Seandainya (Cerpen) *Bagian 2*
Rio menunduk mendengarkan penjelasan dokter tentang kondisi tubuhnya
pasca kecelakaan tadi terjadi. Memang belum pasti apa yang dokter
katakan itu, karena masih banyak tes lab yang harus Rio jalani untuk
mendapatkan hasil yang benar-benar akurat. Mudah-mudahan saja tidak
terjadi apa-apa dengan salah satu anggota tubuhnya.
Setelah mengucapkan terima kasih, Rio keluar dari ruangan dokter
lalu duduk di salah satu kursi yang ada. Bukan kondisi tubuhnya yang Ia
pikirkan, tetapi malah bayang-bayang wajah Ify dan suara teriakan yang
menyebutkan nama kekasihnya yang berputar di kepalanya.
Ia masih belum mengetahui bagaimana keadaan Ify yang tadi terakhir
dilihatnya dalam keadaan pucat. Bukan. Bukan hanya saat terakhir
dilihatnya saja, tetapi juga semenjak pertama kali Ia melihat Ify,
wajahnya memang sudah pucat. Sampai-sampai Rio pernah berfikiran bahwa
wajah Ify memang seperti itu. Namun sepertinya tidak mungkin. Sepertinya
ada sesuatu yang telah terjadi pada Ify. Tapi apa?
Ah, lebih baik Rio kembali ke Jakarta sekarang juga. Tak akan ada
gunanya Ia di sini hanya menunggu kabar yang tak pasti. Ia akan berusaha
mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan kekasihnya, Ify.
*******************
Rio mondar-mandir di depan tempat tidurnya. Ia cemas karena daritadi
Ify tidak dapat dihubungi. Telepon pertamanya tak diangkat. Telepon
keduanya diriject. Telepon ketiganya nomor Ify sudah tidak aktif. Sudah
seminggu juga Ify tidak terlihat di sekolah. Tampaknya Ify tidak masuk
sekolah. Saat Rio datangi rumahnya, rumah Ify tampak sepi. Seperti tak
berpenghuni.
Ada apa dengan Ify? Apa telah terjadi sesuatu yang buruk padaIfy?
Apa Ify sakit parah? Pasalnya semenjak hari jadiannya itu, Ify
benar-benar menghilang tak ada kabar.
“Kamu ke mana sih, Fy?” gumam Rio menatap layar BBnya yang terpasang walpaper Ify.
“Mudah-mudahan aja besok kamu masuk ya,” doa Rio.
*******************
Ify melempar BBnya ke sembarang arah, lalu berdecak kesal. Ia baru
saja mematikan hapenya. Setelah sebelumnya sempat tidak merespon dan
meriject telepon dari Rio. Wajah pucatnya menggambarkan ekspresi berat.
Berat berusaha menjauhi Rio.
Sang ayah masuk ke dalam kamar Ify dengan semangkuk bubur di tangannya. Lalu duduk di sebelah Ify.
“Fy, makan ya?”
Ify menatap sang ayah lalu tanpa sadar Ia menitihkan air matanya.
“Loh? Kok malah nangis sih?” tanya sang ayah bingung sambil meletakkan mangkuk bubur itu di meja sebelah tempat tidur Ify.
“Ayah, maafin Ify, ya, Yah. Ify udah sering bohongin ayah. Ify
nakal. Ify engga nurutin kata-kata ayah. Maafin Ify kalo ayah kecewa
atau sakit hati sama sifat Ify,” lirih Ify dengan air mata yang sudah
bercucuran di matanya.
Sang ayah menatap Ify sebentar lalu menarik kedua tepi bibirnya
membentuk sebuah senyuman. Kemudian beliau menyentuh kedua pipi sang
putri tercinta dan menghapus air matanya.
“Iya sayang. Ayah udah maafin Ify sebelum Ify minta maaf sama ayah,”
“Makasih Ayah. Ify janji, Ify ga akan nakal lagi. Ify juga janji, Ify akan jauhin kak Rio demi ayah,”
Ayah Ify tersenyum lalu menarik putrinya ke dalam pelukannya. Beliau
tau, meski Ify sedikit keras kepala, namun Ify sangat menyayanginya.
Dan Ify adalah putrinya yang selalu menuruti perkataan ayahnya. Meski
kini Ify sudah tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang sangat cantik,
namun usia remajanya takkan merubah hatinya untuk menjadi seorang anak
pembakang.
*******************
Rio terdiam di bangkunya. Masih memikirkan Ify yang sampai saat ini
belum ada kabar sama sekali. Ia sangat cemas memikirkan keadaan Ify. Ia
takut telah terjadi sesuatu yang buruk pada Ify.
Namun tiba-tiba seorang gadis mirip Ify melintasi depan kelasnya.
Rio yang saat terdiam tadi melihat ke arah luar pintu kelasnya, langsung
terlonjak dari kursinya dan segera berlari menghampiri gadis yang
diyakininya adalah Ify itu.
“Ify! Fy!” Rio menyerukan nama Ify berusaha memanggil gadis itu dan
menghentikan langkahnya. Namun gadis itu tidak berhenti ama sekali dan
terus berjalan seperti tak ada yang memanggilnya. Namun Rio tetap
mengejarnya.
“Fy!”
Kini Rio berhasil menarik tangan gadis itu dan membuatnya berhenti melangkah.
“Fy, kamu ke mana aja? Kenapa aku telpon ga diangkat?” tanya Rio langsung to the point.
Ify hanya melirik Rio dengan tampang yang dingin. Membuat Rio mengerutkan keningnya bingung.
“Fy?”
“Emang penting ya?” tanya Ify dengan nada dingin.
“Iyalah, Fy. Akukan khawatir sama kamu,”
“Ga penting,”
“Penting, Fy. Kamu kan pacar aku. Kamu kenapa sih, Fy?”
“Pacar? Itu dulu! Sekarang udah engga!” seru Ify dingin, lalu langsung melangkah meninggalkan Rio.
“Ha? Maksud kamu apa, Fy?” taya Rio kaget, mengikuti langkah Ify.
Ify berhenti melangkah lalu berbalik badan menatap tajam Rio,
“Kurang jelas? Kita putus!” Ify langsung berbalik badan lagi dan
melangkah pergi.
“Fy? Maksud kamu mutusin aku apa? Jelasn ke aku, Fy? Salah aku apa?
IFYYY!!!” Ify terus melangkah tanpa memperdulikan teriakan meminta
penjelasan dari Rio. Rio menendang benda apapun yang ada di hadapannya.
Meluapkan keksalan dan kekecewaan hatinya.
Ify dapat mendengar suara benda yang ditendang itu. Ia tau ini
menyakiti Rio. Bukan hanya Rio, tapi juga hatinya. Ia juga berat harus
mengatakannya tadi. Namun Ia telah berjanji pada sang ayah, Ia akan
menuruti semua yang ayahnya bilang padanya.
‘Maafin aku, Kak Rio. Aku terpaksa nyakitin kamu. Ini demi ayah,
Kak. Aku emang menyayangi kamu, tapi aku lebih menyayangi ayah. Cuman
ayah satu-satunya yang aku punya. Aku gaakan bisa hidup tanpa ayah. Ayah
segala-galanya buat aku. Dan aku gamau nyakitin ayah dan bikin ayah
kecewa. Maafin aku, kak Rio. Maafin aku,’ batin Ify sambil terus
melangkah dan menghapus air matanya yang terjatuh sejak tadi Ia
meninggalkan Rio.
Meskipun Ia mencintai lelaki itu, tapi ia lebih membutuhkan Ayahnya.
Ayah adalah segala-galanya untuknya. Memang sangat berat melepaskan
Rio, namun kebahagiaan ayahnya jauh lebih penting dari apapun. Ia takkan
mengecewakan ayahnya.
*******************
Ify melangkahka kakinya di sepanjang koridor sekolah. Meskipun harus
belajar dengan wajah pucat pasi, Ify tetap menjalani kewajibannya
sebagai seorang pelajar seperti hari-hari biasanya. Dengan langkah biasa
saja, Ify melewati aktifitas yang terjadi di koridor sekolahnya.
