The Story of The Past - Part 2
Waktu menunjukan pukul 13.10.
Matahari bersinar dengan sangat terik. Dan kini berada tepat di atas bumi.
Membuat udara terasa seperti hembusan api. BIHS
sudah sepi. Seluruh murid telah beranjak dari sekolah menuju rumah masing-masing.
Di saat teman-teman yang lainnya
ingin segera berbaring di tempat tidur kamar guna melepas penat dan lelah,
gadis manis ini justru segera berlari ke ruang musik. Semenjak Sivia
memperkenalkan ruang musik tempo hari, Ify sudah tak sabar ingin menarikan
jemarinya di atas tuts hitam putih piano.
Setelah kini Ify berada di hadapan grand piano putih yang diincarnya sejak
beberapa hari yag lalu, Ify tersenyum lebar. Ia menggosok-gosokan kedua telapak
tangannya. Lalu maju mendekati grand
piano itu. Dengan perlahan dibukanya penutup yang menyembunyikan tuts-tuts
hitam putihnya. Senyum Ify semakin lebar dan tangannya semakin terasa gatal,
tak sabar ingin mencobanya.
Ify duduk di bangku yang tersedia di
hadapan grand piano putih itu. Wajahnya terlihat sangat berseri seperti seorang
anak kecil yang diberikan lolipop besar. Ify mulai menyentuh tuts-tuts itu dan
mencoba menekannya. Terdengar bunyi dentingan.
Ifypun mulai menekan tuts-tuts itu
hingga terdengar lantunan nada yang indah. Ia memulai permainannya. Sebuah intro lagu terdengar. Jemarinya semakin
bermain lincah.
"If ever
you wondered
If you touched
my soul
Yes you do
Since I met
you I'm not the same
You bring life
to everything I do
Just the way
you say hello
With one touch
I can't let go
Never thought
I'd fall in love with you
Because of you
my life has changed
Thank you for
the love and the joy you bring
Because of you
I feel no shame
I'll tell the
world just because of you
Sometimes I
get lonely
And all I
gotta do is think of you
You captured
something inside of me
You make all
of my dreams come true
It's not
enough that you love me for me
You reached
inside and touched me internally
I Love You
best explains how I feel for you
Because of you
my life has changed
Thank you for
the love and the joy you bring
Because of you
I feel no shame
I'll tell the
world just because of you
The magic in
your eyes
True love I
can't deny
When you hold
me
I just lose
control
I want you to
know
That I'm never
letting go
You mean so
much to me
I want the world
to see
It's because
of you
Because of you
my life has changed
Thank you for
the love and the joy you bring
Because of you
I feel no shame
I'll tell the
world just because of you"
(Keith Martin
- Because Of You)
Ify membuka matanya. Senyumnya mengembang.
Hatinya berseri. Lagu itu menghipnotisnya, mengontrol perasaannya. Liriknya
menyentuh. Maknanya sampai ke hati. Itulah alasan Ify menyukai lagu ini.
"Haaaah, seandainya ada
pangeran yang nyanyiin lagu ini buat gue. Ngelamar gue sambil nyanyi lagu ini.
Gue pasti jadi putri yang paling bahagia di dunia...,"gumam Ify berkhayal.
Ify adalah seorang gadis biasa yang
mengimpikan seorang pangeran melamarnya dengan lagu ini. Lagu favoritnya.
Bermimpi suatu saat nanti Ia menjadi seorang putri yang dicintai oleh seorang
pangeran tampan. Itulah salah satu mimpi terbesar dalam hidupnya.
Tiba-tiba sekelebat bayangan tentang
serpihan masa kecilnya terputar di otaknya. Bayangan tentang Mario.
Ify menurunkan penutup tuts-tuts
piano dengan hati-hati. Lalu bertopang dagu. Terlarut dalam sekelebat kisah
masa kecilnya.
°°°°°
Alyssa berlari-lari mengejar sosok
teman laki-lakinya sambil membawa sebuah sketsa bergambar wajahnya dan teman
laki-lakinya. Ia baru saja ditinggal oleh temannya itu. Sebelumnya mereka
tengah saling menggambar sketsa di taman. Dan temannya tiba-tiba saja berlari
menuju sepedanya dan segera mengayuhnya. Alyssa yang terkejut segera berdiri
dan mengejarnya.
"Kak Malio!! Jangan tinggalin
Alyssa! Kak Malio, tungguin Alyssa! Kak Malio!!" teriak Alyssa dengan
suara imutnya. Alyssa masih terus berlari mengejar teman laki-lakinya yang
sedang mengayuh sepeda.
