannya ke aku? Mengapa ia menyembunyikannya? Berarti selama ini, aku membanggakan kekasih sahabatku? Jadi maksud senyum miring Rio kemarin itu?
Pantas saja, ketika aku sedang memuji Rio, ia seakan tak suka aku mengatakannya. Ekspresinya bukan seperti sahabat kebanyakan, yang jika sahabatnya bercerita atau membangga-banggakan ‘gebetannya’ sahabat lainnya akan menanggapinya dengan berbagai doa dan harapan agar si sahabat mampu menakhlukannya. Melainkan, ia pasti terus-terus berusaha menjelek-jelekan Rio. Dan selalu bilang, bahwa Rio bukan yang terbaik untukku.
***
Bila ada hal yang paling membahagiakan, ialah ketika aku melihat senyumnya, meski senyum itu, tidak ia persembahkan untukku.
***
Semenjak berita itu mulai tersebar, hubunganku dan Shilla menjadi renggang. Kami jarang berdua lagi. kami jadi masing-masing. Dan semenjak berita itu tersebar, Rio dan Shilla, menjadi semakin sering berduaan. Menjadi semakin berani menunjukan kemesraan di depan teman-teman.
Sakit? Sangat! Sangat sakit. Tak jarang aku menangis setelah melihat kemesraan mereka. Sedih, sangat sedih! Siapa yang tidak sedih, jika meihat orang yang dikasihinya, bermesraan dengan orang lain?
Namun, aku jadi sering melihat Rio tersenyum. Terkadang malah tertawa lepas. Aku bahagia melihatnya. Akupun ikut tersenyum. meski tak jarang, disaat senyumku merekah dengan manisnya, juga diikuti dengan air mata kepedihan.
Aku selalu menangis, jika aku mengingatnya. Jika aku teringat, bahwa ia bukan milikku. Bahwa ia takkan pernah mungkin bisa untuk aku gapai. Bahwa ia tercipta bukan untukku. Bahwa senyumnya takkan mungkin merekah untukku. Bahwa hatinya, takkan pernah mungkin dapat aku genggam.
Tapi dibalik tangisan itu, tersimpan sejuta kebahagiaan yang tak terhitung besarnya. Melihat senyumnya, melihat tatapan matanya yang tak lagi setajam dulu. Aku bahagia melihatnya.
Aku cukup bahagia dengan ini semua. Aku akan selalu bahagia,melihat ia tersenyum manis. Aku bahagia melihat perubahannya yang cukup drastis. Meski hingga kini, aku masih tak mengerti mengapa ia dulu seperti itu, dan sekarang bisa berubah seperti itu. Aku tak tau apa factor dari itu semua.
Perasaan ini, cinta ini, masih tetap terjaga di hati. Meski yang dicinta takkan mungkin membalasnya. Aku tak mau melupakannya. Biar saja perasaan ini memudar dengan sendirinya. Aku berjanji tak akan merusak hubungan Rio dan Shilla. Meski terkadang aku iri. Aku ingin bisa seperti Shilla. Aku ingin berada diposisinya. Aku ingin merasakan sentuhannya. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh Rio. Aku ingin merasakan peluk ciumnya yang takkan pernah mungkin dapat aku rasakan.
Biarlah rasa ini memudar dengan sendirinya. Aku yakin, meski perih, meski tersiksa, akan ada hikmah dibalik ini semua. Mencintainya, adalah anugrah terindah yang Tuhan berikan untukku. Mencintainya, memberikan aku banyak pelajaran. Mencintainya, membuat aku mengerti, bagaimana rasanya sakit, rasanya bahagia, rasanya diacuhkan dan semuanya.
Aku perlu berterima kasih kepadanya. Mencintainya, memberikan pelajaran yang sangat berharga untukku. Makasih banyak Rio. Walau penantianku tak berujung bahagia, tapi aku bangga. Bangga mencintai kamu. Bangga mencintai lelaki sempurna seperti kamu. Semoga kamu bahagia bersamanya. Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu dan dia.
Ini tak sepenuhnya berakhir. Karena sampai kapanpun, ia akan tetap ada di dalam sini. Meski nanti ada yang mengantikannya, posisinya di dalam sini, tak akan pernah hilang. Ia tetaplah pemilik tahta tertinggi.