Ify menghentikan langkahnya secara mendadak karena tiba-tiba Ia
merasakan kepalanya terasa sangat berat. Dadanya terasa sangat sesak.
Matanyapun berbayang. Dada Ify terasa semakin sesak. Ify memegangi
dadanya yang terasa seperti tercekat sesuatu yang membuatnya sulit
bernafas. Nafasnya tersengal-sengal.
Kakinya semakin lama semakin melemas dan akhirnya tidak kuat menumpu
tubuhnya. Ify terjatuh ke lantai dengan posisi tubuh menyamping. Masih
sambil memegangi dadanya yang masih terasa sesak itu.
Seluruh murid yang berada di koridor itu menghampiri Ify dan
mengelilinginya. Murid-murid yang berada di sekitar radius 20 meter
tempat kejadian berlari-lari menghampiri lokasi karena sudah banyak
murid yang mengerubungi.
Rio yang sedang berjalan menaiki tangga yang menuju ke pintu masuk
koridor bingung melihat orang-orang yang berlari-larian menuju ke tengah
koridor. Karena penasaran, akhirnya Rio mengikuti mereka semua.
Setelah berhasil misi sana sini, akhirnya Rio berhasil menyerobot
kerumunan dan alangkah terkejutnya Ia melihat Ify dengan nafas tersengal
sambil memegangi dadanya dan hampir semaput.
“IFYYYY!!!”
*******************
Rio dengan panik menunggu Ify diperiksa di ruang tunggu. Ia tadi
telah menghubungi ayah Ify dan mengabarkan bahwa Ify hampir pingsan di
koridor sekolah.
Kini Rio benar-benar yakin telah terjadi sesuatu pada Ify. Wajah
pucatnya, bibir putihnya, tatapan sayu matanya, sampai tadi Ify hampir
semaput di koridor.
Semenjak pertama kali mengenal Ify, Rio memang tidak menemukan suatu
sinar yang sangat terang di mata Ify. Pada awalnya memang sinar itu ada
walaupun tidak secerah sinar mata orang kebanyakan. Namun semakin lama
sinar itu semakin redup sampai pada saat terkahir kemarin Ia menatap
matanya itu. Sinar itu terlihar hampir redup.
Meskipun kemarin matanya menatap dingin dan tajam, namun Rio tetap
melihat kesayuan dari mata itu. Kantung mata berwarna coklat kehitaman,
tergambar jelas di bawah matanya.
‘Ada apa sama kamu, Fy?’ batin Rio bertanya.
Terdengar suara langkah kaki berlari. Rio menoleh dan mendapati ayah
Ify dengan wajah panik menghampiri ruang UGD. Rio bangkit berdiri
hendak menghampiri ayah Ify.
“Om,” sapa Rio.
“Ngapain kamu di sini? Pergi sana!” usir ayah Ify.
“Om, tolong sekali ini aja, Om. Saya mau tau apa yang sebenernya terjadi sama Ify,” Rio memohon.
Ayah Ify terdiam.
“Om, saya mohon, Om,”
Ayah Ify terdiam lalu menghela nafas berat.
*******************
Dokter memvonis Ify menderita leukimia stadium tiga enam bulan yang
lalu. Menurut dokter, penyakit ini sangat telat terdeteksinya.
Penanganan yang bisa dilakukanpun terbatas. Satu-satunya cara untuk
menyembuhkannya yaitu dengan cangkok sumsum tulang belakang. Tapi sampai
sekarang saya belum menemukan pendonor yang tepat. Saya takut umur Ify
tidak panjang lagi.
Penjelasan ayah Ify di rumah sakit tadi cukup membuatnya shock. Rio
benar-benar tidak menyangka bahwa penyakit Ify benar-benar seserius itu.
Pantas saja Ify sering mimisan secara tiba-tiba. Wajahnya sering pucat.
Dan semakin hari bibirnya semakin memutih.
Apa yang bisa Ia lakukan untuk menolong Ify? Adakah keajaiban untuk
Ify agar Ify dapat kembali hidup normal seperti dirinya dan remaja lain.
Ia menginginkan Ify sembuh.
*******************
Rio masuk ke dalam ruang rawat Ify. semenjak saat itu, ayah Ify tak
lagi melarang Rio menemui Ify. mungkin menurut ayah Ify, hanya Rio
satu-satunya penyemangat hidup Ify untuk terus bertahan melawan
penyakitnya. Mungkin Rio bisa membantu mengurangi sedikit beban Ify.
Rio menghampiri Ify yang sedang memejamkan mataya tapi tidak
tertidur. Ify lantas membuka mata ketika mendegar suara pintu dibuka.
“Kamu….”
“Ayah kamu udah ngizinin kok,” jelas Rio sambil tersenyum, “Gimana keadaan kamu?”
“Kaya yang kamu liat. Aku baik-baik aja,”
Rio tersenyum lalu duduk di kursi yang ada di sebelah tempat tidur Ify.
“Cepet sembuh ya? Nanti aku nyanyiin lagu yang kemaren lagi buat kamu,”
Ify tersenyum senang lalu mengangguk lemah.
“Aku kangen suara kamu,”
“Makanya kamu cepet sembuh, biar bisa dengerin aku nyanyi lagi,”
“Pastinya….”
Rio tersenyum lalu menggenggam tangan Ify yang sedang terpasang
selang infus. Diangkatnya tangan Ify lalu dikecupnya dengan lembut.
Tanpa terasa Ia menitihkan air matanya. Entah mengapa ini benar-benar
menyedihkan. Ia benar-benar berharap, Tuhan tak mengambil Ify darinya.
“Loh? Kak Rio kok nangis?” Ify menyentuh pipi Rio lalu menghapus air matanya.
Rio meraih tangan Ify yang sedang menyentuh pipinya, lalu digenggamnya lembut.
“Aku sayang kamu, Fy,”
“Aku juga kak,”
Entah mengapa keadaan melow itu tercipta. Namun Rio tak perduli.
Yang Ia tau, Ia hanya ingin terus bersama Ify. Ia tak mau kehilangan
Ify. Ia sangat menyayangi Ify. Ia tak perduli dengan apapun. Yang Ia
tau, Ia ingin Ify tetap dapat terus bersamanya, menemaninya, selamanya.
*******************
Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu ayahnya datang juga. Ada pendonor
yang cocok untuk Ify. dengan sangat gembira, Ayah Ify memberitahukanya
pada Ify dan juga Rio yang sedang menjenguk Ify kala itu.
“Akhirnya ada pendonor yang cocok buat kamu, Fy,” seru ayah Ify dengan wajah yang berseri-seri.
“Beneran, Yah?” tanya Ify tak kalah berseri.
“Bener… Kata dokter besok bisa dioperasinya,”
“Aaaaah, akhirnya aku bisa sembuh, Yah. Aku bisa sembuh, Kak. Aku bisa sembuh,”
“Akhirnya, Fy… Aku juga seneng banget,”
Ifypun memeluk Rio saking senengnya. Semoga ini awal yang baik dan indah untuknya, dan tentu saja, Rio….
*******************
Operasi telah selesai dilaksanakan. Setelah melewati beberapa test,
Ify dinyatakan 100% telah bersih dari dari kankernya. Ify senang sekali
mendengarnya. Ia benar-benar bahagia. Namun ada satu yang mengganjal
hati Ify. Semenjak Ify sadar dari operasi, Rio tidak terlihat
menjenguknya.
Akhirnya Ify bisa bersekolah lagi seperti biasa. Dengan hati riang
gembira, Ify menyusuri koridor sekolahnya. Ia sangat merindukan Rio.
Sudah hampir dua minggu Ify tidak bertemu dengan Rio.
Dengan tidak sabar, Ify segera melangkah menuju kelas Rio berharap
dapat menemukan Rio di dalam kelasnya. Namun tiba-tiba saja harapannya
pupus ketika Ia tidak menemukan Rio ataupun tasnya.
Ify bertanya pada teman-teman sekelasnya Rio, namun tidak ada yang
tau di mana keberadaan Rio. Karena Rio juga sudah hampir dua minggu
tidak masuk sekolah. dengan kecewa Ify kembali melangkah menuju ke
kelasnya.
*******************
“Yah, Ayah tau engga Kak Rio ke mana? Kok gapernah keliatan ya, Yah?