"Ayo kejar Kak Mario kalo
Alyssa bisa!" teriak Mario juga lalu memeletkan lidahnya ke Alyssa.
"Kak Malio jahat! Kak Malio
jahat!!" teriak Alyssa dan berhenti berlari. Alyssa berjongkok lalu
menelungkupkan wajahnya di antara kedua tangannya yang dilipat di atas lutut.
Ia menangis.
Mario menoleh ke belakang. Ia segera
mengerem sepedanya dan memutar balik sepedanya. Mariopun menghampiri Alyssa.
"Alyssa kok nangis? Maafin Kak
Mario ya. Kak Mario cuma bercanda kok," Mario menyentuh bahu Alyssa yang
bergetar.
"Hiks, hiks. Kak Malio jahat!
Kak Malio mau ninggalin Alyssa sendirian."
"Enggak kok. Kan Kak Mario
sayang sama Alyssa. Kak Mario nggak mungkin ninggalin Alyssa sendirian."
ujar Mario lembut seraya mengelus rambut Alyssa.
Alyssa mendongak kepalanya lalu
menatap Mario dengan air mata yang mengalir di pipinya. Tangisnya mereda namun
masih terdengar isakan kecil.
"Beneran Kak Malio nggak
bakalan tinggalin Alyssa sendirian?" tanya Alyssa.
"Iya, beneran. Kak Mario nggak
akan ninggalin Alyssa sendirian," Mario tersenyum meyakinkan Alyssa.
Membuat Alyssa ikut tersenyum.
"Jangan nangis lagi
ya?"Alyssa mengangguk lalu menghapus air matanya.
"Ayo kita naik sepeda. Kak
Mario boncengin deh."
"Beneran?" Mario
mengangguk.
"Ayo!" ajak Mario dan
segera menaiki sepedanya. Alyssapun berdiri di jalu boncengan Rio sambil
memegang pundak Mario. Mario mulai mengayuh sepedanya. Dan merekapun
berkeliling kompleks hingga matahari terbenam. Menikmati sore berdua dengan
tawa khas anak kecil polos yang merasakan indahnya bermain sepeda di sore hari
bersama teman.
°°°°°
Ify menghela nafas. Lalu memejamkan
matanya sejenak. Rasa rindunya terhadap teman kecilnya itu kini menyergap
perasaannya. Di manakah Mario? Ia sangat merindukannya? 10 tahun menghilang
tanpa kabar, serta secara tiba-tiba, membuat tanda tanya besar untuk Ify.
"Huuuh, Kak Mario. Kakak di
mana sih?" gumam Ify seraya menghela nafas berat.
Ify teringat pada sosok kakak
kelasnya yang kemarin melemparkan bola ke kepalanya tanpa sengaja. Sosok
menawan yang sesungguhnya membuatnya jatuh hati sejak pertama menatapnya.
Wajahnya yang sangat manis, membuat sebuah debaran liar di dadanya. Namun ada
hal lain yang lebih menggetarkan hatinya. Sosok itu mengingatkan Ify pada teman
kecilnya, Mario.
Benarkah Mario yang membuatnya jatuh
hati pada pandangan pertama itu adalah Mario teman kecilnya? Jika benar,
mengapa Mario tidak mengenalnya?
Ify menyentuh kalung berbandul 'MA' yang melingkar di lehernya.
Pemberian Mario yang terakhir sebelum akhirnya Mario menghilang entah ke mana.
Ia menundukan kepalanya berusaha melihat kalung tersebut.
Merasa tak ada gunanya meratapi
semuanya, Ify akhirnya mengambil tasnya dan bangkit. Ia segera berjalan menuju
pintu.
Baru saja ingin menyentuh handle pintu dan membukannya, tiba-tiba
saja seseorang membuka pintunya dan membuat dahi Ify terbentur pintu.
DUG!
"Aw!"
°°°°°
Rio melangkah di sepanjang selasar
lantai 2 dengan sedikit tergesa-gesa. Sambil memainkan ponselnya entah apa yang
dilihatnya. Sesampainya di depan pintu ruang musik, Rio menyentuh handle pintu dengan tangan kanannya.
Sedangkan tangan kirinya masih mengutak-atik ponselnya. Dengan mata yang
terfokus pada ponsel, Rio membuka pintu ruang musik dengan sedikit tergesa.
DUG!
"Aw!"