***
Aku melangkah diam-diam menuju mejanya saat kelas sedang sepi. Aku lihat kanan-kiri depan belakang. Tak ada siapa-siapa. Aku langsung menegluarkan sebuah amplop kecil berwarna biru muda. Setelah aku teliti lagi, dan masih tetap sempurna, tak ada cacat seperti saat aku tulis, aku langsung letakkan amplop itu di kolong mejanya. Berharap ia akan membacanya. Meski hanya sekedar dibaca.
Setelah itu, aku melangkahkan kaki dari mejanya. Dan kembali ke tempat dudukku seperti semula. Menunggu ia datang, dan segera membuka surat itu. Membacanya, dan mengerti maksudku. Meski ia tak akan pernah mungkin membalasnya. Aku tak perduli. Yang penting, ia mengerti akan apa yang aku rasakan untuknya. Hanya mengerti. Bukan membalasnya. Bukan! Karena aku yakin, sampai langit pagi tak lagi berwarna biru, ia takkan pernah mungkin membalas perasaanku itu.
***
Dan hal yang terindah, ialah, saat melihatnya bahagia, meski bukan denganku. Melihatnya tersenyum, meski senyumnya bukan untukku.
Dan hal yang terburuk, ialah saat aku melihatnya terpuruk. Saat aku melihatnya bersedih, saat aku melihatnya menangis diam-diam.
***
Rio. Seorang pemuda tampan, pemilik tahta tertinggi di dalam hatiku. Seseorang yang selalu aku perhatikan. Seseorang yang selalu aku kagumi, aku banggakan, kepada siapapun, dan di manapun aku berada. Meski aku bukanlah siapa-siapa dalam hidupnya. Meski ia takkan pernah mungkin menanggumiku, membaggakanku juga.
Dialah, seseorang yang selalu hadir dalam anganku, dalam mimpi indahku. Dan dialah yang selalu ada dalam setiap doa dan langkahku. Ke manapun aku, sedang melakukan apapun, aku akan selalu mengingatnya. Meski aku tak ada dalam angannya. Meski aku tak ada dalam mimpi indahnya. Meski aku, tak ada dalam setiap doa dan langkahnya. Meski Ia takkan pernah mengingatku. Takkan mungkin pernah!
Dialah seseorang yang berhasil mencuri, menarik perhatianku. Berawal dari sebuah rasa kagum yang sangat besar terhadapnya, hingga aku selalu mencermati gerak-geriknya. Meski aku tak berhasil mencuri hatinya, menarik perhatiannya. Dan aku tak tak dapat menumbuhkan rasa itu di dalam hatinya untukku. Takkan pernah bisa!
Dan tanpa sadar, ternyata rasa itu perlahan hadir. Tumbuh dengan cepat, dan berkembang dengan indah. Meski pada akhirnya, rasa itu sama sekali tak berarti apa-apa untuknya. Tak berakhir dengan indah seperti pada saat rasa itu tumbuh.
Meski hingga saat ini, aku hanya mampu menemukannya dalam setiap anganku. Aku masih belum mampu menyentuhnya, apalagi hatinya. Ia, terlalu sulit untuk aku takhlukan. Dan aku memang takkan pernah mampu menyentuhnya, dan menakhlukannya. Tak akan pernah mampu!
***
kamu takkan lihat
kamu tak akan lihat
setitik air mata ini
jatuh untukmu ... didepanmu, menangisimu
kamu takkan percaya, kamu tak akan percaya
aku yang terlalu bodoh
menunggumu disini, berharap dirimu
menantikan rasamu ..
kamu juga takkan tau, kamu tak akan pernah tau
lebih dari apapun aku menyayangimu
mengartikamu lebih dari sekedar sempurna
menyayangimu
adalah hal yang terindah
meski sakit
meski hujatan pedang terus menghantam
kamu tetaplah yang terindah
meski dunia begitu lemah akan tawa
kamulah satu-satunya
dan mencintaimu membuatku mengerti
cinta tak selamanya indah
mencintaimu
bagaikan suatu harapan yang tak ada ujungnya
tapi hancurnya aku tak sebanding
saat melihat senyummu
senyum yang benar-benar menghancurkanku
-Alyssa-
***
*tutup mata dan tutup kuping rapet-rapet sambil jongkok dan ngumpet dibalik tirai*
Aaaaaaaaa, maaf banget ya pembaca. Ini pasti ancur banget. Aneh banget! Jelek banget! Ngebosenin! Ga jelas! Bikin ngantuk! Iyaa kan ??? aaaa, maaf baget yaaa temen-temen. *nyatuin kedua tangan didada, sambil nunduk nunduk*
Kan aku udah bilag. Ini cerita lebih pantes ditulis dibuku diary. Iya kan? Makanya jadinya maksa banget gini. Maaf banget kalo ini bener-bener bikin malu.
