Seandainya (Cerpen) *Bagian 2*
Rio menunduk mendengarkan penjelasan dokter tentang kondisi tubuhnya
pasca kecelakaan tadi terjadi. Memang belum pasti apa yang dokter
katakan itu, karena masih banyak tes lab yang harus Rio jalani untuk
mendapatkan hasil yang benar-benar akurat. Mudah-mudahan saja tidak
terjadi apa-apa dengan salah satu anggota tubuhnya.
Setelah mengucapkan terima kasih, Rio keluar dari ruangan dokter
lalu duduk di salah satu kursi yang ada. Bukan kondisi tubuhnya yang Ia
pikirkan, tetapi malah bayang-bayang wajah Ify dan suara teriakan yang
menyebutkan nama kekasihnya yang berputar di kepalanya.
Ia masih belum mengetahui bagaimana keadaan Ify yang tadi terakhir
dilihatnya dalam keadaan pucat. Bukan. Bukan hanya saat terakhir
dilihatnya saja, tetapi juga semenjak pertama kali Ia melihat Ify,
wajahnya memang sudah pucat. Sampai-sampai Rio pernah berfikiran bahwa
wajah Ify memang seperti itu. Namun sepertinya tidak mungkin. Sepertinya
ada sesuatu yang telah terjadi pada Ify. Tapi apa?
Ah, lebih baik Rio kembali ke Jakarta sekarang juga. Tak akan ada
gunanya Ia di sini hanya menunggu kabar yang tak pasti. Ia akan berusaha
mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan kekasihnya, Ify.
*******************
Rio mondar-mandir di depan tempat tidurnya. Ia cemas karena daritadi
Ify tidak dapat dihubungi. Telepon pertamanya tak diangkat. Telepon
keduanya diriject. Telepon ketiganya nomor Ify sudah tidak aktif. Sudah
seminggu juga Ify tidak terlihat di sekolah. Tampaknya Ify tidak masuk
sekolah. Saat Rio datangi rumahnya, rumah Ify tampak sepi. Seperti tak
berpenghuni.
Ada apa dengan Ify? Apa telah terjadi sesuatu yang buruk padaIfy?
Apa Ify sakit parah? Pasalnya semenjak hari jadiannya itu, Ify
benar-benar menghilang tak ada kabar.
“Kamu ke mana sih, Fy?” gumam Rio menatap layar BBnya yang terpasang walpaper Ify.
“Mudah-mudahan aja besok kamu masuk ya,” doa Rio.
*******************
Ify melempar BBnya ke sembarang arah, lalu berdecak kesal. Ia baru
saja mematikan hapenya. Setelah sebelumnya sempat tidak merespon dan
meriject telepon dari Rio. Wajah pucatnya menggambarkan ekspresi berat.
Berat berusaha menjauhi Rio.
Sang ayah masuk ke dalam kamar Ify dengan semangkuk bubur di tangannya. Lalu duduk di sebelah Ify.
“Fy, makan ya?”
Ify menatap sang ayah lalu tanpa sadar Ia menitihkan air matanya.
“Loh? Kok malah nangis sih?” tanya sang ayah bingung sambil meletakkan mangkuk bubur itu di meja sebelah tempat tidur Ify.
“Ayah, maafin Ify, ya, Yah. Ify udah sering bohongin ayah. Ify
nakal. Ify engga nurutin kata-kata ayah. Maafin Ify kalo ayah kecewa
atau sakit hati sama sifat Ify,” lirih Ify dengan air mata yang sudah
bercucuran di matanya.
Sang ayah menatap Ify sebentar lalu menarik kedua tepi bibirnya
membentuk sebuah senyuman. Kemudian beliau menyentuh kedua pipi sang
putri tercinta dan menghapus air matanya.
“Iya sayang. Ayah udah maafin Ify sebelum Ify minta maaf sama ayah,”
“Makasih Ayah. Ify janji, Ify ga akan nakal lagi. Ify juga janji, Ify akan jauhin kak Rio demi ayah,”
Ayah Ify tersenyum lalu menarik putrinya ke dalam pelukannya. Beliau
tau, meski Ify sedikit keras kepala, namun Ify sangat menyayanginya.
