Thursday, July 12, 2012

Seandainya (Cerpen) *Bagian 1*


Gadis manis berseragam putih abu-abu itu berjalan tergesa-gesa di koridor sekolahnya hendak menuju ke perpustakaan. Hari memang sudah sore. Sekolah juga sudah bubar semenjak 15 menit yang lalu. Namun ada tugas yang harus dikerjakannya sore ini juga dan tidak bisa dipending. Gurunya yang satu ini terkenal tidak akan memberikan kompensasi apapun pada muridnya. Akibat dari buku yang memang terbatas, jadilah Ia tidak bisa mengerjakan tugasnya itu di rumah.

Setelah mendapatkan buku yang diperlukannya, Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruan perpustakaan itu. Sepi. Hanya ada satu orang siswa yang tengah menelungkupkan wajahnya ke dalan kedua tangannya yang dilipatkan di atas meja. Sepertinya siswa itu sedang tertidur.

Masa bodolah. Gadis itu duduk di hadapan siswa yang tengah tertidur itu. Untung saja masih ada siswa ini. jadi Ia tidak sendirian di dalam perpustakaan yang sudah sedikit gelap akibat cuaca di luar yang juga sudah sangat gelap. Sepertinya akan turun hujan sore itu.

Gadis itu mulai membuka bukunya dan mengerjakan tugasnya. Menyalin jawaban demi jawaban dari soal yang ada.

Ia memang bukan gadis dari kalangan keluarga konglomerat seperti kebanyakan teman-teman di sekolahnya yang bisa terbilang elit itu. Ia masuk ke sekolah itupun karena prestasi yang diraihnya ketika SMP. Mulai dari akademis sampai non akademis.

Banyak piagam yang ketika pendaftaran dibawanya ke sekolah. Para guru salut dengan prestasi yang diraihnya. Dan alhasil, Ia diterima di sekolah itu dengan beasiswa yang sudah terjamin selama tiga tahun. Selama hampir satu tahun bersekolah di sana, Ia juga sering memenangkan lomba. Ia sering mengharumkan nama sekolahnya.

Namanya Alyssa. Alyssa Saufika Umari. Teman-temannya biasa memanggilnya Ify. Gadis manis yang cerdas. Meski sedikit jutek, Ify disegani oleh teman-temannya karena Ia baik hati. Selain cerdas, ia juga jago memainkan piano. Suaranya juga bagus dan merdu. Banyak teman-temannya yang ingin bisa sepertinya. Tapi bukankah tak ada manusia yang sempurna?

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18.00. Adzan mahgrib mulai berkumandang. Ifypun tersadar bahwa hari sudah hampir malam.

“Yah, udah maghrib ya??? Untung udah selesai nih tugas gue..”

Ify merapikan buku-bukunya. Setelah semuanya masuk ke dalam tasnya, Ia melihat laki-laki di depannya itu.

“Nih orang tidur apa mati?” gumamnya sedikit bingung. Pasalnya dari tadi siswa yang mengenakan seragam yang sama seperti dirinya itu tidak bergerak sama sekali. Hanya sesekali terdengar dengkuran saja. Ify melambai-lambaikan tangannya di depan wajah laki-laki yang kini membuat tangannya menajdi bantal itu.

Tidak ada tanggapan. Nyenyak banget ya? Ify mengangkat kedua bahunya. Tidak memperdulikannya. Ia pun bangkit dari duduknya dan segera pergi dari perpustakaan. Namun ketika Ia mencoba membuka handle pintunya, pintu tidak bergerak terbuka. Berulang kali Ify mencobanya, namun tetap saja keadaan pintu tidak berubah menjadi terbuka. Jangan-jangan Ia terkunci.

“Yah, masa dikunci sih???” sunggut Ify sedikit panik dan bingung.

Ify kembali ke meja tadi. Ia melihat laki-laki itu. Masih belum berubah posisinya. Juga belum membuka matanya. Ify bimbang. Bangunkan? Atau Ia tunggu sampai laki-laki ini bangun? Tapi sampai kapan?

“Ah, bangunin aja, ah… iya kalo bangunnya sebentar lagi, kalo besok pagi? Males banget kan ke kunci di sini… Mana ujan lagi di luar..”

Ify pun mencoba membangunkan laki-laki itu. Di sentuhnya bahu laki-laki itu lalu digoyangkannya perlahan.

“Eh, bangun!! Bangun!!”