Tadi aja di sekolah juga ga ada. Kata temen-temennya Kak Rio dua hampir
dua minggu ga masuk. Hapenya aku teleponin juga ga aktif,” tanya Ify
pada sang ayah ketika mereka sedang maka beruda di meja makan.
Ayah Ify yang tadinya ingin menyuap sesuap nasi tiba-tiba saja
terdiam kaku mendengar pertanyaan Ify. Beliau bingung harus menjawab
apa. Ify mengerutkan keningnya, bingung melihat ekspresi ayahnya yang
berubah secara tiba-tiba.
“Yah, kok ayah diem aja?”
“Em, begini, Fy,” Ayah Ify memikirkan kata-kata yang tepat untuk
menceritakan pada Ify, “Rio….. Dia bener-bener laki-laki yang baik. Baik
banget…..”
Ify terkekeh, “Yah Ayah baru tau sih. Kak Rio tuh emang baik banget, Yah,”
Ayah Ify tersenyum kecil, “Sebelum operasi kamu, Rio cerita sesuatu sama ayah,”
“Cerita apa, Yah?”
“Dulu waktu kamu kambuh pas di Bogor, Rio sempet ketabrak motor sampe tulang rusuknya patah,”
Ify membelalakan matanya sedikit kaget, “Ha? Kok bisa Yah? Terus
keadaan Kak Rionya gimana? Kok ga keliatan kaya abis kecelakaan sih?”
“Ya, karna kecelakaan itu, ada beberapa sel sarafnya yang rusak,”
“Separah itu, Yah? Kok kak Rio ga pernah cerita ya? Nanti pokoknya
Ify mau marahin kak Rio ah. Ga cerita-cerita sama Ify,” Ify memanyunkan
bibirnya.
“Pas tau kamu sakit dan butuh donor sumsum tulang belakang, Rio
shock berat. Dia bingung harus ngelakuin apa aja supaya kamu bisa
sembuh. Ternyata tanpa sepengatahuan ayah, dia nemuin dokter dan….”
Ayah Ify menggantung kalimatnya. Bingung bagaimana menyampaikannya pada Ify. Ify semakin penasaran dibuatnya.
“Dan apa, Yah?”
“Ternyata Rio ngikutin test kecocokan sumsum tulang belakang kamu, Fy,”
Ify membelalak kaget mulai mengerti maksud sang ayah, “Yah, jangan bilang kalo kak Rio…..”
“Hasilnya ternyata cocok. Dengan resiko komplikasi, Rio nekat
menyetujui pendonoran itu. dan akhirnya Rio rela menyerahkan nyawanya
supaya kamu sembuh,” jelas sang Ayah.
Mata Ify terasa panas. Air mata mulai menggenangi pelupuk matanya.
Benarkah Rio yang mendonorkan sumsum tulang belakang padanya? Benarkah
Ify sembuh atas bantuan Rio? benarkah Rio rela mengorbankan nyawanya
hanya untuk membuatnya sembuh kembali?
Sesak terasa memenuhi rongga dadanya. Dan perlahan air mata
menyeruak turun membasahi pipinya menerima kenyataan pahit yang
diketahuinya kini.
“Ayah kenapa ga cerita sama Ify dari kemaren?!!! Kenapa juga Rio rela ngedonorin sumsum tulang belakangnya buat Ify??!!”
Ayah Ify tidak tega melihat putrinya harus menghadapi kenyataan sepahit ini. Beliau mengelus pipi sang putri.
“Ify, aya tau ini berat. Tapi kamu harus belajar ngeikhlasin takdir
ya, sayang,” Ayah Ify bangkit menuju kamar, lalu kembali lagi membawa
sebuah amplop coklat. Ayah Ify menyerahkan amplop coklat itu pada Ify.
“Rio nitipin ini ke ayah. Kataya buat kamu,”
Dengan tangan gemetar, Ify menerima amplop coklat itu. Tanpa
basa-basi Ify langsung bangkit dari kursinya dan segera menuju ke
kamarnya.
Sang Ayah bisa merasa luka yang mendalam yang dirasakan sang putri.
Beliau tau bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kita kasihi.
Sangat menyakitkan….
*******************
Dengan tangan gemetar dan air mata yang terus menyeruak menjatuhi
pipinya, Ify membuka amplop coklat itu. Ternyata isinya adalah sebuah
VCD. Ify langsung mengambil lapotopnya dan menyalakannya. Setelah itu
memutar VCD itu.
Ternyata isinya adalah video dari Rio. terlihat di layar laptop Ify
Rio sedang duduk sambil memangku gitarnya. Rio tersenyum ke arah kamera.
“Hai, Ify….” sapa Rio di awal.
“Hai kak Rio…” balas Ify seakan Rio sedang berada di hadapannya
sambil tersenyum perih. Air matanya tak berhenti turun membasahi
pipinya.
“Gimana keadaan kamu? Pasti udah baik dong. Udah sembuh deh pasti.
Pasti udah catik, mukanya udah ga pucet lagi. Bibirnya udah ga putih
lagi. Ah, jadi penasaran kamu kaya apa kamu sekarang..,”
“Ini berkat kamu kak Rio.,”
“Oh iya, aku kan pernah janji sama kamu mau nyanyiin kamu lagu yang waktu itu kalo kamu udah sembuh. Inget kan?”
“Cepet sembuh ya? Nanti aku nyanyiin lagu yang kemaren lagi buat kamu,”
Kata-kata Rio tempo hari di rumah sakit terputar kembali di benak Ify. air mata Ify makin mengalir deras mengingatnya.
Ify mengangguk menjawab pertanyaan Rio, seakan Rio melihatnya, “Aku inget, kak,”
“Nah, kemungkinan besar aku ga bisa menuhin janji aku dihadapan kamu
langsung. Jadi video ini sengaja aku bikin, buat nepatin janji aku.
Biar aku pergi ga bawa utang sama kamu, hehe,”
“Lagu ini spesial banget buat kamu. Ini lagu tuh aku yang nyiptain
sendiri. Inspirasinya dari kamu, dari kisah kita. Dulu kan kita ga
dibolehin deket sama ayah kamu. Eh, giliran sekarang udah diizinin,
akunya malah harus pergi, hehe”
Ify tersenyum perih seraya menatap layar laptopnya. Memandang wajah manis itu. Wajah menawan yang mampu membuatnya jatuh hati.
“Dengerin ya lagunya, buat Alyssa..”
Saat nanti kita tak bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang karna mereka
Berusaha menjauhkan kita
Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Saat kau tak di sini
Saat nanti kita tak bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang karna mereka
Berusaha menjauhkan kita
Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Saat kau tak di sini
Ify menyentuh layar laptopnya tepat pada wajah Rio yang tengah
menyunggingkan sebuah senyum. Dielusnya wajah itu seperti Rio sedang
berada di hadapannya. Air matanya bercucuran semakin deras. Ia rindu
wajah ini. Ia rindu senyumnya. Ia rindu tatap matanya. Ia rindu
sentuhnya. Ia rindu segalanya yang ada pada lelaki ini. Ia rindu Rio.
“Maafin aku ya, Fy kalo selama ini sering banget bikin salah sama kamu. Sering bikin kamu kecewa. Sering bikin kamu kesel,”
Ify menggeleng-gelengkan kepalanya, “Engga kak Rio, engga…,”
“Mungkin cara aku buat bisa selalu deket sama kamu salah, tapi aku
cuma mau kamu tau, Fy, aku sayang banget sama kamu. Selalu Fy..,”
“Seandainya aja aku dikasih waktu lebih lama lagi sama Tuhan buat
terus nyayangin kamu dan selalu nemenin kamu. Tapi kayanya Tuhan emang
ga ngizinin kita buat bahagia di dunia ya, haha” Rio tertawa miris.
“Jangan pernah salahin siapa-siapa ya, Fy. Ini takdir kita. Mau kaya gimanapun kamu ngehindarin, semua ga akan bisa berubah,”
“Hidup kamu masih panjang, Fy. Tetep semangat ya walaupun aku udah
ga bisa nemenin kamu lagi. Tapi cinta aku selalu ada di setiap langkah
kamu kok, Fy,”
“Selamat tinggal Ify, sayang,” Video berhenti saat Rio menyunggingkan senyuman termanisnya yang membuat Ify semakin tak menentu.