Itu puisinya, puisi buatan ade aku “Puspa Febryanti” . add yak? Yang mau dapet pahala deh. Hehe. Jangan lupa juga baca ceritanya yang “Egokah Aku” #numpangpromosi
Okeh, maaf banget itu cerpennya kalo ancur, gaje. Udah lama banget pingin bikin cerita kaya gitu, tapi engga ada waktu dan sekarang baru kesampean. Aduh, bener-bener minta maaf yaa kalo itu ceritanya engga muasin banget. Terus maksa banget gitu. Maaf banget.
Kritik ditunggu loh. Soalnya, kritik itu sangat berguna buat ngebantu aku buat jadi yang lebih baik lagi :p yang suka boleh like. Yang ga suka silahkan nuangin uneg-uneg tentang cerita ini.
Makasih.
Kali ini aku datang membawa cerpen buat para pembaca.
Cerita yang sebetulnya lebih cocok buat dijadiin diary ketimbang jadi cerpen. Karena aku yakin, abis pada baca cerita ini, kalian semua pasti nganggep aku lebay deh. Udah gitu ceritanya bener-bener aneh, mengecewakan, engga jelas, semuanya deh.
Yaudah, silahkan aja baca. Maaf banget kalo ngga jelas. Atau ga muasin.
***
Serpihan Hati Untuknya
Hal terindah, adalah saat kita memiliki sebuah rasa yang tulus untuk seseorang yang di anggap tepat.
***
Mario Stevano Aditya Haling a.k.a Rio. Begitulah namanya. Seorang pemuda tampan, pemilik tahta tertinggi di dalam hatiku. Seseorang yang selalu aku perhatikan. Seseorang yang selalu aku kagumi, aku banggakan, kepada siapapun, dan di manapun aku berada. Dialah, seseorang yang selalu hadir dalam anganku, dalam mimpi indahku. Dan dialah yang selalu ada dalam setiap doa dan langkahku. Ke manapun aku, sedang melakukan apapun, aku akan selalu mengingatnya.
Dialah seseorang yang berhasil mencuri, menarik perhatianku. Berawal dari sebuah rasa kagum yang sangat besar terhadapnya, hingga aku selalu mencermati gerak-geriknya. Dan tanpa sadar, ternyata rasa itu perlahan hadir. Tumbuh dengan cepat, dan berkembang dengan indah.
Meski hingga saat ini, aku hanya mampu menemukannya dalam setiap anganku. Aku masih belum mampu menyentuhnya, apalagi hatinya. Ia, terlalu sulit untuk aku takhlukan.
***
Hal terindah, adalah, saat kita bisa merasakan bagaimana indahnya jatuh cinta. Meski yang dicintai, hanya berada dalam angan dan tanpa kepastian.
***
Berawal saat aku duduk di bangku kelas X. pertama kali aku masuk kelas, di sanalah kali pertamanya aku melihatnya, mengenalnya, dan mengaguminya. Mengagumi ia yang tampan. Itu hal pertama yang membuat aku sedikit memperhatikannya. Wajahnya yang manis, mampu menarik perhatianku.
Satu minggu kelas berjalan. Dan aku mulai mengetahui bahwa ia adalah seseorang yang pandai dengan sejuta kemampuan. Ia termasuk salah satu murid yang aktif dalam kegitan belajar. Ia selalu bertanya dan menjawab pelajaran apapun yang diberikan guru. Aku semakin mengaguminya.
Di lapangan, ia adalah seorang yang memiliki kemampuan lebih dari sekedar hebat. Basket, salah satu olahraga favoritnya, aku mendengarnya dari salah satu temannya. Aku sering melihatnya bermain basket di lapangan. Dan saat itu, hatiku selalu bergetar hebat, melihat setiap gerak lihainya dalam menguasai bola.