Ternyata meskipun tukang tidur, namun laki-laki itu bukan kebo. Ia langsung tersentak bangun. Ia celingak-celinguk entah untuk apa. Lalu dilihatnya Ify yang berdiri di sampingnya sambil memandangnya.

“Eh, ngapain sih lo pake acara bangunin gue segala?!!” tanyanya kesal.

“Iiih, elo tuh tidur tapi kaya orang mati tau ga?! Kita kekunci nih di perpus….”

“Lo anak kelas sepuluh kan? Songong amat lo bilang kaya gitu.”

“Duh, sori deh.. kepepet!”

Laki-laki itupun bangkit dari duduknya dan segera melangkah menuju pintu. Ify mengikutinya.

Setelah beberapa mencoba kali membuka pintu namun tidak bisa, laki-laki itu menendang pintu itu.

“Sial!!” cercanya.

“Terus gimana dong???” tanya Ify mulai panik.

“Ya mana gue tau.. Orang pintunya ke kunci…”

JEDEEEER JEDEEEER JEDEEEER
Petir di luar menyambar-nyambar membuat Ify yang memang takut pada petir reflek memeluk laki-laki  itu.

“Huaaa huaaa gue takut gue takut!!” teriak Ify panik.

Laki-laki yang belum diketahui namanya oleh Ify itu kaget ketika Ify memeluknya langsung tanpa meminta izin.

“Eh eh ngapain peluk peluk gue….” Laki-laki itu melepaskan tangan Ify yang melingkar di pinggangnya.

Ify tersadar dari ketakutannya. Lalu menunduk malu.

“Eh sori sori…. Yaudah itu cepetan bukain pintunya. Udah gelep nih, gue takut.” Suruh Ify berusaha menyamarkan saltingnya.

“Gimana mau dibuka??! Pintunya ke kunci gitu… guekan ga punya kuncinya.”

“Oh iya ya.. Ya lo dobrak kek. Lo kan cowo! Walaupun badan lo…. em.. cungkring kaya gitu…”

“Songong bet lu ya? lo ga punya kaca apa?”

“Ga ada waktu buat ribut! Ayo buruan dobrak!!”

Laki-laki itu menghela nafas berat sambil menatap pintu di depannya. Mudah-mudahan saja Ia bisa mendobrak pintu ini dengan tubuhnya yang…. Hem sudahlah tak perlu dideskripsikan.

“Mundur lo!!” suruhnya pada Ify. Ifypun mundur beberapa langkah menjauhi pintu da laki-laki itu.

“satu… dua… tiga…”

BRAAK!!!
Pintupun berhasil dibuka oleh laki-laki itu. Dengan perasaan lega, Ify berlari menghampiri laki-laki itu.

“Makasih ya, Mas. Kalo ga ada mas, gatau deh gue jadinya gimana…”

Laki-laki itu menatap Ify yang sudah berdiri di sebelahnya sambil memicingkan matanya. Lalu menghembuskan nafas kesal.

“Mas mas, lo pikir gue tukang jualan di kantin apa?! Gue punya nama… kenalin, nama gue Mario,” Laki-laki yang mengaku bernama Mario itu mengulurkan tangannya pada Ify. Ify menatap tangan itu lalu tertawa kecil. Dijabatnya tangan Mario.

“Oke deh, Kak Mario… Gue Ify,”

“Gausah Mario, kepanjangan. Cukup Rio aja…,” Ify tersenyum sambil mengangguk-angguk.

Tiba-tiba Rio melihat sebuah cairan kental berwarna merah keluar dari hidung gadis di sebelahnya itu. Sedikit kaget, Rio menunjuk hidung Ify.

“Eh, itu kok ada darah? Lo mimisan?”

Ify langsung menyentuh hidungnya. Ternyata benar. Ada sebercak darah yang menempel di jemarinya. Dengan tangannya, Ify mencoba menyumbat dan membersihkan darah itu. Namun tetap saja, darah itu terus mengalir, meski tidak terlalu deras.

Rio teringat bahwa tadi Ia sempat memasukkan sebuah sapu tangan ke dalam saku celananya. Ia langsung merogoh sakunya, dan mendapatkan sebuah sapu tangan berwarna biru. Riopun langsung membantu Ify menyumbat dan membersihkan darah yang keluar.

“Lo sakit ya, Fy? Lo pucet banget tuh..”

“Mungkin cuma kedinginan aja kali kak. Gue emang suka begini kalo kedinginan,” Ify tersenyum tipis.