“KAAAAK RIOOOOOOOOOOOOOOOOOO!!!” teriak Ify histeris seraya memeluk
layar laptopnya seperti Ia benar-benar memeluk raga Rio. Ini menyiksa.
Pertemuan terakhir mereka malam itu. Ify benar-benar tak menyangka bahwa
itu akan menjadi pelukan terakhir mereka.
Jiwa dan raganya telah pergi. Penyemangatnya telah kembali ke tempat
peristirahatan panjangnya. Namun cintanya takkan pernah berakhir.
Cintanya takkan pernah mati. Cintanya akan selalu hidup di dalam
hatinya.
‘Kak Rio, makasih ya selama ini udah ngajarin aku apa itu cinta
pertama. Buat aku, kamu itu lebih dari pelangi. Warna yang kamu kasih
buat hidup aku engga cuman tujuh. Berjuta-juta warna kamu lukisin buat
hidup aku. Makasih banyak kak Rio. Kamu juga yang udah nyelamatin nyawa
aku. Pengorbanan kamu ga akan pernah aku lupain. I will always love you,
Mario,’
‘Tuhan, berikan dia tempat terindah di sisi-Mu. Berikan dia tempat
yang layak. Jaga dia baik-baik Tuhan. Dan tolong sampaikan padanya,
bahwa aku benar-benar mencintainya. Selalu..,’
“Ku.. kan.. sla….lu… men…ciiin…ta..i…mmu… tak…kkaaan… kuuu…
bo..hongi… h…ha…ti.. i…ni… ha…nya ka…mu… yang ku… ma….u… cu…ma… ka..muu…
y…yanng… ku…. Rin…dukaaan…. Saa..aat ka…u… tak.. diii… siii….niiii….”
Ify menyanyikan satu bait lagu yang Rio persembahkan untuknya dengan
terbata dan sesegukan.
Air matanya telah mengering. Ia tak mampu mengungkapkan betapa Ia
sangat kehilangan Rio. Bahkan air matapun tak cukup untuk menjelaskan
kerinduannya akan sosok itu. Meski Ia kini telah tiada, namun cintanya
takkan pernah mati.
Ify tidak akan pernah benar-benar merasa sendirian. Karena mereka
saling mengajari arti cinta, saling menguatkan. Karna semua orang harus
berdamai… dengan ketakutan.
TAMAT
Akhirnya selesai juga nih cerpen. Kemaren sempet ada kesalahan
teknis yang tiba-tiba sebagian ceritanya keapus gatau kenapa -____-
padahal udah nyelesaiin sampe jam setengah duabelas e malah ilang
akhirnya harus ngulang lagi.
Gimana nih ceritanya?? Ngefeel ga? kalau gue yang nulis sih ga ngefeel. Gatau kenapa udah ga ngefeel lagi RIFYnya u,u
Alyssa Saufika Umari atau Ify di film aslinya namanya Cinta diperanin sama Dinda Hauw.
Mario Stevano Aditya Haling atau Rio di film aslinya namanya Arkana diperanin sama Christ Laurent.
Itu lagunya Randy Pangalila yang Takkan Terpisah. Kalimat terakhir
itu quote dari sinopsisnya. Rada diubah abis aneh sih kata-katanya. Nih
yang aslinya “Mungkin malam itu malam terakhir mereka berdua. Dan ada
yang harus pergi. Tapi kalaupun seseorang pergi, seseorang yang
ditinggalkan tidak akan pernah benar-benar merasa sendirian. Karena
mereka saling mengajari arti cinta, saling menguatkan. Kalau semua orang
harus berdamai… dengan ketakutan.”
Semoga ga buruk-buruk amat deh ya nih ceritanya. Makasih ya buat
yang masih mau nungguin dan ngeluangin waktu buat baca cerpen ini.
semoga ga mengecewakan ya.
Silahkan kritik dan saran serta komentar nya. Yang suka boleh like.
Sampai bertemu di cerita berikutnya.
Wassalamualaikum WR. WB.
Monday, August 27, 2012
Thursday, July 12, 2012
Seandainya (Cerpen) *Bagian 1*
Gadis manis
berseragam putih abu-abu itu berjalan tergesa-gesa di koridor sekolahnya hendak
menuju ke perpustakaan. Hari memang sudah sore. Sekolah juga sudah bubar
semenjak 15 menit yang lalu. Namun ada tugas yang harus dikerjakannya sore ini
juga dan tidak bisa dipending. Gurunya yang satu ini terkenal tidak akan
memberikan kompensasi apapun pada muridnya. Akibat dari buku yang memang
terbatas, jadilah Ia tidak bisa mengerjakan tugasnya itu di rumah.
Setelah mendapatkan
buku yang diperlukannya, Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruan
perpustakaan itu. Sepi. Hanya ada satu orang siswa yang tengah menelungkupkan
wajahnya ke dalan kedua tangannya yang dilipatkan di atas meja. Sepertinya
siswa itu sedang tertidur.
Masa bodolah. Gadis
itu duduk di hadapan siswa yang tengah tertidur itu. Untung saja masih ada
siswa ini. jadi Ia tidak sendirian di dalam perpustakaan yang sudah sedikit
gelap akibat cuaca di luar yang juga sudah sangat gelap. Sepertinya akan turun
hujan sore itu.
Gadis itu mulai
membuka bukunya dan mengerjakan tugasnya. Menyalin jawaban demi jawaban dari
soal yang ada.
Ia memang bukan
gadis dari kalangan keluarga konglomerat seperti kebanyakan teman-teman di
sekolahnya yang bisa terbilang elit itu. Ia masuk ke sekolah itupun karena prestasi
yang diraihnya ketika SMP. Mulai dari akademis sampai non akademis.
Banyak piagam yang
ketika pendaftaran dibawanya ke sekolah. Para guru salut dengan prestasi yang
diraihnya. Dan alhasil, Ia diterima di sekolah itu dengan beasiswa yang sudah
terjamin selama tiga tahun. Selama hampir satu tahun bersekolah di sana, Ia
juga sering memenangkan lomba. Ia sering mengharumkan nama sekolahnya.
Namanya Alyssa.
Alyssa Saufika Umari. Teman-temannya biasa memanggilnya Ify. Gadis manis yang
cerdas. Meski sedikit jutek, Ify disegani oleh teman-temannya karena Ia baik
hati. Selain cerdas, ia juga jago memainkan piano. Suaranya juga bagus dan
merdu. Banyak teman-temannya yang ingin bisa sepertinya. Tapi bukankah tak ada
manusia yang sempurna?
Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 18.00. Adzan mahgrib mulai berkumandang. Ifypun tersadar
bahwa hari sudah hampir malam.
“Yah, udah maghrib
ya??? Untung udah selesai nih tugas gue..”
Ify merapikan
buku-bukunya. Setelah semuanya masuk ke dalam tasnya, Ia melihat laki-laki di
depannya itu.
“Nih orang tidur
apa mati?” gumamnya sedikit bingung. Pasalnya dari tadi siswa yang mengenakan
seragam yang sama seperti dirinya itu tidak bergerak sama sekali. Hanya
sesekali terdengar dengkuran saja. Ify melambai-lambaikan tangannya di depan
wajah laki-laki yang kini membuat tangannya menajdi bantal itu.
Tidak ada
tanggapan. Nyenyak banget ya? Ify mengangkat kedua bahunya. Tidak
memperdulikannya. Ia pun bangkit dari duduknya dan segera pergi dari
perpustakaan. Namun ketika Ia mencoba membuka handle pintunya, pintu tidak
bergerak terbuka. Berulang kali Ify mencobanya, namun tetap saja keadaan pintu
tidak berubah menjadi terbuka. Jangan-jangan Ia terkunci.
“Yah, masa dikunci
sih???” sunggut Ify sedikit panik dan bingung.
Ify kembali ke meja
tadi. Ia melihat laki-laki itu. Masih belum berubah posisinya. Juga belum
membuka matanya. Ify bimbang. Bangunkan? Atau Ia tunggu sampai laki-laki ini
bangun? Tapi sampai kapan?