Dan Ify adalah putrinya yang selalu menuruti perkataan ayahnya. Meski
kini Ify sudah tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang sangat cantik,
namun usia remajanya takkan merubah hatinya untuk menjadi seorang anak
pembakang.
*******************
Rio terdiam di bangkunya. Masih memikirkan Ify yang sampai saat ini
belum ada kabar sama sekali. Ia sangat cemas memikirkan keadaan Ify. Ia
takut telah terjadi sesuatu yang buruk pada Ify.
Namun tiba-tiba seorang gadis mirip Ify melintasi depan kelasnya.
Rio yang saat terdiam tadi melihat ke arah luar pintu kelasnya, langsung
terlonjak dari kursinya dan segera berlari menghampiri gadis yang
diyakininya adalah Ify itu.
“Ify! Fy!” Rio menyerukan nama Ify berusaha memanggil gadis itu dan
menghentikan langkahnya. Namun gadis itu tidak berhenti ama sekali dan
terus berjalan seperti tak ada yang memanggilnya. Namun Rio tetap
mengejarnya.
“Fy!”
Kini Rio berhasil menarik tangan gadis itu dan membuatnya berhenti melangkah.
“Fy, kamu ke mana aja? Kenapa aku telpon ga diangkat?” tanya Rio langsung to the point.
Ify hanya melirik Rio dengan tampang yang dingin. Membuat Rio mengerutkan keningnya bingung.
“Fy?”
“Emang penting ya?” tanya Ify dengan nada dingin.
“Iyalah, Fy. Akukan khawatir sama kamu,”
“Ga penting,”
“Penting, Fy. Kamu kan pacar aku. Kamu kenapa sih, Fy?”
“Pacar? Itu dulu! Sekarang udah engga!” seru Ify dingin, lalu langsung melangkah meninggalkan Rio.
“Ha? Maksud kamu apa, Fy?” taya Rio kaget, mengikuti langkah Ify.
Ify berhenti melangkah lalu berbalik badan menatap tajam Rio,
“Kurang jelas? Kita putus!” Ify langsung berbalik badan lagi dan
melangkah pergi.
“Fy? Maksud kamu mutusin aku apa? Jelasn ke aku, Fy? Salah aku apa?
IFYYY!!!” Ify terus melangkah tanpa memperdulikan teriakan meminta
penjelasan dari Rio. Rio menendang benda apapun yang ada di hadapannya.
Meluapkan keksalan dan kekecewaan hatinya.
Ify dapat mendengar suara benda yang ditendang itu. Ia tau ini
menyakiti Rio. Bukan hanya Rio, tapi juga hatinya. Ia juga berat harus
mengatakannya tadi. Namun Ia telah berjanji pada sang ayah, Ia akan
menuruti semua yang ayahnya bilang padanya.
‘Maafin aku, Kak Rio. Aku terpaksa nyakitin kamu. Ini demi ayah,
Kak. Aku emang menyayangi kamu, tapi aku lebih menyayangi ayah. Cuman
ayah satu-satunya yang aku punya. Aku gaakan bisa hidup tanpa ayah. Ayah
segala-galanya buat aku. Dan aku gamau nyakitin ayah dan bikin ayah
kecewa. Maafin aku, kak Rio. Maafin aku,’ batin Ify sambil terus
melangkah dan menghapus air matanya yang terjatuh sejak tadi Ia
meninggalkan Rio.
Meskipun Ia mencintai lelaki itu, tapi ia lebih membutuhkan Ayahnya.
Ayah adalah segala-galanya untuknya. Memang sangat berat melepaskan
Rio, namun kebahagiaan ayahnya jauh lebih penting dari apapun. Ia takkan
mengecewakan ayahnya.
*******************
Ify melangkahka kakinya di sepanjang koridor sekolah. Meskipun harus
belajar dengan wajah pucat pasi, Ify tetap menjalani kewajibannya
sebagai seorang pelajar seperti hari-hari biasanya. Dengan langkah biasa
saja, Ify melewati aktifitas yang terjadi di koridor sekolahnya.