“Kedinginan?” Rio langsung teringat, sekarang memang lagi turun hujan yang cukup deras. Rio langsung melepaskan jaket yang dikenakannya, lalu menyelimuti Ify.

“Makasih ya, Kak. Baru aja beberapa menit yang lalu kita kenal, gue udah ngerepotin lo kaya gini,” lirih Ify merasa tak enak hati.

“Ngerepotin? Engga kok. Santai aja. Sekarang kan masih ujan nih, kita pulangnya nunggu sampe sedikit reda aja ya? Entar gue anterin lo pulang kok, tenang aja. Kalopulang sekarang, entar lo keujanan malah sakit lagi,”

Ify tersenyum pada Rio lalu mengangguk. Riopun membalas senyum Ify. Membuat hati Ify mendadak berdebar tak karuan. Pipinya seketika memanas dan mungkin memerah. Ify langsung mengalihkan pandangannya ke arah yang berlawanan, menyembunyikan rona merah di pipinya yang mungkin memang sudah tersamar oleh gelapnya senja. Semoga saja Rio tidak menyadarinya. Doa Ify dalam hati.
*******

Siswa-siswi berlalulalang di kantin. Kantin ramai sekali. Bahkan banyak murid yag tidak mendapatkan tempat duduk untuk makan karena kantin benar-benar sangat penuh. Tak terkecuali Ify yang celingak-celinguk mencari tempat kosong dengan nampan di tangannya yang berisi mie ayam dan sebotol teh.

Tiba-tiba matanya berhenti di satu sosok yang tengah duduk sambil mengaduk-aduk minumannya. Ify jadi teringat akan sapu tangan dan jaket yang kemaren dipinjamkan padanya. Ify tersenyum lalu melangkah menuju ke mejanya.

“Hey, Kak Rio…” sapa Ify dengan senyum ceria tergambar jelas di wajahnya. Rio yang merasa namanya dipanggil, langsung menoleh ke Ify.

“Eh, Ify… Duduk, Fy,” Rio menawari. Ify mengangguk, lalu meletakkan nampan yang dibawanya di atas meja. Dan duduk di kursi di hadapan Rio.

“Makan, Kak,”

“Iya, makasih,”

Ifypun mulai melahap makanannya. Sambil mereka mengobrol sesekali bercanda. Tiba-tiba Ify kembali teringat dengan sapu tangan dan jaket Rio.

“Oh ya, Kak. Nih sapu tangan lo. udah gue cuci sampe bersih. Kalo jaketnya belum kering,” Ify mengulurkan sapu tangan Rio.

“Ngapain dibalikin? Gue kan ga nyuruh lo balikin,”

“Ya tapikan gue minjem, masa ga dibalikin,”

“Udah simpan, buat lo aja,”

“Serius lo kak?” Rio mengangguk.

“Yaudah deh, makasih ya, Kak,”

“Yap. Eh ntar malem jalan yuk?!” ajak Rio.

“Ha?” Ify yang tadinya ingin menyuapkan sesuap (?) mie ayam mengurungkan niatnya setelah mendengar ajakan Rio.

“Kenapa?”

“Gapapa sih,” Ify kembali melanjutkan aktifitasnya yang tadi sempat diurungkannya dalam waktu beberapa menit. Sejujurnya, ini adalah ajakan pertama seorang laki-laki padanya. Terlebih lagi yang mengajaknya adalah Rio. Jantungnya berdebar cepat. Namun ia berusaha menyembunyikannya.

“Yaudah, mau ga?”

“Ke mana?”

“Jalan…,”

“Iya, jalan ke mana?”

“Siniin tangan lo!!” pinta Rio sambil mengeluarkan pulpen dari saku celananya.

Ify mengerutkan keningnya, namun tetap mengulurkan tangan kirinya pada Rio. Rio memajukan tubuhnya, lalu menuliskan sebuah alamat di telapak tangan Ify.

“Emang ga dijemput?” tanya Ify dengan polosnya.

“Kalo dijemput berarti kita ngedate dong? Inikan cuma jalan biasa,” jawab Rio dengan santainya. Membuat Ify mengerucutkan bibirnya, manyun.

“Jangan lupa ya ntar malem jam tujuh. Gue tunggu!” Rio bangkit berdiri, kemudian berlalu pergi.

Ify menatap punggung Rio yang semakin menjauh. Lalu menatap telapak tangannya yang bertuliskan tulisan tangan Rio. Ify terkikik kecil.
*******
Jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Tedengar decitan melengking kayu pertanda pintu kamar Ify dibuka. Sang ayah masuk ke dalam kamar dan melihat putrinya sudah terlelap tidur di bawah selimut. Beliau tersenyum dan mengecup kening Ify. Kemudian keluar lagi dari kamar Ify.