“Ah, bangunin aja,
ah… iya kalo bangunnya sebentar lagi, kalo besok pagi? Males banget kan ke
kunci di sini… Mana ujan lagi di luar..”
Ify pun mencoba
membangunkan laki-laki itu. Di sentuhnya bahu laki-laki itu lalu digoyangkannya
perlahan.
“Eh, bangun!!
Bangun!!”
Ternyata meskipun
tukang tidur, namun laki-laki itu bukan kebo. Ia langsung tersentak bangun. Ia
celingak-celinguk entah untuk apa. Lalu dilihatnya Ify yang berdiri di
sampingnya sambil memandangnya.
“Eh, ngapain sih lo
pake acara bangunin gue segala?!!” tanyanya kesal.
“Iiih, elo tuh
tidur tapi kaya orang mati tau ga?! Kita kekunci nih di perpus….”
“Lo anak kelas
sepuluh kan? Songong amat lo bilang kaya gitu.”
“Duh, sori deh..
kepepet!”
Laki-laki itupun
bangkit dari duduknya dan segera melangkah menuju pintu. Ify mengikutinya.
Setelah beberapa
mencoba kali membuka pintu namun tidak bisa, laki-laki itu menendang pintu itu.
“Sial!!” cercanya.
“Terus gimana
dong???” tanya Ify mulai panik.
“Ya mana gue tau..
Orang pintunya ke kunci…”
JEDEEEER JEDEEEER
JEDEEEER
Petir di luar
menyambar-nyambar membuat Ify yang memang takut pada petir reflek memeluk
laki-laki itu.
“Huaaa huaaa gue
takut gue takut!!” teriak Ify panik.
Laki-laki yang
belum diketahui namanya oleh Ify itu kaget ketika Ify memeluknya langsung tanpa
meminta izin.
“Eh eh ngapain
peluk peluk gue….” Laki-laki itu melepaskan tangan Ify yang melingkar di
pinggangnya.
Ify tersadar dari
ketakutannya. Lalu menunduk malu.
“Eh sori sori….
Yaudah itu cepetan bukain pintunya. Udah gelep nih, gue takut.” Suruh Ify
berusaha menyamarkan saltingnya.
“Gimana mau
dibuka??! Pintunya ke kunci gitu… guekan ga punya kuncinya.”
“Oh iya ya.. Ya lo
dobrak kek. Lo kan cowo! Walaupun badan lo…. em.. cungkring kaya gitu…”
“Songong bet lu ya?
lo ga punya kaca apa?”
“Ga ada waktu buat
ribut! Ayo buruan dobrak!!”
Laki-laki itu
menghela nafas berat sambil menatap pintu di depannya. Mudah-mudahan saja Ia
bisa mendobrak pintu ini dengan tubuhnya yang…. Hem sudahlah tak perlu
dideskripsikan.
“Mundur lo!!”
suruhnya pada Ify. Ifypun mundur beberapa langkah menjauhi pintu da laki-laki
itu.
“satu… dua… tiga…”
BRAAK!!!
Pintupun berhasil
dibuka oleh laki-laki itu. Dengan perasaan lega, Ify berlari menghampiri
laki-laki itu.
“Makasih ya, Mas.
Kalo ga ada mas, gatau deh gue jadinya gimana…”
Laki-laki itu
menatap Ify yang sudah berdiri di sebelahnya sambil memicingkan matanya. Lalu
menghembuskan nafas kesal.
“Mas mas, lo pikir
gue tukang jualan di kantin apa?! Gue punya nama… kenalin, nama gue Mario,”
Laki-laki yang mengaku bernama Mario itu mengulurkan tangannya pada Ify. Ify menatap
tangan itu lalu tertawa kecil. Dijabatnya tangan Mario.
“Oke deh, Kak
Mario… Gue Ify,”
“Gausah Mario,
kepanjangan. Cukup Rio aja…,” Ify tersenyum sambil mengangguk-angguk.
Tiba-tiba Rio
melihat sebuah cairan kental berwarna merah keluar dari hidung gadis di
sebelahnya itu. Sedikit kaget, Rio menunjuk hidung Ify.
“Eh, itu kok ada
darah? Lo mimisan?”
Ify langsung
menyentuh hidungnya. Ternyata benar. Ada sebercak darah yang menempel di
jemarinya. Dengan tangannya, Ify mencoba menyumbat dan membersihkan darah itu.
Namun tetap saja, darah itu terus mengalir, meski tidak terlalu deras.
Rio teringat bahwa
tadi Ia sempat memasukkan sebuah sapu tangan ke dalam saku celananya. Ia
langsung merogoh sakunya, dan mendapatkan sebuah sapu tangan berwarna biru. Riopun
langsung membantu Ify menyumbat dan membersihkan darah yang keluar.
“Lo sakit ya, Fy?
Lo pucet banget tuh..”
“Mungkin cuma
kedinginan aja kali kak. Gue emang suka begini kalo kedinginan,” Ify tersenyum
tipis.
“Kedinginan?” Rio
langsung teringat, sekarang memang lagi turun hujan yang cukup deras. Rio
langsung melepaskan jaket yang dikenakannya, lalu menyelimuti Ify.
“Makasih ya, Kak.
Baru aja beberapa menit yang lalu kita kenal, gue udah ngerepotin lo kaya
gini,” lirih Ify merasa tak enak hati.
“Ngerepotin? Engga
kok. Santai aja. Sekarang kan masih ujan nih, kita pulangnya nunggu sampe
sedikit reda aja ya? Entar gue anterin lo pulang kok, tenang aja. Kalopulang
sekarang, entar lo keujanan malah sakit lagi,”
Ify tersenyum pada
Rio lalu mengangguk. Riopun membalas senyum Ify. Membuat hati Ify mendadak
berdebar tak karuan. Pipinya seketika memanas dan mungkin memerah. Ify langsung
mengalihkan pandangannya ke arah yang berlawanan, menyembunyikan rona merah di
pipinya yang mungkin memang sudah tersamar oleh gelapnya senja. Semoga saja Rio
tidak menyadarinya. Doa Ify dalam hati.
*******
Siswa-siswi
berlalulalang di kantin. Kantin ramai sekali. Bahkan banyak murid yag tidak
mendapatkan tempat duduk untuk makan karena kantin benar-benar sangat penuh.
Tak terkecuali Ify yang celingak-celinguk mencari tempat kosong dengan nampan
di tangannya yang berisi mie ayam dan sebotol teh.
Tiba-tiba matanya
berhenti di satu sosok yang tengah duduk sambil mengaduk-aduk minumannya. Ify
jadi teringat akan sapu tangan dan jaket yang kemaren dipinjamkan padanya. Ify
tersenyum lalu melangkah menuju ke mejanya.
“Hey, Kak Rio…”
sapa Ify dengan senyum ceria tergambar jelas di wajahnya. Rio yang merasa
namanya dipanggil, langsung menoleh ke Ify.
“Eh, Ify… Duduk,
Fy,” Rio menawari. Ify mengangguk, lalu meletakkan nampan yang dibawanya di
atas meja. Dan duduk di kursi di hadapan Rio.
“Makan, Kak,”
“Iya, makasih,”
Ifypun mulai
melahap makanannya. Sambil mereka mengobrol sesekali bercanda. Tiba-tiba Ify
kembali teringat dengan sapu tangan dan jaket Rio.
“Oh ya, Kak. Nih
sapu tangan lo. udah gue cuci sampe bersih. Kalo jaketnya belum kering,” Ify
mengulurkan sapu tangan Rio.
“Ngapain dibalikin?
Gue kan ga nyuruh lo balikin,”
“Ya tapikan gue
minjem, masa ga dibalikin,”
“Udah simpan, buat
lo aja,”
“Serius lo kak?”
Rio mengangguk.
“Yaudah deh,
makasih ya, Kak,”
“Yap. Eh ntar malem
jalan yuk?!” ajak Rio.
“Ha?” Ify yang
tadinya ingin menyuapkan sesuap (?) mie ayam mengurungkan niatnya setelah
mendengar ajakan Rio.
“Kenapa?”
