Sunday, July 28, 2013

The Story of The Past - Part 2


The Story of The Past - Part 2

            Waktu menunjukan pukul 13.10. Matahari bersinar dengan sangat terik. Dan kini berada tepat di atas bumi. Membuat udara terasa seperti hembusan api. BIHS sudah sepi. Seluruh murid telah beranjak dari sekolah menuju rumah masing-masing.

            Di saat teman-teman yang lainnya ingin segera berbaring di tempat tidur kamar guna melepas penat dan lelah, gadis manis ini justru segera berlari ke ruang musik. Semenjak Sivia memperkenalkan ruang musik tempo hari, Ify sudah tak sabar ingin menarikan jemarinya di atas tuts hitam putih piano.

            Setelah kini Ify berada di hadapan grand piano putih yang diincarnya sejak beberapa hari yag lalu, Ify tersenyum lebar. Ia menggosok-gosokan kedua telapak tangannya. Lalu maju mendekati grand piano itu. Dengan perlahan dibukanya penutup yang menyembunyikan tuts-tuts hitam putihnya. Senyum Ify semakin lebar dan tangannya semakin terasa gatal, tak sabar ingin mencobanya.

            Ify duduk di bangku yang tersedia di hadapan grand piano putih itu. Wajahnya terlihat sangat berseri seperti seorang anak kecil yang diberikan lolipop besar. Ify mulai menyentuh tuts-tuts itu dan mencoba menekannya. Terdengar bunyi dentingan.

            Ifypun mulai menekan tuts-tuts itu hingga terdengar lantunan nada yang indah. Ia memulai permainannya. Sebuah intro lagu terdengar. Jemarinya semakin bermain lincah.

"If ever you wondered
If you touched my soul
Yes you do
Since I met you I'm not the same
You bring life to everything I do
Just the way you say hello
With one touch I can't let go
Never thought I'd fall in love with you

Because of you my life has changed
Thank you for the love and the joy you bring
Because of you I feel no shame
I'll tell the world just because of you

Sometimes I get lonely
And all I gotta do is think of you
You captured something inside of me
You make all of my dreams come true
It's not enough that you love me for me
You reached inside and touched me internally
I Love You best explains how I feel for you

Because of you my life has changed
Thank you for the love and the joy you bring
Because of you I feel no shame
I'll tell the world just because of you

The magic in your eyes
True love I can't deny
When you hold me
I just lose control
I want you to know
That I'm never letting go
You mean so much to me
I want the world to see
It's because of you

Because of you my life has changed
Thank you for the love and the joy you bring
Because of you I feel no shame
I'll tell the world just because of you"

(Keith Martin - Because Of You)

            Ify membuka matanya. Senyumnya mengembang. Hatinya berseri. Lagu itu menghipnotisnya, mengontrol perasaannya. Liriknya menyentuh. Maknanya sampai ke hati. Itulah alasan Ify menyukai lagu ini.

            "Haaaah, seandainya ada pangeran yang nyanyiin lagu ini buat gue. Ngelamar gue sambil nyanyi lagu ini. Gue pasti jadi putri yang paling bahagia di dunia...,"gumam Ify berkhayal.

            Ify adalah seorang gadis biasa yang mengimpikan seorang pangeran melamarnya dengan lagu ini. Lagu favoritnya. Bermimpi suatu saat nanti Ia menjadi seorang putri yang dicintai oleh seorang pangeran tampan. Itulah salah satu mimpi terbesar dalam hidupnya.

            Tiba-tiba sekelebat bayangan tentang serpihan masa kecilnya terputar di otaknya. Bayangan tentang Mario.

            Ify menurunkan penutup tuts-tuts piano dengan hati-hati. Lalu bertopang dagu. Terlarut dalam sekelebat kisah masa kecilnya.
°°°°°

            Alyssa berlari-lari mengejar sosok teman laki-lakinya sambil membawa sebuah sketsa bergambar wajahnya dan teman laki-lakinya. Ia baru saja ditinggal oleh temannya itu. Sebelumnya mereka tengah saling menggambar sketsa di taman. Dan temannya tiba-tiba saja berlari menuju sepedanya dan segera mengayuhnya. Alyssa yang terkejut segera berdiri dan mengejarnya.

            "Kak Malio!! Jangan tinggalin Alyssa! Kak Malio, tungguin Alyssa! Kak Malio!!" teriak Alyssa dengan suara imutnya. Alyssa masih terus berlari mengejar teman laki-lakinya yang sedang mengayuh sepeda.