Rio menoleh terkejut ketika
mendengar pekikan seseorang. Ia melebarkan matanya kala mendapatkan seorang
gadis tengah mengelus-elus dahinya sambil meringis. Pasti tadi pintu yang
dibukanya membentur gadis ini. Rio langsung memasukan ponselnya ke dalam saku
celana abu-abunya.
"Aduh, kejedot pintu ya? Sorry sorry, gue nggak tau kalo ada
orang. Sorry, ya," sesal Rio
seraya menghampiri gadis itu.
Ify -gadis yang terbentur pintu-
mendongakan kepalanya. Seketika Ia terkejut melihat Rio berdiri di hadapannya
dengan ekspresi wajah menyesalnya. Namun Ify berusaha bersikap biasa saja.
Menyembunyikanjantungnya yang berdetak tak karuan.
"Ah, nggak apa-apa
kok, Kak. Cuman kaget aja tadi. Hehe," ujar Ify seraya tersenyum,
meyakinkan Rio.
"Serius nggak kenapa-napa? Tapi
jidat lo ungu gitu," tanya Rio memastikan. Ia merasa sedikit tak enak kala
melihat sebuah bulatan yang sedikit menjendol berwarna ungu di dahi Ify.
Ify menyentuh dahinya yang
sebenarnya terasa berdenyut-denyut. Lalu Ia tertawa. "Haha, nggak apa-apa
kok, Kak. Paling dikasih balsem juga sembuh."
Pandangan Rio turun ke bawah
karenaada sesuatu yang menganggu pandangannya. Rio menemukan sebuah kalung berbandul
'MA' yang tergantung di leher Ify.
Rio memicingkan matanya, meneliti kalung itu. Tiba-tiba saja jantungnya
berdebar cepat.
"Kalung itu...," gumam
Rio. Matanya tak lepas dari kalung yang Ify pakai.
Ify mengikuti arah pandang Rio kala
mendengar gumaman Rio. Ia menyentuh bandul kalung itu, lalu di tariknya ke
depan.
"Kakak kenal sama kalung
ini?" tanya Ify seraya mengalihkan pandangan ke Rio yang masih menatap
lekat kalung itu.
"Kalung itu...,"
"Sayaaang."
Suara seseorang membuat Ify
melepaskan tangannya dari kalungnya lalu menoleh. Sedangkan Rio tak sama sekali
mengalihkan pandangannyadari kalung Ify.Sesosok gadis cantik berpenampilan
modis khas remaja metropolitan
berdiri di hadapan Ify dan langsung menggamit lengan Rio. Ify melebarkan
matanya mendengar gadis cantik itu menyebut Rio dengan panggilan sayang.
Merasa ada tangan yang menggamitnya,
Rio langsung menoleh dan mendapati gadisnya berdiri di sebelahnya.
"Eh, Shil...,"tegurnya
sedikit terkejut kala kesadarannya sudah kembali.
"Ashilla...," gumam Ify
terkejut tanpa suara. Seketika Ify merasakan ada sebuah gemuruh menyakitkan di
dadanya.
"Kok ada murid beasiswa
ini?" tanya Ashilla -gadis cantik berpenampilan modis, kekasih Rio- sambil
menatap sinis Ify yang masih terkejut.
"Ini, tadi aku nggak sengaja
bikin dia kejedot pintu sampe benjol gitu jidatnya," jelas Rio. Gadis itu
menoleh menatap Ify. Lalu tertawa meremehkan.
"Oh," gumamnya sinis
dengan nada meremehkan."Jidat lo nggak apa-apa kan? Maafin cowok gue.
Katanya dia nggak sengaja," lanjutnya dengan nada tak berselera.
Ify mengangguk canggung, "Nggak
apa-apa kok. Gue juga yang salah tadi nggak liat-liat dulu."
"Sekali lagi sorry ya. Nggak enak nih gue
jadinya," kata Rio sambil mengangguk tengkuknya. Ify menunjukan senyumnya,
meyakinkan Rio.
"Nggak apa-apa, Kak. Yaudah gue
permisi dulu, ya. Maaf."
°°°°°
Suasana panas matahari yang terasa
pekat di kulittak berpengaruh pada gadis cantik ini. Disupiri dengan mobil
mewah membuatnya merasa nyaman, hingga aktifitasnya mendengarkan lagu dengan earphone berwarna pinknya terasa sangat
sempurna. Sambil memejamkan mata menghayati lagu, Ia sedikit menggoyangkan kaki
atau tangannya mengikuti irama lagu.