Di atas pentas, ia adalah seorang yang sangat berbakat. Ia mahir bermain gitar. Suaranyapun sangat indah dan merdu. Berbeda dengan pemuda lain yang sebaya dengannya. Aku sangat menyukai suaranya. Aku senang mendengarnya bernyanyi. Aku mengagumi keahliannya dalam bidang music. Sekali lagi aku katakan, ia adalah seorang dengan sejuta kemampuannya.
***
Aku selalu memperhatikannya secara diam-diam. Namun, semua teman-temanku mengetahuinya. Mengetahui, segala rasa yang ada untuknya. Segala rasa yang tumbuh untuknya. Segala rasa yang aku persembahkan hanya kepadanya. Meski ia tidak mengetahuinya.
Mario, sosok laki-laki cuek, yang jaim, dan jarang sekali tersenyum dengan Cuma-Cuma. Namun dengan seluruh kelebihan yang dimilikinya, ia mampu memikat hati gadis-gadis di sekolah. Mulai dari kelas X hingga kelas XII, semua menganguminya.
Aku senang dengan sikapnya yang cuek terhadap apapun, kecuali pelajaran dan bakat-bakat yang dimiliknya. Jika sudah menyangkut bakat-bakatnya, ia akan menjadi orang yang supel dan aktif. Berbeda dengan urusan pribadinya. Ia selalu cuek, dan tak perduli dengan apapun yang ada di sekitarnya, yang menyangkut dengan urusan pribadi. Termasuk wanita.
***
Hal yang menyedihkan, ketika kita mengetahui, bahwa kita bukanlah sesuatu yang berarti apa-apa dalam hidupnya. Dan kita masih tetap mengaguminya, bahkan menyayanginya, tanpa batas.
***
Tahukah kalian? Seberapa tidak berharganya aku dimatanya? Dia tidak mengenalku! Dia tidak mengetahui siapa namaku! Padahal, kami berada di dalam kelas yang sama. Sebegitu tidak perdulinyakah ia akan kehadiranku?
Setiap aku berusaha tersenyum kepadanya, dan setiap itu pula, ia akan mengacuhkannya. Mungkin menurutnya, senyumku sangat tidak menarik. Atau mungkin, tidak berharga sama sekali, tidak berarti apapun.
Namun, itu tidak mengurangi rasa kagumku terhadapnya. Sama sekali tidak. Bahkan rasa kagumku dan rasa sayangku semakin besar terhadapnya. Semakin ia mengacuhkanku, maka, semakin besar pula rasa itu tumbuh untuknya.
***
Hal yang paling menyedihkan, adalah ketika ia tak menyadari segala rasa yang hadir untuknya, dan aku malah semakin ingin memeluknya.
***
Aku memperhatikannya bermain basket. Beradu dengan panas terik matahari, dan keringat yang sudah bercucuran dengan derasnya, membanjiri pelipisnya. Tetapi ia masih tetap tidak perduli sama sekali. Ia masih terus berlari dengan lincahnya, menerobos sinar mentari yang terus berusaha mengalahkan kekuatannya. Dan ia tetap tak perduli. Meskipun waktu, sudah menunjuk pada pukul 13.30.
Dan akupun tidak memperdulikan hal-hal tersebut, untuk memperhatikannya. Aku akan terus berdiri di sini, menunggunya, hingga ia selesai bermain, dan aku memastikan bahwa setelah berletih-letih ria, ia masih dalam keadaan baik-baik saja.
Aku masih terus memperhatikanya. Tak sama sekali pandanganku terlepas darinya. Ialah yang selalu menjadi titik pusat perhatianku. Sampai akhirnya, seseorang menyentuh pundakku, dan aku terpaksa menoleh kepadanya.
“Fy!”
Dan setelah itu, aku kembali memusatkan perhatianku pada Rio.
“hmm”
“masih betah ngeliatin dia di sini??”
“gue ga akan pernah bosen ngeliatin dia.”
Terdengar suara dengusan dari temanku itu. Mungkin ia jenuh juga mendengar aku yang sering sekali tanpa sengaja menggombal untuk Rio.
“iya deh, yang udah cinta banget mah tau.” Cibirnya.
Aku hanya tersenyum simpul menanggapinya.
“mau sampe kapan elo di sini, diem Cuma ngeliatin dia?”
“sampe gue tau, kalo dia pulang dengan selamat.”
“lebay lo ah!”