            "Ayo kejar Kak Mario kalo Alyssa bisa!" teriak Mario juga lalu memeletkan lidahnya ke Alyssa.

            "Kak Malio jahat! Kak Malio jahat!!" teriak Alyssa dan berhenti berlari. Alyssa berjongkok lalu menelungkupkan wajahnya di antara kedua tangannya yang dilipat di atas lutut. Ia menangis.

            Mario menoleh ke belakang. Ia segera mengerem sepedanya dan memutar balik sepedanya. Mariopun menghampiri Alyssa.

            "Alyssa kok nangis? Maafin Kak Mario ya. Kak Mario cuma bercanda kok," Mario menyentuh bahu Alyssa yang bergetar.

            "Hiks, hiks. Kak Malio jahat! Kak Malio mau ninggalin Alyssa sendirian."

            "Enggak kok. Kan Kak Mario sayang sama Alyssa. Kak Mario nggak mungkin ninggalin Alyssa sendirian." ujar Mario lembut seraya mengelus rambut Alyssa.

            Alyssa mendongak kepalanya lalu menatap Mario dengan air mata yang mengalir di pipinya. Tangisnya mereda namun masih terdengar isakan kecil.

            "Beneran Kak Malio nggak bakalan tinggalin Alyssa sendirian?" tanya Alyssa.

            "Iya, beneran. Kak Mario nggak akan ninggalin Alyssa sendirian," Mario tersenyum meyakinkan Alyssa. Membuat Alyssa ikut tersenyum.

            "Jangan nangis lagi ya?"Alyssa mengangguk lalu menghapus air matanya.

            "Ayo kita naik sepeda. Kak Mario boncengin deh."

            "Beneran?" Mario mengangguk.

            "Ayo!" ajak Mario dan segera menaiki sepedanya. Alyssapun berdiri di jalu boncengan Rio sambil memegang pundak Mario. Mario mulai mengayuh sepedanya. Dan merekapun berkeliling kompleks hingga matahari terbenam. Menikmati sore berdua dengan tawa khas anak kecil polos yang merasakan indahnya bermain sepeda di sore hari bersama teman.
°°°°°

            Ify menghela nafas. Lalu memejamkan matanya sejenak. Rasa rindunya terhadap teman kecilnya itu kini menyergap perasaannya. Di manakah Mario? Ia sangat merindukannya? 10 tahun menghilang tanpa kabar, serta secara tiba-tiba, membuat tanda tanya besar untuk Ify.

            "Huuuh, Kak Mario. Kakak di mana sih?" gumam Ify seraya menghela nafas berat.

            Ify teringat pada sosok kakak kelasnya yang kemarin melemparkan bola ke kepalanya tanpa sengaja. Sosok menawan yang sesungguhnya membuatnya jatuh hati sejak pertama menatapnya. Wajahnya yang sangat manis, membuat sebuah debaran liar di dadanya. Namun ada hal lain yang lebih menggetarkan hatinya. Sosok itu mengingatkan Ify pada teman kecilnya, Mario.

            Benarkah Mario yang membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama itu adalah Mario teman kecilnya? Jika benar, mengapa Mario tidak mengenalnya?

            Ify menyentuh kalung berbandul 'MA' yang melingkar di lehernya. Pemberian Mario yang terakhir sebelum akhirnya Mario menghilang entah ke mana. Ia menundukan kepalanya berusaha melihat kalung tersebut.

            Merasa tak ada gunanya meratapi semuanya, Ify akhirnya mengambil tasnya dan bangkit. Ia segera berjalan menuju pintu.

            Baru saja ingin menyentuh handle pintu dan membukannya, tiba-tiba saja seseorang membuka pintunya dan membuat dahi Ify terbentur pintu.

            DUG!

            "Aw!"
°°°°°

            Rio melangkah di sepanjang selasar lantai 2 dengan sedikit tergesa-gesa. Sambil memainkan ponselnya entah apa yang dilihatnya. Sesampainya di depan pintu ruang musik, Rio menyentuh handle pintu dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya masih mengutak-atik ponselnya. Dengan mata yang terfokus pada ponsel, Rio membuka pintu ruang musik dengan sedikit tergesa.

            DUG!

            "Aw!"