Ify menghentikan langkahnya secara mendadak karena tiba-tiba Ia
merasakan kepalanya terasa sangat berat. Dadanya terasa sangat sesak.
Matanyapun berbayang. Dada Ify terasa semakin sesak. Ify memegangi
dadanya yang terasa seperti tercekat sesuatu yang membuatnya sulit
bernafas. Nafasnya tersengal-sengal.
Kakinya semakin lama semakin melemas dan akhirnya tidak kuat menumpu
tubuhnya. Ify terjatuh ke lantai dengan posisi tubuh menyamping. Masih
sambil memegangi dadanya yang masih terasa sesak itu.
Seluruh murid yang berada di koridor itu menghampiri Ify dan
mengelilinginya. Murid-murid yang berada di sekitar radius 20 meter
tempat kejadian berlari-lari menghampiri lokasi karena sudah banyak
murid yang mengerubungi.
Rio yang sedang berjalan menaiki tangga yang menuju ke pintu masuk
koridor bingung melihat orang-orang yang berlari-larian menuju ke tengah
koridor. Karena penasaran, akhirnya Rio mengikuti mereka semua.
Setelah berhasil misi sana sini, akhirnya Rio berhasil menyerobot
kerumunan dan alangkah terkejutnya Ia melihat Ify dengan nafas tersengal
sambil memegangi dadanya dan hampir semaput.
“IFYYYY!!!”
*******************
Rio dengan panik menunggu Ify diperiksa di ruang tunggu. Ia tadi
telah menghubungi ayah Ify dan mengabarkan bahwa Ify hampir pingsan di
koridor sekolah.
Kini Rio benar-benar yakin telah terjadi sesuatu pada Ify. Wajah
pucatnya, bibir putihnya, tatapan sayu matanya, sampai tadi Ify hampir
semaput di koridor.
Semenjak pertama kali mengenal Ify, Rio memang tidak menemukan suatu
sinar yang sangat terang di mata Ify. Pada awalnya memang sinar itu ada
walaupun tidak secerah sinar mata orang kebanyakan. Namun semakin lama
sinar itu semakin redup sampai pada saat terkahir kemarin Ia menatap
matanya itu. Sinar itu terlihar hampir redup.
Meskipun kemarin matanya menatap dingin dan tajam, namun Rio tetap
melihat kesayuan dari mata itu. Kantung mata berwarna coklat kehitaman,
tergambar jelas di bawah matanya.
‘Ada apa sama kamu, Fy?’ batin Rio bertanya.
Terdengar suara langkah kaki berlari. Rio menoleh dan mendapati ayah
Ify dengan wajah panik menghampiri ruang UGD. Rio bangkit berdiri
hendak menghampiri ayah Ify.
“Om,” sapa Rio.
“Ngapain kamu di sini? Pergi sana!” usir ayah Ify.
“Om, tolong sekali ini aja, Om. Saya mau tau apa yang sebenernya terjadi sama Ify,” Rio memohon.
Ayah Ify terdiam.
“Om, saya mohon, Om,”
Ayah Ify terdiam lalu menghela nafas berat.
*******************
Dokter memvonis Ify menderita leukimia stadium tiga enam bulan yang
lalu. Menurut dokter, penyakit ini sangat telat terdeteksinya.
Penanganan yang bisa dilakukanpun terbatas. Satu-satunya cara untuk
menyembuhkannya yaitu dengan cangkok sumsum tulang belakang. Tapi sampai
sekarang saya belum menemukan pendonor yang tepat. Saya takut umur Ify
tidak panjang lagi.
Penjelasan ayah Ify di rumah sakit tadi cukup membuatnya shock. Rio
benar-benar tidak menyangka bahwa penyakit Ify benar-benar seserius itu.
Pantas saja Ify sering mimisan secara tiba-tiba. Wajahnya sering pucat.
Dan semakin hari bibirnya semakin memutih.
Apa yang bisa Ia lakukan untuk menolong Ify? Adakah keajaiban untuk
Ify agar Ify dapat kembali hidup normal seperti dirinya dan remaja lain.
Ia menginginkan Ify sembuh.