“biarin. Gue sayang sama dia. gue cinta sama dia.”
“iya, gue tau Ify! Lo udah ngomong kaya gitu kurang lebih 250 kalo dari awal elo suka sama dia.”
“elo ngapain di sini? Engga pulang?” tanyaku berbasa-basi.
“tadinya mau pulang. Eh ngeliat elo lagi berdiri diem ngeliat pangeran elo yang bahkan, dia itu ga tau nama lo! Yaudah, gue samperin deh. Mungkin elo kesepian, dan butuh gue..”
“yeeeh”
“kenapa sih elo tuh cinta banget sama Rio? Cowo ganteng di sini banyak loh Fy! Contohnya, ka Iel, Alvin, Cakka. Mereka juga termasuk yang ganteng. Meskipun ga se-wah Rio, setidaknya, mereka lebih ramah sama orang lain. Engga kaya pangeran lo itu. Sombong!”
Aku tersenyum miring menanggapi ucapannya tadi yang secara tak sengaja, menjelekkan Rio.
“Shil, gue cinta Rio karena sikapnya. Dia beda, dia special! Dan dia yang paling indah menurut gue.”
“well well well. Gue bosen denger jawaban elo yang kaya gitu. Yaah, I know. He is special for you, right? Tapi apa elo special juga buat dia? kaya gini tuh, Cuma nyakitin elo doang Fy!”
“gue yang sakit ini. Kenapa elo yang ribet?! Sampe sekarang gue masih fine fine aja, bahkan happy sama apa yang gue rasain ini.”
“kalo gitu, ungkapin sama dia. jangan elo pendem sendiri! Biar dia tau, kalo dia istimewa buat elo.”
“elo mau liat itu Shil?”
Shilla mengangguk.
“fine, look it!”
Aku berjalan ke arahnya. Keluar dari persembunyian, dan melangkah menuju sosok yang daritadi sama sekali tak berhenti berkutat dengan bolanya.
Shilla memandangku terkejut. Lalu berteriak,
“elo mau ke mana Fy? Mau ngapain??”
Aku menoleh ke arah Shilla, lalu tersenyum.
“doain gue…” ucapku pelan.
Aku kembali melangkah, mendekatinya. Entah mengapa, Tiba-tiba saja, perutku terasa panas. Jantungku tak henti-hentinya berdetak dengan cepat. Dan peluhku sudah deras membanjiri daerah pelipisku.
Dan akhirnya, aku sampai dihadapannya. Tidak dihadapannya, hanya di dekatnya kita-kita 2 meter darinya. Jantungku semakin parah. Perutku pun semakin mulas. Namun, aku sudah terlanjur menghampirinya. Dan mau tidak mau, aku harus mengutarakan maksudku.
“em, Rio..” panggilku mencoba menarik perhatiannya.
Namun bukan Rio namanya, jika ia menanggapinya langsung. Aku menghela nafas. Menguatkan mentalku. Dan yakin, aku bisa meluluhkannya meski hanya untuk hari ini saja.
“Rio.” Panggilku lagi. Kali ini lebih keras dan agak berteriak. Tapi ia masih tidak menanggapi panggilanku. Aku mulai sedikit putus asa dan sedikit malu karena aku dicuekin. Tapi aku tidak akan menyerah sampai sini saja.
“Rio, gue mau ngomong!” teriakku keras. Dan kali ini ia berhenti mendrible bolanya. Aku menunggu reaksi selanjutnya dari dia. berharap, suaranya keluar untuk menanggapi panggilanku. Hatiku semakin kotar-katir tak karuan. Sekujur tubuhku bergetar hebat, dan dipenuhi oleh keringat dingin.
“hmm”
Itu saja yang aku dengar darinya, setelah agak lama menunggu reaksi darinya. Dan setelah itu, ia kembali bermain seperti semula. Yasudahlah, yang penting ia sudah menjawabku, setidaknya.
“Rio, gue… gue… gue… suka sama lo!” ungkapku langsung. Meski awalnya kagok dan sangat sangat gugup. Namun akhirnya aku berhasil mengatakanya.
Terlihat, Rio berhenti mendrible bolanya. Dan ia membalikan tubuhnya ke arahku. Yang membuatku terkejut, bukan karena reaksinya yang tak biasa itu. Namun, matanya. Ia menatapku tajam. Seakan kalimat yang ungkapkan tadi menyakitinya. Tatapannya benar-benar sangat membunuh, membuat nyaliku ciut.