Setelah memastikan pintu sudah ditutup rapat dan langkah kaki sang ayah sudah semakin menjauh, Ify membuka selimutnya dan kembali berdiri di depan cermin. Setelah yakin dandanannya sudah rapi dan menganggumkan, Ify segera membuka jendela dan melompat turun.

Ify memang tidak diizinkan berteman dekat dengan seorang laki-laki. Maka dari itu, Ia belum pernah berpacaran. Rio adalah teman dekat laki-laki pertama yang dimilikinya. Ayahnya tidak suka jika Ia dekat dengan laki-laki dan semuanya akan kacau termasuk segala prestasinya.

Dibalik segala keunggulan dan prestasinya, Ify tetaplah manusia biasa. Ia tak dapat menghindari kodratnya sebagai seorang remaja biasa. Ia juga ingin seperti teman-temannya yang lain. Dan Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.

Setelah sampai di tempat yang dimaksud Rio, Ifypun langsung masuk ke dalam tempat yang ternyata adalah sebuah caffe. Ify celingak-celinguk mencari sosok Rio yang tak terlihat batang hidungnya. tiba-tiba saja seluruh lampu penerang di ruangan itu padam. Gelap. Ify bingung. Ia celingukan berharap dapat menemukan sosok Rio.

Tiba-tiba saja sebuah lampu sorot mengarah ke sesosok laki-laki yang tengah duduk di belakang sebuah piano. Laki-laki manis itu memberikan seulas senyuman yang begitu menenangkan hati pada Ify. Ify yang awalnya bingung, kini ikut tersenyum melihat senyuman manis Rio, meski Ia tau senyumannya itu tersamar oleh gelap.

Dentingan piano terdengar membahana memenuhi ruangan hening itu. Lalu menyusul sebuah suara lembut bernyanyi diiringi dentingan piano yang merdu itu.

Saat nanti kita tak bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang karna mereka
Berusaha menjauhkan kita

Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Saat kau tak di sini

Saat nanti kita tak bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang karna mereka
Berusaha menjauhkan kita

Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan

Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Saat kau tak di sini

Lampupun kembali menyala dan terdengar tepuk tangan dari seluruh pengunjung caffe. Ify terkagum-kagum dibuatnya. Rio turun dari panggung caffe dan menghampiri Ify.

“Gimana tadi penampilan gue?”

“Keren banget kak. Sumpah…,”

“Haha, makasih. Yaudah yuk kita jalan-jalan di tempat lain,”
*******
“Pak, stop di sini aja deh,” Ify menepuk bahu sang supir taksi yang tengah mengemudikan taksinya dalam kecepatan rendah. Sang supirpun langsung mengehntikan laju taksinya.

“Loh kok di sini? Emang rumah lo di sini?” tanya Rio.

“Bukan, rumah gue di sana tuh,” Ify menunjuk sebuah rumah yang terletak tak jauh dari tempatnya berhenti, “Yaudah, gue turun ya. Makasih kak,” Ifypun keluar dari taksi itu dan berjalan menuju rumahnya.

Ketika di depan rumah Ify, Rio membuka kaca taksi dan berkata, “Berarti malem ini kita ngedate ya? Kan gue nganterin lo pulang. Daaaah,” Ify tersenyum dan terkikik kecil mendengar ucapan Rio. Iapun segera masuk ke dalam rumahnya. Ify kembali memanjat jendela kamarnya. Tiba-tiba saja lampu kamar menyala, dan terlihat sosok marah sang ayah.

“Eh, ayah…” serunya kaget.
********
Dengan langkah gontai, Ify berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Semalam ia dimarahi habis-habisan oleh sang ayah. Dan sebagai hukumannya, Ia tidak diberikan uang jajan selama dua minggu. Ify menghembuskan nafas keras.

“Hey, Ify!!!” seru Rio tiba-tiba sambil menepuk pundak Ify. Ify hanya melirik sebentar saja, lalu kembali menghadap ke depan.

“Kenapa tuh muka dilipet? Terus kok lo pucet ya?”

“Gue gapapa kok, Kak,”

Namun tiba-tiba saja setetes darah menetes dari hidung Ify, “Fy, lo mimisan lagi!!!” pekik Rio kaget.