*******************
Rio masuk ke dalam ruang rawat Ify. semenjak saat itu, ayah Ify tak
lagi melarang Rio menemui Ify. mungkin menurut ayah Ify, hanya Rio
satu-satunya penyemangat hidup Ify untuk terus bertahan melawan
penyakitnya. Mungkin Rio bisa membantu mengurangi sedikit beban Ify.
Rio menghampiri Ify yang sedang memejamkan mataya tapi tidak
tertidur. Ify lantas membuka mata ketika mendegar suara pintu dibuka.
“Kamu….”
“Ayah kamu udah ngizinin kok,” jelas Rio sambil tersenyum, “Gimana keadaan kamu?”
“Kaya yang kamu liat. Aku baik-baik aja,”
Rio tersenyum lalu duduk di kursi yang ada di sebelah tempat tidur Ify.
“Cepet sembuh ya? Nanti aku nyanyiin lagu yang kemaren lagi buat kamu,”
Ify tersenyum senang lalu mengangguk lemah.
“Aku kangen suara kamu,”
“Makanya kamu cepet sembuh, biar bisa dengerin aku nyanyi lagi,”
“Pastinya….”
Rio tersenyum lalu menggenggam tangan Ify yang sedang terpasang
selang infus. Diangkatnya tangan Ify lalu dikecupnya dengan lembut.
Tanpa terasa Ia menitihkan air matanya. Entah mengapa ini benar-benar
menyedihkan. Ia benar-benar berharap, Tuhan tak mengambil Ify darinya.
“Loh? Kak Rio kok nangis?” Ify menyentuh pipi Rio lalu menghapus air matanya.
Rio meraih tangan Ify yang sedang menyentuh pipinya, lalu digenggamnya lembut.
“Aku sayang kamu, Fy,”
“Aku juga kak,”
Entah mengapa keadaan melow itu tercipta. Namun Rio tak perduli.
Yang Ia tau, Ia hanya ingin terus bersama Ify. Ia tak mau kehilangan
Ify. Ia sangat menyayangi Ify. Ia tak perduli dengan apapun. Yang Ia
tau, Ia ingin Ify tetap dapat terus bersamanya, menemaninya, selamanya.
*******************
Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu ayahnya datang juga. Ada pendonor
yang cocok untuk Ify. dengan sangat gembira, Ayah Ify memberitahukanya
pada Ify dan juga Rio yang sedang menjenguk Ify kala itu.
“Akhirnya ada pendonor yang cocok buat kamu, Fy,” seru ayah Ify dengan wajah yang berseri-seri.
“Beneran, Yah?” tanya Ify tak kalah berseri.
“Bener… Kata dokter besok bisa dioperasinya,”
“Aaaaah, akhirnya aku bisa sembuh, Yah. Aku bisa sembuh, Kak. Aku bisa sembuh,”
“Akhirnya, Fy… Aku juga seneng banget,”
Ifypun memeluk Rio saking senengnya. Semoga ini awal yang baik dan indah untuknya, dan tentu saja, Rio….
*******************
Operasi telah selesai dilaksanakan. Setelah melewati beberapa test,
Ify dinyatakan 100% telah bersih dari dari kankernya. Ify senang sekali
mendengarnya. Ia benar-benar bahagia. Namun ada satu yang mengganjal
hati Ify. Semenjak Ify sadar dari operasi, Rio tidak terlihat
menjenguknya.
Akhirnya Ify bisa bersekolah lagi seperti biasa. Dengan hati riang
gembira, Ify menyusuri koridor sekolahnya. Ia sangat merindukan Rio.
Sudah hampir dua minggu Ify tidak bertemu dengan Rio.
Dengan tidak sabar, Ify segera melangkah menuju kelas Rio berharap
dapat menemukan Rio di dalam kelasnya. Namun tiba-tiba saja harapannya
pupus ketika Ia tidak menemukan Rio ataupun tasnya.
Ify bertanya pada teman-teman sekelasnya Rio, namun tidak ada yang
tau di mana keberadaan Rio. Karena Rio juga sudah hampir dua minggu
tidak masuk sekolah. dengan kecewa Ify kembali melangkah menuju ke
kelasnya.
*******************
“Yah, Ayah tau engga Kak Rio ke mana? Kok gapernah keliatan ya, Yah?