“Gapapa sih,” Ify
kembali melanjutkan aktifitasnya yang tadi sempat diurungkannya dalam waktu
beberapa menit. Sejujurnya, ini adalah ajakan pertama seorang laki-laki
padanya. Terlebih lagi yang mengajaknya adalah Rio. Jantungnya berdebar cepat.
Namun ia berusaha menyembunyikannya.
“Yaudah, mau ga?”
“Ke mana?”
“Jalan…,”
“Iya, jalan ke
mana?”
“Siniin tangan
lo!!” pinta Rio sambil mengeluarkan pulpen dari saku celananya.
Ify mengerutkan
keningnya, namun tetap mengulurkan tangan kirinya pada Rio. Rio memajukan
tubuhnya, lalu menuliskan sebuah alamat di telapak tangan Ify.
“Emang ga
dijemput?” tanya Ify dengan polosnya.
“Kalo dijemput
berarti kita ngedate dong? Inikan cuma jalan biasa,” jawab Rio dengan
santainya. Membuat Ify mengerucutkan bibirnya, manyun.
“Jangan lupa ya
ntar malem jam tujuh. Gue tunggu!” Rio bangkit berdiri, kemudian berlalu pergi.
Ify menatap
punggung Rio yang semakin menjauh. Lalu menatap telapak tangannya yang
bertuliskan tulisan tangan Rio. Ify terkikik kecil.
*******
Jarum jam menunjukkan
pukul setengah tujuh malam. Tedengar decitan melengking kayu pertanda pintu
kamar Ify dibuka. Sang ayah masuk ke dalam kamar dan melihat putrinya sudah
terlelap tidur di bawah selimut. Beliau tersenyum dan mengecup kening Ify.
Kemudian keluar lagi dari kamar Ify.
Setelah memastikan
pintu sudah ditutup rapat dan langkah kaki sang ayah sudah semakin menjauh, Ify
membuka selimutnya dan kembali berdiri di depan cermin. Setelah yakin
dandanannya sudah rapi dan menganggumkan, Ify segera membuka jendela dan melompat
turun.
Ify memang tidak
diizinkan berteman dekat dengan seorang laki-laki. Maka dari itu, Ia belum
pernah berpacaran. Rio adalah teman dekat laki-laki pertama yang dimilikinya.
Ayahnya tidak suka jika Ia dekat dengan laki-laki dan semuanya akan kacau
termasuk segala prestasinya.
Dibalik segala
keunggulan dan prestasinya, Ify tetaplah manusia biasa. Ia tak dapat
menghindari kodratnya sebagai seorang remaja biasa. Ia juga ingin seperti
teman-temannya yang lain. Dan Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Setelah sampai di
tempat yang dimaksud Rio, Ifypun langsung masuk ke dalam tempat yang ternyata
adalah sebuah caffe. Ify celingak-celinguk mencari sosok Rio yang tak terlihat
batang hidungnya. tiba-tiba saja seluruh lampu penerang di ruangan itu padam.
Gelap. Ify bingung. Ia celingukan berharap dapat menemukan sosok Rio.
Tiba-tiba saja
sebuah lampu sorot mengarah ke sesosok laki-laki yang tengah duduk di belakang
sebuah piano. Laki-laki manis itu memberikan seulas senyuman yang begitu
menenangkan hati pada Ify. Ify yang awalnya bingung, kini ikut tersenyum
melihat senyuman manis Rio, meski Ia tau senyumannya itu tersamar oleh gelap.
Dentingan piano
terdengar membahana memenuhi ruangan hening itu. Lalu menyusul sebuah suara
lembut bernyanyi diiringi dentingan piano yang merdu itu.
Saat nanti kita tak
bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang
karna mereka
Berusaha menjauhkan
kita
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Saat kau tak di
sini
Saat nanti kita tak
bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang
karna mereka
Berusaha menjauhkan
kita
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Saat kau tak di
sini
Lampupun kembali
menyala dan terdengar tepuk tangan dari seluruh pengunjung caffe. Ify
terkagum-kagum dibuatnya. Rio turun dari panggung caffe dan menghampiri Ify.
“Gimana tadi
penampilan gue?”
“Keren banget kak.
Sumpah…,”
“Haha, makasih.
Yaudah yuk kita jalan-jalan di tempat lain,”
*******
“Pak, stop di sini
aja deh,” Ify menepuk bahu sang supir taksi yang tengah mengemudikan taksinya
dalam kecepatan rendah. Sang supirpun langsung mengehntikan laju taksinya.
“Loh kok di sini?
Emang rumah lo di sini?” tanya Rio.
“Bukan, rumah gue
di sana tuh,” Ify menunjuk sebuah rumah yang terletak tak jauh dari tempatnya
berhenti, “Yaudah, gue turun ya. Makasih kak,” Ifypun keluar dari taksi itu dan
berjalan menuju rumahnya.
Ketika di depan
rumah Ify, Rio membuka kaca taksi dan berkata, “Berarti malem ini kita ngedate
ya? Kan gue nganterin lo pulang. Daaaah,” Ify tersenyum dan terkikik kecil
mendengar ucapan Rio. Iapun segera masuk ke dalam rumahnya. Ify kembali
memanjat jendela kamarnya. Tiba-tiba saja lampu kamar menyala, dan terlihat
sosok marah sang ayah.
“Eh, ayah…” serunya
kaget.
********
Dengan langkah
gontai, Ify berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Semalam ia dimarahi
habis-habisan oleh sang ayah. Dan sebagai hukumannya, Ia tidak diberikan uang
jajan selama dua minggu. Ify menghembuskan nafas keras.
“Hey, Ify!!!” seru
Rio tiba-tiba sambil menepuk pundak Ify. Ify hanya melirik sebentar saja, lalu
kembali menghadap ke depan.
“Kenapa tuh muka
dilipet? Terus kok lo pucet ya?”
“Gue gapapa kok,
Kak,”
Namun tiba-tiba
saja setetes darah menetes dari hidung Ify, “Fy, lo mimisan lagi!!!” pekik Rio
kaget.
Ify berhenti
melangkah, lalu menyentuh hidungnya. Benar saja setetes darah terlihat menempel
pada ujung jemarinya. Ify langsung mengambil tisu dari saku kemejanya. Ia
mencoba menyumbat dan membersihkan darahnya dengan tisu tersebut.
“Lo kenapa Fy?
Kedinginan?”
Ify menggeleng
lemah. Tiba-tiba saja kepalanya terasa berat dan wajah Rio menjadi berbayang
dua. Ify tak kuat berdiri lagi, semuanya terasa gelap, dan akhirnya Ia ambruk.
Untung saja Rio dengan sigap menangkap tubuh Ify sebelum jatuh ke lantai.
“Fy… Fy!!!”
Riopun menggendong
tubuh Ify dan segera mengantarkannya pulang ke rumah.
********
Dengan panik, Rio
membuka pintu taksi dan membantu Ify turun dari dalam taksi. Ketika di tengah
perjalanan pulang tadi, Ify tersadar.
“Pelan-pelan, Fy,”
“Makasih ya, Kak.
Lo udah mau nganterin gue pulang. Gue ngerepotin lo terus kerjaannya,”
“Engga kok, Fy. Lo
ga ngerepotin gue,”
Tiba-tiba sang ayah
keluar dari dalam rumah dan menghampiri mereka berdua. Tangan Ify ditarik oleh
beliau.
“Masuk, Fy!
Masuk!!!” suruh ayah Ify.
“Ayah… Lepasin!”
Ify meronta minta dilepaskan.
Ayah Ify menatap
geram Rio yang tiba-tiba terdiam kaget. PLAAAAAAK! Satu tamparan melayang di
pipi Rio.
“AYAAAH!!” teriak
Ify kaget.
“Pergi kamu dari
sini!! Saya tidak suka kamu berhubungan dengan anak saya!!” bentak ayah Ify.
“Tapi om…”
“PERGIII!!!!” ayah
Ify mendorong dorong tubuh Rio, menyuruh Rio segera meninggalkan teras
rumahnya.
Akhirnya Riopun
memilih untuk pergi dari sana daripada membuat runyam segalanya.
“Ayah, ayah ga
seharusnya ngusir Kak Rio kaya gitu!!” protes Ify.
“Diem kamu!!
Masuk!!!”