Agak lama memandangku seperti itu, dan aku hanya mampu menunduk dan menggigit bibirku. Aku tak akan kuat menatapnya lama-lama. Apalagi, dengan keadaan ditatap seperti itu. Akhirnya, ia tersenyum. Tersenyum? Tentu bukan senyum manis yang kebanyakan orang ramah tunjukan. Melainkan senyum miring yang… yang… mencelos hati. Berarti, ia meremehkan pengungkapanku tadi.
Tak lama kemudian, ia beranjak pergi dari sana. Meninggalkanku sendiri di tengah lapangan, di bawah terik matahari. Sakit. Sakit sekali rasanya. Ia tak menjawab penyataanku atau minimal memperdulikannya. Tidak sama sekali. Air mataku perlahan turun. Aku tak mampu menahannya. Seharusnya aku tau, ia akan mengacuhkanku. Seharusnya aku tidak nekat seperti tadi. Dan kata seharusnya itu terus-trerusan menghantui pikiranku.
***
Hal yang paling menyakitkan, ketika kita menyadari, bahwa telah ada yang lain, yang ternyata telah
menempati hatinya.
***
Mulai dari hari itu, aku tak berani berbicara dengannya lagi. Keacuhannya itu, membuatku trauma untuk hanya sekedar memberikan senyum untuknya. Namun tidak membuatku membencinya, atau ingin melupakannya. Aku tetap mencintainya. Bahkan semakin mencintainya.
Aku tak tau, mengapa aku bisa semakin mencintainya. Mungkin karena aku sudah tau, begitulah sikapnya. Aku tak memperdulikan itu. Yang aku tau, aku menyayanginya.
***
Semakin hari, aku semakin mengenal sikapnya. Aku semakin mengerti bahwa aku memang takkan pernah ada kesempatan untuk meraih hatinya. Aku semakin tau, bahwa ia tak sebaik yang aku kira. Ia tak sesempurna yang aku kira. Dan sekali lagi aku pertegas, aku tetap mencintainya!
Sampai pada saat aku mengetahui kabar itu dari orang-orang. Mengetahui rahasia pribadinya. Mengetahui hal yang selama ini ditutupinya, di rahasiakannya dari orang lain.
“iya, ternyata Mario itu udah punya pacar.”
“iya, anak kelas X juga.”
“namanya, Ashilla.”
“iya, yang cantik itu.”
“beruntung bnget ya dia.”
“iya, bisa dapetin Rio.”
“katanya, pacarannya udah lama banget!”
“dari SMP sih katanya.”
“………………………………..”
Dan semua terus membicarakannya. Aku sangat kaget. Kaget bukan main. Ternyata, selama ini, Shilla… ia tau bagaimana besarnya cintaku terhadap Rio. Bagaimana aku mengaguminya, bagaimana aku mengistimewakannya. Dan ia, ternyata adalah kekasihnya. Kekasih lelaki yang aku cintai.
Mengapa ia tak mau menceritakannya ke aku? Mengapa ia menyembunyikannya? Berarti selama ini, aku membanggakan kekasih sahabatku? Jadi maksud senyum miring Rio kemarin itu?
Pantas saja, ketika aku sedang memuji Rio, ia seakan tak suka aku mengatakannya. Ekspresinya bukan seperti sahabat kebanyakan, yang jika sahabatnya bercerita atau membangga-banggakan ‘gebetannya’ sahabat lainnya akan menanggapinya dengan berbagai doa dan harapan agar si sahabat mampu menakhlukannya. Melainkan, ia pasti terus-terus berusaha menjelek-jelekan Rio. Dan selalu bilang, bahwa Rio bukan yang terbaik untukku.
***
Bila ada hal yang paling membahagiakan, ialah ketika aku melihat senyumnya, meski senyum itu, tidak ia persembahkan untukku.
***
Semenjak berita itu mulai tersebar, hubunganku dan Shilla menjadi renggang. Kami jarang berdua lagi. kami jadi masing-masing. Dan semenjak berita itu tersebar, Rio dan Shilla, menjadi semakin sering berduaan. Menjadi semakin berani menunjukan kemesraan di depan teman-teman.