Tadi aja di sekolah juga ga ada. Kata temen-temennya Kak Rio dua hampir
dua minggu ga masuk. Hapenya aku teleponin juga ga aktif,” tanya Ify
pada sang ayah ketika mereka sedang maka beruda di meja makan.
Ayah Ify yang tadinya ingin menyuap sesuap nasi tiba-tiba saja
terdiam kaku mendengar pertanyaan Ify. Beliau bingung harus menjawab
apa. Ify mengerutkan keningnya, bingung melihat ekspresi ayahnya yang
berubah secara tiba-tiba.
“Yah, kok ayah diem aja?”
“Em, begini, Fy,” Ayah Ify memikirkan kata-kata yang tepat untuk
menceritakan pada Ify, “Rio….. Dia bener-bener laki-laki yang baik. Baik
banget…..”
Ify terkekeh, “Yah Ayah baru tau sih. Kak Rio tuh emang baik banget, Yah,”
Ayah Ify tersenyum kecil, “Sebelum operasi kamu, Rio cerita sesuatu sama ayah,”
“Cerita apa, Yah?”
“Dulu waktu kamu kambuh pas di Bogor, Rio sempet ketabrak motor sampe tulang rusuknya patah,”
Ify membelalakan matanya sedikit kaget, “Ha? Kok bisa Yah? Terus
keadaan Kak Rionya gimana? Kok ga keliatan kaya abis kecelakaan sih?”
“Ya, karna kecelakaan itu, ada beberapa sel sarafnya yang rusak,”
“Separah itu, Yah? Kok kak Rio ga pernah cerita ya? Nanti pokoknya
Ify mau marahin kak Rio ah. Ga cerita-cerita sama Ify,” Ify memanyunkan
bibirnya.
“Pas tau kamu sakit dan butuh donor sumsum tulang belakang, Rio
shock berat. Dia bingung harus ngelakuin apa aja supaya kamu bisa
sembuh. Ternyata tanpa sepengatahuan ayah, dia nemuin dokter dan….”
Ayah Ify menggantung kalimatnya. Bingung bagaimana menyampaikannya pada Ify. Ify semakin penasaran dibuatnya.
“Dan apa, Yah?”
“Ternyata Rio ngikutin test kecocokan sumsum tulang belakang kamu, Fy,”
Ify membelalak kaget mulai mengerti maksud sang ayah, “Yah, jangan bilang kalo kak Rio…..”
“Hasilnya ternyata cocok. Dengan resiko komplikasi, Rio nekat
menyetujui pendonoran itu. dan akhirnya Rio rela menyerahkan nyawanya
supaya kamu sembuh,” jelas sang Ayah.
Mata Ify terasa panas. Air mata mulai menggenangi pelupuk matanya.
Benarkah Rio yang mendonorkan sumsum tulang belakang padanya? Benarkah
Ify sembuh atas bantuan Rio? benarkah Rio rela mengorbankan nyawanya
hanya untuk membuatnya sembuh kembali?
Sesak terasa memenuhi rongga dadanya. Dan perlahan air mata
menyeruak turun membasahi pipinya menerima kenyataan pahit yang
diketahuinya kini.
“Ayah kenapa ga cerita sama Ify dari kemaren?!!! Kenapa juga Rio rela ngedonorin sumsum tulang belakangnya buat Ify??!!”
Ayah Ify tidak tega melihat putrinya harus menghadapi kenyataan sepahit ini. Beliau mengelus pipi sang putri.
“Ify, aya tau ini berat. Tapi kamu harus belajar ngeikhlasin takdir
ya, sayang,” Ayah Ify bangkit menuju kamar, lalu kembali lagi membawa
sebuah amplop coklat. Ayah Ify menyerahkan amplop coklat itu pada Ify.
“Rio nitipin ini ke ayah. Kataya buat kamu,”
Dengan tangan gemetar, Ify menerima amplop coklat itu. Tanpa
basa-basi Ify langsung bangkit dari kursinya dan segera menuju ke
kamarnya.
Sang Ayah bisa merasa luka yang mendalam yang dirasakan sang putri.
Beliau tau bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kita kasihi.