Ify berhenti melangkah, lalu menyentuh hidungnya. Benar saja setetes darah terlihat menempel pada ujung jemarinya. Ify langsung mengambil tisu dari saku kemejanya. Ia mencoba menyumbat dan membersihkan darahnya dengan tisu tersebut.

“Lo kenapa Fy? Kedinginan?”

Ify menggeleng lemah. Tiba-tiba saja kepalanya terasa berat dan wajah Rio menjadi berbayang dua. Ify tak kuat berdiri lagi, semuanya terasa gelap, dan akhirnya Ia ambruk. Untung saja Rio dengan sigap menangkap tubuh Ify sebelum jatuh ke lantai.

“Fy… Fy!!!”

Riopun menggendong tubuh Ify dan segera mengantarkannya pulang ke rumah.
********
Dengan panik, Rio membuka pintu taksi dan membantu Ify turun dari dalam taksi. Ketika di tengah perjalanan pulang tadi, Ify tersadar.

“Pelan-pelan, Fy,”

“Makasih ya, Kak. Lo udah mau nganterin gue pulang. Gue ngerepotin lo terus kerjaannya,”

“Engga kok, Fy. Lo ga ngerepotin gue,”

Tiba-tiba sang ayah keluar dari dalam rumah dan menghampiri mereka berdua. Tangan Ify ditarik oleh beliau.

“Masuk, Fy! Masuk!!!” suruh ayah Ify.

“Ayah… Lepasin!” Ify meronta minta dilepaskan.

Ayah Ify menatap geram Rio yang tiba-tiba terdiam kaget. PLAAAAAAK! Satu tamparan melayang di pipi Rio.

“AYAAAH!!” teriak Ify kaget.

“Pergi kamu dari sini!! Saya tidak suka kamu berhubungan dengan anak saya!!” bentak ayah Ify.

“Tapi om…”

“PERGIII!!!!” ayah Ify mendorong dorong tubuh Rio, menyuruh Rio segera meninggalkan teras rumahnya.

Akhirnya Riopun memilih untuk pergi dari sana daripada membuat runyam segalanya.

“Ayah, ayah ga seharusnya ngusir Kak Rio kaya gitu!!” protes Ify.

“Diem kamu!! Masuk!!!”

Ifypun berlari masuk ke dalam. Sang ayah geleng-geleng kepala kesal melihat kelakuan putri satu-satunya itu.
********
Untuk beberapa hari, Ify dan ayah menginap di Bogor, di rumah tante Ify. sebagai hukuman karena sudah melanggar aturan sang ayah. Ify sudah menolak keras, namun tetap saja sang ayah memaksa. Akhirnya mau tak mau Ify menuruti keinginan sang ayah meski dengan berat hati.

Ify duduk di atas bukit kebun teh. Sesampainya di Bogor, Ify langsung keluar rumah dan segera menuju ke kebun teh ini. Ia ingin mencari udara segar. Ify mencoba menikmati pemandangan di sana meskipun pikirannya tetap tertuju pada Rio. entah kenapa, Ia sangat merindukan Rio.

“Loh? Ify?”

Sebuah suara membuyarkan lamunannya. Ify celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri mencari sumber suara yang sepertinya Ia kenal itu. Namun Ia tak menemukan sosok siapapun di sana.

“Hey!” seru suara itu lagi, kini sambil menepuk bahu Ify dan duduk di sebelah Ify. Ify menoleh ke sebelah kirinya di mana orang itu duduk. Seketika Ify membelalak kaget. Sosok yang dirindukannya kini bukan hanya dalam bentuk bayangan, tetapi kini dalam wujud nyata dan duduk di sebelahnya dengan sebuah gitar dipangkuannya.

“Kak Rio??!!!!” pekik Ify kaget namun tak dapat menyembunyikan rasa senangnya melihat sosok yang dirindukannya kini nyata di hadapannya sambil memangku sebuah gitar.

“Kok lo ada di sini, Fy?” tanya Rio.

“Iya kak, gue dihukum sama ayah. Jadinya diungsiin ke sini deh… Lo sendiri ngapain di sini?”

“Gue mau nyari udara seger aja di sini. Cuman sehari doang sih. Besok juga balik. Lo balik kapan?”

“Entahlah, mungkin minggu depan,”

“Lama amat?!!”

“Tau tuh ayah gue… Oh ya kak, yang kemaren itu maaf ya , kak. Sakit ga kak pipinya?”

Rio menyentuh pipinya, lalu tertawa.