Sakit? Sangat! Sangat sakit. Tak jarang aku menangis setelah melihat kemesraan mereka. Sedih, sangat sedih! Siapa yang tidak sedih, jika meihat orang yang dikasihinya, bermesraan dengan orang lain?
Namun, aku jadi sering melihat Rio tersenyum. Terkadang malah tertawa lepas. Aku bahagia melihatnya. Akupun ikut tersenyum. meski tak jarang, disaat senyumku merekah dengan manisnya, juga diikuti dengan air mata kepedihan.
Aku selalu menangis, jika aku mengingatnya. Jika aku teringat, bahwa ia bukan milikku. Bahwa ia takkan pernah mungkin bisa untuk aku gapai. Bahwa ia tercipta bukan untukku. Bahwa senyumnya takkan mungkin merekah untukku. Bahwa hatinya, takkan pernah mungkin dapat aku genggam.
Tapi dibalik tangisan itu, tersimpan sejuta kebahagiaan yang tak terhitung besarnya. Melihat senyumnya, melihat tatapan matanya yang tak lagi setajam dulu. Aku bahagia melihatnya.
Aku cukup bahagia dengan ini semua. Aku akan selalu bahagia,melihat ia tersenyum manis. Aku bahagia melihat perubahannya yang cukup drastis. Meski hingga kini, aku masih tak mengerti mengapa ia dulu seperti itu, dan sekarang bisa berubah seperti itu. Aku tak tau apa factor dari itu semua.
Perasaan ini, cinta ini, masih tetap terjaga di hati. Meski yang dicinta takkan mungkin membalasnya. Aku tak mau melupakannya. Biar saja perasaan ini memudar dengan sendirinya. Aku berjanji tak akan merusak hubungan Rio dan Shilla. Meski terkadang aku iri. Aku ingin bisa seperti Shilla. Aku ingin berada diposisinya. Aku ingin merasakan sentuhannya. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh Rio. Aku ingin merasakan peluk ciumnya yang takkan pernah mungkin dapat aku rasakan.
Biarlah rasa ini memudar dengan sendirinya. Aku yakin, meski perih, meski tersiksa, akan ada hikmah dibalik ini semua. Mencintainya, adalah anugrah terindah yang Tuhan berikan untukku. Mencintainya, memberikan aku banyak pelajaran. Mencintainya, membuat aku mengerti, bagaimana rasanya sakit, rasanya bahagia, rasanya diacuhkan dan semuanya.
Aku perlu berterima kasih kepadanya. Mencintainya, memberikan pelajaran yang sangat berharga untukku. Makasih banyak Rio. Walau penantianku tak berujung bahagia, tapi aku bangga. Bangga mencintai kamu. Bangga mencintai lelaki sempurna seperti kamu. Semoga kamu bahagia bersamanya. Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu dan dia.
Ini tak sepenuhnya berakhir. Karena sampai kapanpun, ia akan tetap ada di dalam sini. Meski nanti ada yang mengantikannya, posisinya di dalam sini, tak akan pernah hilang. Ia tetaplah pemilik tahta tertinggi.
***
Aku melangkah diam-diam menuju mejanya saat kelas sedang sepi. Aku lihat kanan-kiri depan belakang. Tak ada siapa-siapa. Aku langsung menegluarkan sebuah amplop kecil berwarna biru muda. Setelah aku teliti lagi, dan masih tetap sempurna, tak ada cacat seperti saat aku tulis, aku langsung letakkan amplop itu di kolong mejanya. Berharap ia akan membacanya. Meski hanya sekedar dibaca.
Setelah itu, aku melangkahkan kaki dari mejanya. Dan kembali ke tempat dudukku seperti semula. Menunggu ia datang, dan segera membuka surat itu. Membacanya, dan mengerti maksudku. Meski ia tak akan pernah mungkin membalasnya. Aku tak perduli. Yang penting, ia mengerti akan apa yang aku rasakan untuknya. Hanya mengerti. Bukan membalasnya. Bukan! Karena aku yakin, sampai langit pagi tak lagi berwarna biru, ia takkan pernah mungkin membalas perasaanku itu.
***
Dan hal yang terindah, ialah, saat melihatnya bahagia, meski bukan denganku. Melihatnya tersenyum, meski senyumnya bukan untukku.
Dan hal yang terburuk, ialah saat aku melihatnya terpuruk. Saat aku melihatnya bersedih, saat aku melihatnya menangis diam-diam.