            Rio menoleh terkejut ketika mendengar pekikan seseorang. Ia melebarkan matanya kala mendapatkan seorang gadis tengah mengelus-elus dahinya sambil meringis. Pasti tadi pintu yang dibukanya membentur gadis ini. Rio langsung memasukan ponselnya ke dalam saku celana abu-abunya.

            "Aduh, kejedot pintu ya? Sorry sorry, gue nggak tau kalo ada orang. Sorry, ya," sesal Rio seraya menghampiri gadis itu.

            Ify -gadis yang terbentur pintu- mendongakan kepalanya. Seketika Ia terkejut melihat Rio berdiri di hadapannya dengan ekspresi wajah menyesalnya. Namun Ify berusaha bersikap biasa saja. Menyembunyikanjantungnya yang berdetak tak karuan.

                        "Ah, nggak apa-apa kok, Kak. Cuman kaget aja tadi. Hehe," ujar Ify seraya tersenyum, meyakinkan Rio.

            "Serius nggak kenapa-napa? Tapi jidat lo ungu gitu," tanya Rio memastikan. Ia merasa sedikit tak enak kala melihat sebuah bulatan yang sedikit menjendol berwarna ungu di dahi Ify.

            Ify menyentuh dahinya yang sebenarnya terasa berdenyut-denyut. Lalu Ia tertawa. "Haha, nggak apa-apa kok, Kak. Paling dikasih balsem juga sembuh."

            Pandangan Rio turun ke bawah karenaada sesuatu yang menganggu pandangannya. Rio menemukan sebuah kalung berbandul 'MA' yang tergantung di leher Ify. Rio memicingkan matanya, meneliti kalung itu. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar cepat.

            "Kalung itu...," gumam Rio. Matanya tak lepas dari kalung yang Ify pakai.

            Ify mengikuti arah pandang Rio kala mendengar gumaman Rio. Ia menyentuh bandul kalung itu, lalu di tariknya ke depan.

            "Kakak kenal sama kalung ini?" tanya Ify seraya mengalihkan pandangan ke Rio yang masih menatap lekat kalung itu.

            "Kalung itu...,"

            "Sayaaang."

            Suara seseorang membuat Ify melepaskan tangannya dari kalungnya lalu menoleh. Sedangkan Rio tak sama sekali mengalihkan pandangannyadari kalung Ify.Sesosok gadis cantik berpenampilan modis khas remaja metropolitan berdiri di hadapan Ify dan langsung menggamit lengan Rio. Ify melebarkan matanya mendengar gadis cantik itu menyebut Rio dengan panggilan sayang.

           Merasa ada tangan yang menggamitnya, Rio langsung menoleh dan mendapati gadisnya berdiri di sebelahnya.

            "Eh, Shil...,"tegurnya sedikit terkejut kala kesadarannya sudah kembali.

            "Ashilla...," gumam Ify terkejut tanpa suara. Seketika Ify merasakan ada sebuah gemuruh menyakitkan di dadanya.

            "Kok ada murid beasiswa ini?" tanya Ashilla -gadis cantik berpenampilan modis, kekasih Rio- sambil menatap sinis Ify yang masih terkejut.

            "Ini, tadi aku nggak sengaja bikin dia kejedot pintu sampe benjol gitu jidatnya," jelas Rio. Gadis itu menoleh menatap Ify. Lalu tertawa meremehkan.

            "Oh," gumamnya sinis dengan nada meremehkan."Jidat lo nggak apa-apa kan? Maafin cowok gue. Katanya dia nggak sengaja," lanjutnya dengan nada tak berselera.

            Ify mengangguk canggung, "Nggak apa-apa kok. Gue juga yang salah tadi nggak liat-liat dulu."

            "Sekali lagi sorry ya. Nggak enak nih gue jadinya," kata Rio sambil mengangguk tengkuknya. Ify menunjukan senyumnya, meyakinkan Rio.

            "Nggak apa-apa, Kak. Yaudah gue permisi dulu, ya. Maaf."
°°°°°

            Suasana panas matahari yang terasa pekat di kulittak berpengaruh pada gadis cantik ini. Disupiri dengan mobil mewah membuatnya merasa nyaman, hingga aktifitasnya mendengarkan lagu dengan earphone berwarna pinknya terasa sangat sempurna. Sambil memejamkan mata menghayati lagu, Ia sedikit menggoyangkan kaki atau tangannya mengikuti irama lagu.