Ifypun berlari
masuk ke dalam. Sang ayah geleng-geleng kepala kesal melihat kelakuan putri
satu-satunya itu.
********
Untuk beberapa
hari, Ify dan ayah menginap di Bogor, di rumah tante Ify. sebagai hukuman
karena sudah melanggar aturan sang ayah. Ify sudah menolak keras, namun tetap
saja sang ayah memaksa. Akhirnya mau tak mau Ify menuruti keinginan sang ayah
meski dengan berat hati.
Ify duduk di atas
bukit kebun teh. Sesampainya di Bogor, Ify langsung keluar rumah dan segera
menuju ke kebun teh ini. Ia ingin mencari udara segar. Ify mencoba menikmati
pemandangan di sana meskipun pikirannya tetap tertuju pada Rio. entah kenapa,
Ia sangat merindukan Rio.
“Loh? Ify?”
Sebuah suara
membuyarkan lamunannya. Ify celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri mencari
sumber suara yang sepertinya Ia kenal itu. Namun Ia tak menemukan sosok
siapapun di sana.
“Hey!” seru suara
itu lagi, kini sambil menepuk bahu Ify dan duduk di sebelah Ify. Ify menoleh ke
sebelah kirinya di mana orang itu duduk. Seketika Ify membelalak kaget. Sosok
yang dirindukannya kini bukan hanya dalam bentuk bayangan, tetapi kini dalam
wujud nyata dan duduk di sebelahnya dengan sebuah gitar dipangkuannya.
“Kak Rio??!!!!”
pekik Ify kaget namun tak dapat menyembunyikan rasa senangnya melihat sosok
yang dirindukannya kini nyata di hadapannya sambil memangku sebuah gitar.
“Kok lo ada di
sini, Fy?” tanya Rio.
“Iya kak, gue
dihukum sama ayah. Jadinya diungsiin ke sini deh… Lo sendiri ngapain di sini?”
“Gue mau nyari
udara seger aja di sini. Cuman sehari doang sih. Besok juga balik. Lo balik
kapan?”
“Entahlah, mungkin
minggu depan,”
“Lama amat?!!”
“Tau tuh ayah gue…
Oh ya kak, yang kemaren itu maaf ya , kak. Sakit ga kak pipinya?”
Rio menyentuh
pipinya, lalu tertawa.
“Perih sih waktu
abis ditamparnya. Tapi sekarang udah gapapa kok.”
“Lo bawa gitar?
Bisa mainnya? Mainin dong, sambil nyanyi!!” pinta Ify.
Rio menatap gitar
dipangkuannya. Lalu menoleh lagi pada Ify, “Okeh...,” Iapun mulai memetik
gitarnya, dan ketika intro selesai, Ia mulai bernyanyi.
Saat nanti kita tak
bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang
karna mereka
Berusaha menjauhkan
kita
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Saat kau tak di
sini
Saat nanti kita tak
bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang
karna mereka
Berusaha menjauhkan
kita
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Ku kan slalu
mencintaimu
Takkan ku bohongi
hati ini
Hanya kamu yang ku
mau
Cuma kamu yang
kurindukan
Saat kau tak di
sini
“Fy…” panggilnya
pada Ify.
Ify menoleh, “Ya?”
“Gue…. sayang sama
lo…”
**********
Mereka berlari
saling berkejaran di kebun. Menikmati suasana alam kebun Bogor yang khas. Menikmati
kebersamaan mereka yang mereka harap bisa dapat terus selamanya. Memutari,
mengelilingi kebun teh sambil bergenggaman tangan erat. Berteduh di bawah pohon
yang rindang. Mereka sama-sama sedang menikmati anugrah Tuhan yang terindah, yang
pernah mereka miliki, cinta.
**********
“Sampe sini aja
deh, Kak. Takut ketauan ayah..,” Ify menghentikan langkah mereka berdua
kira-kira 10 meter. Ify takut ayahnya tau kalau Ia bertemu dengan Rio di sini.
“Hem, yaudah deh…
Kamu hati-hati ya, muka kamu pucet tuh,” ujar Rio tersenyum.
“Kamu yang harusnya
hati-hati… Hati-hati yaa.. pucet mah udah biasa kak hehe,” Ify membalas senyum
Rio.
Rio tertawa kecil, “Yaudah,
sana gih..,”
“Oke deeh… Daaaah…”
Setelah berucap seperti itu, dan memastikan bahwa senyumnya sudah dibalas oleh
Rio, Ifypun membalikkan badannya dan segera melangkah menuju ke rumah tantenya..
Sesekali Ify
menengok ke belakang, menyunggingkan sebuah senyum pada Rio. Riopun membalas
senyum Ify. Di depan pagar rumah tantenya, sebelum Ify benar-benar masuk ke dalam
rumah, Ify masih menyempatkan dirinya untuk tersenyum ke arah Rio. Dan Riopun
masih membalas senyum Ify. Dan akhirnya Ify benar-benar menghilang di balik
tembok pembatas antarrumah.
Setelah memastika
Ify masuk ke dalam rumah tantenya dengan selamat, Rio membalikkan tubuhnya dan
segera melangkah pergi menuju tempat penginapannya. Namun baru saja beberapa
langkah, Rio dikagetkan dengan suara teriakan yang menyebutka nama Ify.
“IFYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY!!!!!”
Rio yang kaget dan
panik seketika membalikkan tubuhnya dan semakin bingung dan panik kala melihat
sebuah mobil dengan terburu-buru keluar dari halaman rumah dan melewati dirinya.
Ia sangat yakin telah terjadi sesuatu pada gadis yang baru menjadi kekasihnya
beberapa jam yang lalu itu.
“IFY!! IFYYY!!!!”
Rio berlari-lari berusaha mengejar mobil itu. meskipun Ia tau Ia takkan mungkin
dapat mengejarnya.
TINTINTIN
Bunyi klakson motor
mengejutkannya. Karena terkejut dan panik antara klakson motor itu dan mobil
yang membawa Ify, Rio berhenti tiba-tiba dan langsung menoleh ke arah kanannya
di mana arah motor itu datang. Pikirannya kalut dan Ia tak mampu berfikir
dengan jernih. Ia tak tau harus berbuat apa saat itu.
Dan akhirnya, Ia
hanya mampu berteriak, “AAAAAAAAAA!!!”
Pengemodi motor
yang panikpun tak mampu mengendalikan motornya. Dan akhirnya tabrakanpun tak
terhindarlan lagi. Riopun tertabrak motor tersebut dan jatuh terguling-guling
di kubangan di jalanan itu. Rio merasakan sakit yang luar biasa di bagia tulang
rusuk dan tangan kanannya.
“Errrrrr” erang Rio
mencoba menahan sakitnya.
Seseorang menghampiri
Rio, dan membantu Rio berdiri.
“Mas, gapapa?”
“Engga apa-apa Mas.
Makasih yaaa,” ucap Rio setelah Ia berdiri. Ia mencoba memaksakan seulas
senyum.
“Beneran, Mas?”
tanya orang itu lagi.
“Iya, Mas. Bener…,”
Rio memaksakan seulas senyum meski tipis untuk membuat orang ini percaya. Tulang
rusuk dan bagian tubuh sebelas kanannya terasa seperti dilindas truk tronton.
Akhirnya orang
itupun pergi meninggalkan Rio. Rio berusaha berjala meski sempoyongan seperti
orang mabuk. Setelah beberapa meter berjalan dan Ia sudah benar-benar tak kuat
lagi, akhirnya Ia berhenti melangkah dan merasa perutnya sangat mual. Sepertinya
seluruh isi perutnya ingin keluar semua.
Rio terbatuk dan
muncratlah darah dari mulutnya. Ia terus memuntahkan darah itu dalam jumlah
yang cukup banyak. Sampai kakinya tak kuat lagi menopang tubuhnya. Dan akhirnya
tubuhnya kembali jatuh dan ia hanya bisa mengerang kesakitan entah pada siapa. Sendirian.
Tanpa ada yang memperdulikannya.