***
Rio. Seorang pemuda tampan, pemilik tahta tertinggi di dalam hatiku. Seseorang yang selalu aku perhatikan. Seseorang yang selalu aku kagumi, aku banggakan, kepada siapapun, dan di manapun aku berada. Meski aku bukanlah siapa-siapa dalam hidupnya. Meski ia takkan pernah mungkin menanggumiku, membaggakanku juga.
Dialah, seseorang yang selalu hadir dalam anganku, dalam mimpi indahku. Dan dialah yang selalu ada dalam setiap doa dan langkahku. Ke manapun aku, sedang melakukan apapun, aku akan selalu mengingatnya. Meski aku tak ada dalam angannya. Meski aku tak ada dalam mimpi indahnya. Meski aku, tak ada dalam setiap doa dan langkahnya. Meski Ia takkan pernah mengingatku. Takkan mungkin pernah!
Dialah seseorang yang berhasil mencuri, menarik perhatianku. Berawal dari sebuah rasa kagum yang sangat besar terhadapnya, hingga aku selalu mencermati gerak-geriknya. Meski aku tak berhasil mencuri hatinya, menarik perhatiannya. Dan aku tak tak dapat menumbuhkan rasa itu di dalam hatinya untukku. Takkan pernah bisa!
Dan tanpa sadar, ternyata rasa itu perlahan hadir. Tumbuh dengan cepat, dan berkembang dengan indah. Meski pada akhirnya, rasa itu sama sekali tak berarti apa-apa untuknya. Tak berakhir dengan indah seperti pada saat rasa itu tumbuh.
Meski hingga saat ini, aku hanya mampu menemukannya dalam setiap anganku. Aku masih belum mampu menyentuhnya, apalagi hatinya. Ia, terlalu sulit untuk aku takhlukan. Dan aku memang takkan pernah mampu menyentuhnya, dan menakhlukannya. Tak akan pernah mampu!
***
kamu takkan lihat
kamu tak akan lihat
setitik air mata ini
jatuh untukmu ... didepanmu, menangisimu
kamu takkan percaya, kamu tak akan percaya
aku yang terlalu bodoh
menunggumu disini, berharap dirimu
menantikan rasamu ..
kamu juga takkan tau, kamu tak akan pernah tau
lebih dari apapun aku menyayangimu
mengartikamu lebih dari sekedar sempurna
menyayangimu
adalah hal yang terindah
meski sakit
meski hujatan pedang terus menghantam
kamu tetaplah yang terindah
meski dunia begitu lemah akan tawa
kamulah satu-satunya
dan mencintaimu membuatku mengerti
cinta tak selamanya indah
mencintaimu
bagaikan suatu harapan yang tak ada ujungnya
tapi hancurnya aku tak sebanding
saat melihat senyummu
senyum yang benar-benar menghancurkanku
-Alyssa-
***
*tutup mata dan tutup kuping rapet-rapet sambil jongkok dan ngumpet dibalik tirai*
Aaaaaaaaa, maaf banget ya pembaca. Ini pasti ancur banget. Aneh banget! Jelek banget! Ngebosenin! Ga jelas! Bikin ngantuk! Iyaa kan ??? aaaa, maaf baget yaaa temen-temen. *nyatuin kedua tangan didada, sambil nunduk nunduk*
Kan aku udah bilag. Ini cerita lebih pantes ditulis dibuku diary. Iya kan? Makanya jadinya maksa banget gini. Maaf banget kalo ini bener-bener bikin malu.
Itu puisinya, puisi buatan ade aku “Puspa Febryanti” . add yak? Yang mau dapet pahala deh. Hehe. Jangan lupa juga baca ceritanya yang “Egokah Aku” #numpangpromosi
Okeh, maaf banget itu cerpennya kalo ancur, gaje. Udah lama banget pingin bikin cerita kaya gitu, tapi engga ada waktu dan sekarang baru kesampean. Aduh, bener-bener minta maaf yaa kalo itu ceritanya engga muasin banget. Terus maksa banget gitu. Maaf banget.
Kritik ditunggu loh. Soalnya, kritik itu sangat berguna buat ngebantu aku buat jadi yang lebih baik lagi :p yang suka boleh like. Yang ga suka silahkan nuangin uneg-uneg tentang cerita ini.
Makasih.