Sangat menyakitkan….
*******************
Dengan tangan gemetar dan air mata yang terus menyeruak menjatuhi
pipinya, Ify membuka amplop coklat itu. Ternyata isinya adalah sebuah
VCD. Ify langsung mengambil lapotopnya dan menyalakannya. Setelah itu
memutar VCD itu.
Ternyata isinya adalah video dari Rio. terlihat di layar laptop Ify
Rio sedang duduk sambil memangku gitarnya. Rio tersenyum ke arah kamera.
“Hai, Ify….” sapa Rio di awal.
“Hai kak Rio…” balas Ify seakan Rio sedang berada di hadapannya
sambil tersenyum perih. Air matanya tak berhenti turun membasahi
pipinya.
“Gimana keadaan kamu? Pasti udah baik dong. Udah sembuh deh pasti.
Pasti udah catik, mukanya udah ga pucet lagi. Bibirnya udah ga putih
lagi. Ah, jadi penasaran kamu kaya apa kamu sekarang..,”
“Ini berkat kamu kak Rio.,”
“Oh iya, aku kan pernah janji sama kamu mau nyanyiin kamu lagu yang waktu itu kalo kamu udah sembuh. Inget kan?”
“Cepet sembuh ya? Nanti aku nyanyiin lagu yang kemaren lagi buat kamu,”
Kata-kata Rio tempo hari di rumah sakit terputar kembali di benak Ify. air mata Ify makin mengalir deras mengingatnya.
Ify mengangguk menjawab pertanyaan Rio, seakan Rio melihatnya, “Aku inget, kak,”
“Nah, kemungkinan besar aku ga bisa menuhin janji aku dihadapan kamu
langsung. Jadi video ini sengaja aku bikin, buat nepatin janji aku.
Biar aku pergi ga bawa utang sama kamu, hehe,”
“Lagu ini spesial banget buat kamu. Ini lagu tuh aku yang nyiptain
sendiri. Inspirasinya dari kamu, dari kisah kita. Dulu kan kita ga
dibolehin deket sama ayah kamu. Eh, giliran sekarang udah diizinin,
akunya malah harus pergi, hehe”
Ify tersenyum perih seraya menatap layar laptopnya. Memandang wajah manis itu. Wajah menawan yang mampu membuatnya jatuh hati.
“Dengerin ya lagunya, buat Alyssa..”
Saat nanti kita tak bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang karna mereka
Berusaha menjauhkan kita
Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Saat kau tak di sini
Saat nanti kita tak bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang karna mereka
Berusaha menjauhkan kita
Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Saat kau tak di sini
Ify menyentuh layar laptopnya tepat pada wajah Rio yang tengah
menyunggingkan sebuah senyum. Dielusnya wajah itu seperti Rio sedang
berada di hadapannya. Air matanya bercucuran semakin deras. Ia rindu
wajah ini. Ia rindu senyumnya. Ia rindu tatap matanya. Ia rindu
sentuhnya. Ia rindu segalanya yang ada pada lelaki ini. Ia rindu Rio.
“Maafin aku ya, Fy kalo selama ini sering banget bikin salah sama kamu. Sering bikin kamu kecewa. Sering bikin kamu kesel,”
Ify menggeleng-gelengkan kepalanya, “Engga kak Rio, engga…,”
“Mungkin cara aku buat bisa selalu deket sama kamu salah, tapi aku
cuma mau kamu tau, Fy, aku sayang banget sama kamu. Selalu Fy..,”
“Seandainya aja aku dikasih waktu lebih lama lagi sama Tuhan buat
terus nyayangin kamu dan selalu nemenin kamu. Tapi kayanya Tuhan emang
ga ngizinin kita buat bahagia di dunia ya, haha” Rio tertawa miris.
“Jangan pernah salahin siapa-siapa ya, Fy. Ini takdir kita. Mau kaya gimanapun kamu ngehindarin, semua ga akan bisa berubah,”
“Hidup kamu masih panjang, Fy. Tetep semangat ya walaupun aku udah
ga bisa nemenin kamu lagi. Tapi cinta aku selalu ada di setiap langkah
kamu kok, Fy,”
“Selamat tinggal Ify, sayang,” Video berhenti saat Rio menyunggingkan senyuman termanisnya yang membuat Ify semakin tak menentu.