Bersambung……
HAAIIIIIIIIIIII
SEMUANYAAAAAAA!!!! :)) apa kabar kalian??? Semoga baik yaa :)
Gue datang membawa
sebuah cerpen yang terinspirasi dari Film “Seandainya”. Pada tau ga? itu loh
yang pemainnya Dinda Hauw sama Chris Laurent. Bukan terinspirasi sih
sebenernya. Tapi lebih ke Seandainya versi cerpen. Soalnya hampir mipir banget,
cuman ada beberapa bagian yang diubah.
Ini gue bagi jadi
dua bagian. Soalnya kepanjangan kalo cuman satu bagian. Takutnya ntar kalian
pada bosen bacanya… bagian keduanya ga mau janji kapan. Tapi pasti secepatnya
kok.
Maaf ya kalo
pilihan katanya berantakan. Udah lama banget ga nulis. Nah ini mau ngasah lagi.
mudah-mudahan ga aneh-aneh banget deh.
Kritik dan sarannya
di tunggu banget ya buat ngebangun cerita2 gue biar better than before. Silahkan
like kalo kalian suka….
Yang
mau kenal lebih akrab lagi sama silahkan follow twitter aku @ameliastr...
mention aja kalo mau difollback :))
Makasih buat
waktunya yang udah nyempetin baca. Love you all:*
Saturday, June 30, 2012
Move On
Assalamualaikum, Siaaang para jomblowan&jomblowati yg masih stuck di mantan alias belum bisa move on :D
Gimana kabarnya hari ini? Nyesekkah abis stalking TL/acc mantan? Atau mata panas liat kemesraan mantan sama pacar barunya? *ehmaap :|
Gue mau ngobrol2 nih sama para jomblowan/wati yg belum bisa move on. Sekalian ngasih sugesti, siapa tau bisa bantu biar cepet move on :p
Ditinggalin/diputusin/dikhianatin sama orang yg kita sayang, gue tau rasanya. Lebih dari sekedar nyesek! Bahkan ga ada yg bisa ngelebihin sakitnya ditinggalin. Ya ga sih? Malahan ada yg ngerasa hidupnya udah ga berguna lagi. Mendingan mati aja, daripada ngeliat si "dia" dg gampangnya move on & mesra2an sama pacar barunya.
WOW! :O
Gue bilangin ya. Jadi orang jangan begobego amat ngapa sih? Masa garagara kehilangan si "dia" sampe kepengen mati? Duhduh, gimana sih cara berpikir lo? :|
Dua kali ngerasain kehilangan orang yg gue sayang bikin gue ngerti, masa lalu itu bukan untuk disesalin. Justru kita harus berterima kasih sama masa lalu yg kelam&buruk itu. Karena masalalu itu ngajarin kita gimana caranya buat jadi tegar & bangkit dari segala luka buat jadi yg lebih baik lagi dg belajar dari segala kesalahan&kekurangan di masa lalu.
Gue malah bangga disakitin gitu sama mantan-mantan gue. Tanpa dendam yg berarti gue ucapin banyakbanyak terima kasih udah ngajarin gue caranya jadi cewe yg lebih kuat lagi than before.
Makasih ya mantan-mantanku :p
Nah buat kalian yg susah move on dan beranggapan kalo ga ada yg kaya si "dia". Allah udah nyiapin seseorang yg jauuuuuh lebih indah dari mantan lo itu. Ga percaya? Tunggu aja sampe waktunya tepat.
Dulu gue juga sama kaya kalian. Ngerasa udah ga ada gunanya lagi gue hidup. Orang dia aja udah langsung dapet yg baru. Tapi setelah gue ngelamunin segalanya, akhirnya gue dapet titik terangnya. Hidup ini indah with or without him. Buat apa nyeselin yg udah terjadi? Percuma juga kan, ga akan bisa balik lagi.
Mantan itu bukan buat dikenang sampe bikin hati nyes sendiri, tapi buat dijadiin senjata yg lebih kuat lagi buat ngadepin masa depan.
Biar gampang move on, jangan anggep mantan tuh segalanya. Anggep aja mantan tuh buku catatan yg udah penuh. Harus ganti yg baru. Ntar kalo mau ujian baru dibuka lagi buat dipelajarin.
Kalo kalian bisa mikir kaya gitu, berarti kalian udah bisa berfikir dewasa.
Ga perlulah punya pacar baru buat dipamerin ke mantan. Buat apa kalo pacar barunya cuma buat dipamerin tapi hati masih ngarepin mantan? Emang pacar baru kalian itu lukisan apa dipamer2in?
Move on itu ga harus punya pacar baru kok!
Ga perlu jugalah benci2 mantan apalagi sampe dendam dan pengen bales dendam. Aduuh, bikin pahalanya ga ngalir aja deh.
Kunci utama buat move on itu, Ikhlas. "Belajar jadi orang yg selalu ikhlas ngejalanin&ngadepin sesuatu" -Mamah-. Belajar ngerelain sesuatu yg emang bukan ditakdirin buat kita. Awalnya emang susah. Tapi kalo berhasil, dijamin 100% hati kita pasti tenang deh.
Buat cewek, jangan jadi cewek lemah. Sedikitsedikit nangis. Nyesek dikit nangis. Kalian tau? Cewek yg kaya gitu tuh dianggep remeh sama cowok. Nanti yg ada ya bukannya cowok pada ngedeketin, malah ngetawain kita. Emang mau jadi bahan remehan cowok? Gue sih ogaaaah!
Jadi cewek itu harus kuat! Jangan mau ditindas sama cowok! Kalo kita nangisin mereka, yg ada mereka ngerasa oke kita nangisin. Ngerasa kalo kita butuh mereka. Eww. Tenang aja cowok ga cuman dia doang kok. Stok cowok masih banyak di dunia ini. Walaupun yg angel malaika bilang tuh bener "mengapa dunia miskin lelaki yg menawan dan sempurna" haha. Tapikan ga butuh kesempurnaan buat cinta. Kan cinta yg bakal menyempurnakan semuanya *aseeeeek*
Gue bilang gini karna gue pernah ngalamin. Dua kali malah.. Makanya Insya Allah gue sekarang jadi cewe yg tahan banting *amiiin
Udah, ga usah lagi galau2in mantan. Buat apa sih? Bikin nyesek doang aja. Gausah lagi stalking profil mantan. Berusaha ga perduli lagi sama urusan mantan. Anggep aja mereka "nasi kemaren yg udah basi dan gamungkin lagi di makan, buang aja!" :p -@MoveOnClinic-
Harus ngerasa bangga karna udah disakitin. Karna tanpa luka, kita ga akan pernah tau rasanya bahagia ;;) Dan buat kita yg udah pernah terluka, kita udah satu langkah lebih maju buat bikin kita jadi lebih dewasa.
Jangan tunjukin kalo kalian lemah! Bikin mereka yg udah nyianyian kalian nyesel udah nyianyiain makhluk Allah yg terbaik yg Allah kirimin buat mereka tapi malah disiasiain.
Jangan nangis mulu garagara mantan. Mantan aja udah gandeng pacar baru, masa kalian masih stuck di situ aja ga majumaju? Malumaluin aja ih!
Lagian juga kalo masih sekolah tuh biasanya mash cinta monyet kok.
“cinta monyet itu cinta yang bisa datang kapan aja dan gampang pergi gitu aja” -Andhara Early at Cinta Bersemi Di Putih Abu-Abu
Jadi cewek jagoan ga ada salahnya kok. Justru bangga! Karna kita kuat! Kita ga akan lemah karna permainan cowok. Tenang aja, karma itu berlaku kok! ;;)
Duh, pegel banget nih tangan ngetik begini. Ada yg mau mijitin? :p
Segini dulu deh sugesti dari sayanya :D semoga jiwajiwa yg terluka & galau berkepanjangan bisa cepetcepet sembuh & move on!
Ohiya, gue juga bisa move on salah satu caranya itu baca TLnya @MoveOnClinic dan account FBnya Move On Clinic. Tweetnya kerenkeren banget deh. Bikin jadi moveon. Kalo ga percaya baca aja sendiri :D
Maaf ya kalo ada katakata yg nyinggung. Makasih buat perhatiannya. Notes ini engga ada niatan buat nyndir siapa-siapa kok. Apalagi nyindir mantan.
See you next episode! :D
Subscribe to:
Posts (Atom)