            Terlahir di tengah keluarga kaya raya, membuat hidup gadis cantik ini benar-benar indah. Wajah cantiknya dihiasi dengan mata bulat dan bola mata berwarna almond. Bibir tipis dengan warna pink merekah tanpa lipgloss. Hidung kecil mancung, serta kulit putih bersih. Fisik yang sempurna, dengan tubuh semampai dan ideal.

            Namanya Sivia Azizah. Anak dari pengusaha berlian terkenal, John Darwin sang Ayah dan Renna Azizah sang Ibu. Kedua orang tua yang sangat menyayanginya dan selalu memenuhi kebutuhan hidupnya. Memiliki seorang sahabat seperti Agni membuat hidupnya terasa semakin sempurna. Sahabat dalam suka dan duka. Tak kenal lelah dan pamrih untuk selalu ada ketika sahabatnya butuh. Ia selalu mensyukuri segala anugrah indah yang selalu Tuhan limpahkan untuknya.

            Mobilnya tiba-tiba saja mengerem secara dadakan. Membuat Sivia terdorong ke depan dan membentur kursi yang berada di hadapannya.

            "Aduh!" Sivia mengelus dahinya yang terasa berdenyut-denyut lalu membuka earphonenya.

            "Ada apa sih, Pak? Kok ngerem mendadak?"sunggut Sivia kesal.

            "Maaf, Non. Tapi itu, ada teman Non yang tiba-tiba nyegat, Non," jelas supir Sivia seraya menunjuk seorang laki-laki dengan Ninja merah yang sudah bertengger di depan mobilnya. Sivia menatap tajam laki-laki itu, lalu membuka pintu mobil. Ia segera turun dan menghampiri laki-laki yang tengah berdiri di sebelah motornya dengan senyum manis yang Ia sunggingkan untuk menyambut Sivia.

            "Lo kalo mau mati janganngelibatin gue dong! Bosen hidup lo!?" bentak Sivia sambil mendorong pundak laki-laki itu dengan tangan kanannya yang langsung dicengkeram oleh laki-laki berwajah oriental tersebut.

            "Issh, lepasin! Lepas!" Sivia berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman laki-laki itu. Namun tetap saja semua itu hanya menjadi usaha yang sia-sia.

            "Ikut gue!" serunya seraya menarik tangan Sivia ke jok belakang motornya.

            "ENGGAK! ALVIN JONATHAN, lepasin tangan gue! Atau nggak...,"

            "Atau tangan lo gue patahin! Naik!"

            "Kak Alvin, please lepasin! Gue mau pulang,"Sivia mulai melunak.

            "Gue akan nganter lo pulang. Setelah lo ikut gue."

            "Mau ke mana, Kak?" tanya Sivia lemas. Jika Alvin -laki-laki berwajah oriental- telah mengancamnya, Ia tak dapat menolak, karena Ia tahu Alvin takkan main-main dengan ucapannya.

            "Ikut aja. Gue nggak akan macem-macem kok. Justru gue yang akan jagain lo, My Ladylove," bisik Alvin kala Ia memanggil Sivia dengan sebutan 'My Ladylove'. Menurutnya itu adalah panggilan sayang. Sivia tercekat mendengar panggilan yang baru pertama kalinya Alvin ucapkan padanya itu. Sebuah desiran halus terasa di dadanya.

            "Non...,"panggilan supir Sivia membuat keduanya menoleh. Sivia menatap sayu supirnya, lalu menggeleng dan menyuruhnya pulang duluan.

            "Non yakin nggak apa-apa?" tanya supirnya lagi memastikan.Sivia mengangguk.

            "Saya yang akan nganter dia pulang tanpa satu lecetpun, Pak. Bapak pulang aja,"ujar Alvin seraya tersenyum. Supir Siviapun mengangguk, lalu kembali masuk ke dalam mobil dan menjalankan kembali mobilnya.

            Sivia menghela nafas.

            "Naik!"suruh Alvin setelah Ia berada di atas motornya. Dengan setengah hati, Sivia akhirnya naik ke motor Alvin. Setelah memakai helmnya, Alvin segera menggas motornya pergi.
°°°°°

            Ify melangkah dengan langkah yang lebar-lebar. Jantungnya masih berdegup tak karuan. Ditambah lagi rasa shocknya mengetahui bahwa Ashilla adalah kekasih Rio.

            Ify berhenti di tengah tangga. Lalu menjatuhkan dirinya di sana. Ia melipat tangannya di atas lutut lalu menelungkupkan wajahnya di dalam sana. Sedikit lelah dengan kerinduannya akan Mario dan rasa shocknya mengetahui status Rio sudah tak lagi sendiri.