Terlahir di tengah keluarga kaya
raya, membuat hidup gadis cantik ini benar-benar indah. Wajah cantiknya dihiasi
dengan mata bulat dan bola mata berwarna almond.
Bibir tipis dengan warna pink merekah tanpa lipgloss.
Hidung kecil mancung, serta kulit putih bersih. Fisik yang sempurna, dengan
tubuh semampai dan ideal.
Namanya Sivia Azizah. Anak dari
pengusaha berlian terkenal, John Darwin sang Ayah dan Renna Azizah sang Ibu.
Kedua orang tua yang sangat menyayanginya dan selalu memenuhi kebutuhan
hidupnya. Memiliki seorang sahabat seperti Agni membuat hidupnya terasa semakin
sempurna. Sahabat dalam suka dan duka. Tak kenal lelah dan pamrih untuk selalu
ada ketika sahabatnya butuh. Ia selalu mensyukuri segala anugrah indah yang
selalu Tuhan limpahkan untuknya.
Mobilnya tiba-tiba saja mengerem
secara dadakan. Membuat Sivia terdorong ke depan dan membentur kursi yang
berada di hadapannya.
"Aduh!" Sivia mengelus
dahinya yang terasa berdenyut-denyut lalu membuka earphonenya.
"Ada apa sih, Pak? Kok ngerem
mendadak?"sunggut Sivia kesal.
"Maaf, Non. Tapi itu, ada teman
Non yang tiba-tiba nyegat, Non," jelas supir Sivia seraya menunjuk seorang
laki-laki dengan Ninja merah yang sudah bertengger di depan mobilnya. Sivia
menatap tajam laki-laki itu, lalu membuka pintu mobil. Ia segera turun dan
menghampiri laki-laki yang tengah berdiri di sebelah motornya dengan senyum
manis yang Ia sunggingkan untuk menyambut Sivia.
"Lo kalo mau mati
janganngelibatin gue dong! Bosen hidup lo!?" bentak Sivia sambil mendorong
pundak laki-laki itu dengan tangan kanannya yang langsung dicengkeram oleh
laki-laki berwajah oriental tersebut.
"Issh, lepasin! Lepas!"
Sivia berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman laki-laki itu. Namun tetap
saja semua itu hanya menjadi usaha yang sia-sia.
"Ikut gue!" serunya seraya
menarik tangan Sivia ke jok belakang motornya.
"ENGGAK! ALVIN JONATHAN,
lepasin tangan gue! Atau nggak...,"
"Atau tangan lo gue patahin!
Naik!"
"Kak Alvin, please lepasin! Gue mau
pulang,"Sivia mulai melunak.
"Gue akan nganter lo pulang.
Setelah lo ikut gue."
"Mau ke mana, Kak?" tanya
Sivia lemas. Jika Alvin -laki-laki berwajah oriental- telah mengancamnya, Ia
tak dapat menolak, karena Ia tahu Alvin takkan main-main dengan ucapannya.
"Ikut aja. Gue nggak akan macem-macem
kok. Justru gue yang akan jagain lo, My
Ladylove," bisik Alvin kala Ia memanggil Sivia dengan sebutan 'My Ladylove'. Menurutnya itu adalah
panggilan sayang. Sivia tercekat mendengar panggilan yang baru pertama kalinya
Alvin ucapkan padanya itu. Sebuah desiran halus terasa di dadanya.
"Non...,"panggilan supir
Sivia membuat keduanya menoleh. Sivia menatap sayu supirnya, lalu menggeleng
dan menyuruhnya pulang duluan.
"Non yakin nggak apa-apa?"
tanya supirnya lagi memastikan.Sivia mengangguk.
"Saya yang akan nganter dia
pulang tanpa satu lecetpun, Pak. Bapak pulang aja,"ujar Alvin seraya
tersenyum. Supir Siviapun mengangguk, lalu kembali masuk ke dalam mobil dan
menjalankan kembali mobilnya.
Sivia menghela nafas.
"Naik!"suruh Alvin setelah
Ia berada di atas motornya. Dengan setengah hati, Sivia akhirnya naik ke motor
Alvin. Setelah memakai helmnya, Alvin segera menggas motornya pergi.
°°°°°
Ify
melangkah dengan langkah yang lebar-lebar. Jantungnya masih berdegup tak
karuan. Ditambah lagi rasa shocknya
mengetahui bahwa Ashilla adalah kekasih Rio.