“KAAAAK RIOOOOOOOOOOOOOOOOOO!!!” teriak Ify histeris seraya memeluk
layar laptopnya seperti Ia benar-benar memeluk raga Rio. Ini menyiksa.
Pertemuan terakhir mereka malam itu. Ify benar-benar tak menyangka bahwa
itu akan menjadi pelukan terakhir mereka.
Jiwa dan raganya telah pergi. Penyemangatnya telah kembali ke tempat
peristirahatan panjangnya. Namun cintanya takkan pernah berakhir.
Cintanya takkan pernah mati. Cintanya akan selalu hidup di dalam
hatinya.
‘Kak Rio, makasih ya selama ini udah ngajarin aku apa itu cinta
pertama. Buat aku, kamu itu lebih dari pelangi. Warna yang kamu kasih
buat hidup aku engga cuman tujuh. Berjuta-juta warna kamu lukisin buat
hidup aku. Makasih banyak kak Rio. Kamu juga yang udah nyelamatin nyawa
aku. Pengorbanan kamu ga akan pernah aku lupain. I will always love you,
Mario,’
‘Tuhan, berikan dia tempat terindah di sisi-Mu. Berikan dia tempat
yang layak. Jaga dia baik-baik Tuhan. Dan tolong sampaikan padanya,
bahwa aku benar-benar mencintainya. Selalu..,’
“Ku.. kan.. sla….lu… men…ciiin…ta..i…mmu… tak…kkaaan… kuuu…
bo..hongi… h…ha…ti.. i…ni… ha…nya ka…mu… yang ku… ma….u… cu…ma… ka..muu…
y…yanng… ku…. Rin…dukaaan…. Saa..aat ka…u… tak.. diii… siii….niiii….”
Ify menyanyikan satu bait lagu yang Rio persembahkan untuknya dengan
terbata dan sesegukan.
Air matanya telah mengering. Ia tak mampu mengungkapkan betapa Ia
sangat kehilangan Rio. Bahkan air matapun tak cukup untuk menjelaskan
kerinduannya akan sosok itu. Meski Ia kini telah tiada, namun cintanya
takkan pernah mati.
Ify tidak akan pernah benar-benar merasa sendirian. Karena mereka
saling mengajari arti cinta, saling menguatkan. Karna semua orang harus
berdamai… dengan ketakutan.
TAMAT
Akhirnya selesai juga nih cerpen. Kemaren sempet ada kesalahan
teknis yang tiba-tiba sebagian ceritanya keapus gatau kenapa -____-
padahal udah nyelesaiin sampe jam setengah duabelas e malah ilang
akhirnya harus ngulang lagi.
Gimana nih ceritanya?? Ngefeel ga? kalau gue yang nulis sih ga ngefeel. Gatau kenapa udah ga ngefeel lagi RIFYnya u,u
Alyssa Saufika Umari atau Ify di film aslinya namanya Cinta diperanin sama Dinda Hauw.
Mario Stevano Aditya Haling atau Rio di film aslinya namanya Arkana diperanin sama Christ Laurent.
Itu lagunya Randy Pangalila yang Takkan Terpisah. Kalimat terakhir
itu quote dari sinopsisnya. Rada diubah abis aneh sih kata-katanya. Nih
yang aslinya “Mungkin malam itu malam terakhir mereka berdua. Dan ada
yang harus pergi. Tapi kalaupun seseorang pergi, seseorang yang
ditinggalkan tidak akan pernah benar-benar merasa sendirian. Karena
mereka saling mengajari arti cinta, saling menguatkan. Kalau semua orang
harus berdamai… dengan ketakutan.”
Semoga ga buruk-buruk amat deh ya nih ceritanya. Makasih ya buat
yang masih mau nungguin dan ngeluangin waktu buat baca cerpen ini.
semoga ga mengecewakan ya.
Silahkan kritik dan saran serta komentar nya. Yang suka boleh like.
Sampai bertemu di cerita berikutnya.
Wassalamualaikum WR. WB.