            Ify mengangkat kembali kepalanya. Lalu menyentuh huruf 'MA' di kalungnya. Ia memutar-mutarkan huruf 'MA' itu dengan telunjuk dan ibu jarinya.

            "Baru juga beberapa hari di sini, udah patah hati aja," gumam Ify seraya menghela nafas. Ia menundukan kepalanya.

            "Patah hati sama siapa?" suara seseorang mengejutkan Ify dan membuatnya langsung memutar kepala, menoleh ke sumber suara yang berasal dari tangga di atasnya.

            "Hah?" Ify melebarkan matanya melihat seseorang tengah tersenyum ke arahnya.
°°°°°

            Suara pantulan bola basket terdengar menggema di seluruh sudut lapangan. Hari beranjak sore. Mataharipun bergerak semakin ke barat. Meski cahayanya masih bersinar dengan sisa semangatnya, pemuda berwajah tampan ini tetap tak kehilangan semangatnya untuk terus melemparkan bola ke dalam ring.

            Peluh mengucur deras. Namun pemuda ini tak juga mengindahkannya. Ia tetap mendrible bolanya berulang kali dan melemparkannya ke dalam ring. Terkadang masuk dengan mulus dan tak jarang juga meleset.

            "Kak,"panggilan seseorang tak membuatnya berhenti. Ia hanya berhenti berlari namun tetap mendrible bolanya. Seorang gadis tomboy melangkah mendekatinya lalu mengulurkan sebotol air mineral.

            "Minum dulu, Kak. Lo main kalap banget. Istirahat dulu," gadis itu memperingati. Sedangkan pemuda tampan itu hanya menggeleng lemas.

            "Payah lo!" cerca gadis itu, membuat si pemuda menoleh.

            "Maksud lo apa, Ag?" tanyanya tak terima.

            "Kak Cakka, lo itu cowok. Cowok itu seharusnya kuat. Nggak cengeng kaya gini," ujar Agni -gadis tomboy- dengan nada sedikit meremehkan sambil melempar-lemparkan botol yang tak diterima oleh Cakka -pemuda tampan- ke atas.

            Cakka melemparkan bola basketnya asal, lalu menarik kerah kemeja Agni. Agni yang terkejut langsung terdiam.

            "Lo nggak tau, Ag! Nggak pernah tau rasanya ditolak! Ditolak sama orang yang lo sayang! Rasanya sakit, Ag!" bentak Cakka tertahan. Ia menatap Agni dengan tajam. Agni tertawa meremehkan.

            "Sakit yang gue rasain, jauh lebih menyakitkan!"ujarnya sengit membalas tatapan tajam Cakka. Cakka melepaskan kasar kemeja Agni lalu mengalihkan pandangannya. Agni merapikan kembali kemejanya.

            "Lo nggak tau kan? Nggak pernah tau kalo sekarang, gue... lagi ngerasain sakit yang teramat sangat? Lo nggak tau, karna lo cuman ngurusin hidup lo doang tanpa pernah perduli hidup gue. So, lo nggak usah ngerasa jadi manusia yang paling terpuruk di dunia ini,"ujar Agni datar tanpa menatap Cakka. Ia lebih memilih memain-mainkan botol mineral tersebut. Ucapan Agni membuatCakka menoleh. Sebuah rasa sesal menyergapmya tiba-tiba.

            "Sorry, Ag. Gue cuman masih nggak percaya sama penolakan tadi siang," sesal Cakka.

            Agni menoleh. Ia memicingkan matanya menatap Cakka. Lalu menghela nafas. "Ternyata lo nggak kenal gue. Percuma lo jadi temen gue dari kecil,"lagi-lagi Agni berucap dengan datar namun cukup menusuk di hati Cakka. Agni melempar botol itu secara kasar lalu melangkah pergi meninggalkan Cakka.

            Cakka mengacak rambutnya kesal. "ERRGH!" teriaknya meluapkan emosi. Pikirannya benar-benar berantakan. Rasa sakit akibat penolakan yang terjadi di sekolah tadi belum juga hilang, kini ditambah lagi dengan rasa sesalnya terhadap Agni.

            Dengan kasar Cakka mengambil tasnya yang terletak di dekat kakinya. Lalu beranjak pergi dari sana.
°°°°°

No comments:

Post a Comment