Ify
berhenti di tengah tangga. Lalu menjatuhkan dirinya di sana. Ia melipat
tangannya di atas lutut lalu menelungkupkan wajahnya di dalam sana. Sedikit
lelah dengan kerinduannya akan Mario dan rasa shocknya mengetahui status Rio sudah tak lagi sendiri.
Ify
mengangkat kembali kepalanya. Lalu menyentuh huruf 'MA' di kalungnya. Ia memutar-mutarkan huruf 'MA' itu dengan telunjuk dan ibu jarinya.
"Baru
juga beberapa hari di sini, udah patah hati aja," gumam Ify seraya
menghela nafas. Ia menundukan kepalanya.
"Patah
hati sama siapa?" suara seseorang mengejutkan Ify dan membuatnya langsung
memutar kepala, menoleh ke sumber suara yang berasal dari tangga di atasnya.
"Hah?"
Ify melebarkan matanya melihat seseorang tengah tersenyum ke arahnya.
°°°°°
Suara pantulan bola basket terdengar
menggema di seluruh sudut lapangan. Hari beranjak sore. Mataharipun bergerak
semakin ke barat. Meski cahayanya masih bersinar dengan sisa semangatnya,
pemuda berwajah tampan ini tetap tak kehilangan semangatnya untuk terus
melemparkan bola ke dalam ring.
Peluh mengucur deras. Namun pemuda
ini tak juga mengindahkannya. Ia tetap mendrible bolanya berulang kali dan
melemparkannya ke dalam ring. Terkadang masuk dengan mulus dan tak jarang juga
meleset.
"Kak,"panggilan seseorang
tak membuatnya berhenti. Ia hanya berhenti berlari namun tetap mendrible
bolanya. Seorang gadis tomboy melangkah mendekatinya lalu mengulurkan sebotol
air mineral.
"Minum dulu, Kak. Lo main kalap
banget. Istirahat dulu," gadis itu memperingati. Sedangkan pemuda tampan
itu hanya menggeleng lemas.
"Payah lo!" cerca gadis
itu, membuat si pemuda menoleh.
"Maksud lo apa, Ag?"
tanyanya tak terima.
"Kak Cakka, lo itu cowok. Cowok
itu seharusnya kuat. Nggak cengeng kaya gini," ujar Agni -gadis tomboy-
dengan nada sedikit meremehkan sambil melempar-lemparkan botol yang tak
diterima oleh Cakka -pemuda tampan- ke atas.
Cakka melemparkan bola basketnya
asal, lalu menarik kerah kemeja Agni. Agni yang terkejut langsung terdiam.
"Lo nggak tau, Ag! Nggak pernah
tau rasanya ditolak! Ditolak sama orang yang lo sayang! Rasanya sakit,
Ag!" bentak Cakka tertahan. Ia menatap Agni dengan tajam. Agni tertawa
meremehkan.
"Sakit yang gue rasain, jauh
lebih menyakitkan!"ujarnya sengit membalas tatapan tajam Cakka. Cakka
melepaskan kasar kemeja Agni lalu mengalihkan pandangannya. Agni merapikan
kembali kemejanya.
"Lo nggak tau kan? Nggak pernah
tau kalo sekarang, gue... lagi ngerasain sakit yang teramat sangat? Lo nggak
tau, karna lo cuman ngurusin hidup lo doang tanpa pernah perduli hidup gue. So, lo nggak usah ngerasa jadi manusia
yang paling terpuruk di dunia ini,"ujar Agni datar tanpa menatap Cakka. Ia
lebih memilih memain-mainkan botol mineral tersebut. Ucapan Agni membuatCakka
menoleh. Sebuah rasa sesal menyergapmya tiba-tiba.
"Sorry, Ag. Gue cuman masih
nggak percaya sama penolakan tadi siang," sesal Cakka.
Agni menoleh. Ia memicingkan matanya
menatap Cakka. Lalu menghela nafas. "Ternyata lo nggak kenal gue. Percuma
lo jadi temen gue dari kecil,"lagi-lagi Agni berucap dengan datar namun
cukup menusuk di hati Cakka. Agni melempar botol itu secara kasar lalu
melangkah pergi meninggalkan Cakka.
Cakka mengacak rambutnya kesal.
"ERRGH!" teriaknya meluapkan emosi. Pikirannya benar-benar
berantakan. Rasa sakit akibat penolakan yang terjadi di sekolah tadi belum juga
hilang, kini ditambah lagi dengan rasa sesalnya terhadap Agni.
Dengan kasar Cakka mengambil tasnya
yang terletak di dekat kakinya. Lalu beranjak pergi dari sana.
°°°°°