“Perih sih waktu abis ditamparnya. Tapi sekarang udah gapapa kok.”

“Lo bawa gitar? Bisa mainnya? Mainin dong, sambil nyanyi!!” pinta Ify.

Rio menatap gitar dipangkuannya. Lalu menoleh lagi pada Ify, “Okeh...,” Iapun mulai memetik gitarnya, dan ketika intro selesai, Ia mulai bernyanyi.

Saat nanti kita tak bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang karna mereka
Berusaha menjauhkan kita

Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Saat kau tak di sini

Saat nanti kita tak bisa saling menyentuh
Memandang wajahmu
Kuatlah sayang karna mereka
Berusaha menjauhkan kita

Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan

Ku kan slalu mencintaimu
Takkan ku bohongi hati ini
Hanya kamu yang ku mau
Cuma kamu yang kurindukan
Saat kau tak di sini

“Fy…” panggilnya pada Ify.

Ify menoleh, “Ya?”

“Gue…. sayang sama lo…”
**********
Mereka berlari saling berkejaran di kebun. Menikmati suasana alam kebun Bogor yang khas. Menikmati kebersamaan mereka yang mereka harap bisa dapat terus selamanya. Memutari, mengelilingi kebun teh sambil bergenggaman tangan erat. Berteduh di bawah pohon yang rindang. Mereka sama-sama sedang menikmati anugrah Tuhan yang terindah, yang pernah mereka miliki, cinta.
**********
“Sampe sini aja deh, Kak. Takut ketauan ayah..,” Ify menghentikan langkah mereka berdua kira-kira 10 meter. Ify takut ayahnya tau kalau Ia bertemu dengan Rio di sini.

“Hem, yaudah deh… Kamu hati-hati ya, muka kamu pucet tuh,” ujar Rio tersenyum.

“Kamu yang harusnya hati-hati… Hati-hati yaa.. pucet mah udah biasa kak hehe,” Ify membalas senyum Rio.

Rio tertawa kecil, “Yaudah, sana gih..,”

“Oke deeh… Daaaah…” Setelah berucap seperti itu, dan memastikan bahwa senyumnya sudah dibalas oleh Rio, Ifypun membalikkan badannya dan segera melangkah menuju ke rumah tantenya..

Sesekali Ify menengok ke belakang, menyunggingkan sebuah senyum pada Rio. Riopun membalas senyum Ify. Di depan pagar rumah tantenya, sebelum Ify benar-benar masuk ke dalam rumah, Ify masih menyempatkan dirinya untuk tersenyum ke arah Rio. Dan Riopun masih membalas senyum Ify. Dan akhirnya Ify benar-benar menghilang di balik tembok pembatas antarrumah.

Setelah memastika Ify masuk ke dalam rumah tantenya dengan selamat, Rio membalikkan tubuhnya dan segera melangkah pergi menuju tempat penginapannya. Namun baru saja beberapa langkah, Rio dikagetkan dengan suara teriakan yang menyebutka nama Ify.

“IFYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY!!!!!”

Rio yang kaget dan panik seketika membalikkan tubuhnya dan semakin bingung dan panik kala melihat sebuah mobil dengan terburu-buru keluar dari halaman rumah dan melewati dirinya. Ia sangat yakin telah terjadi sesuatu pada gadis yang baru menjadi kekasihnya beberapa jam yang lalu itu.

“IFY!! IFYYY!!!!” Rio berlari-lari berusaha mengejar mobil itu. meskipun Ia tau Ia takkan mungkin dapat mengejarnya.

TINTINTIN
Bunyi klakson motor mengejutkannya. Karena terkejut dan panik antara klakson motor itu dan mobil yang membawa Ify, Rio berhenti tiba-tiba dan langsung menoleh ke arah kanannya di mana arah motor itu datang. Pikirannya kalut dan Ia tak mampu berfikir dengan jernih. Ia tak tau harus berbuat apa saat itu.

Dan akhirnya, Ia hanya mampu berteriak, “AAAAAAAAAA!!!”

Pengemodi motor yang panikpun tak mampu mengendalikan motornya. Dan akhirnya tabrakanpun tak terhindarlan lagi. Riopun tertabrak motor tersebut dan jatuh terguling-guling di kubangan di jalanan itu. Rio merasakan sakit yang luar biasa di bagia tulang rusuk dan tangan kanannya.

“Errrrrr” erang Rio mencoba menahan sakitnya.

Seseorang menghampiri Rio, dan membantu Rio berdiri.

“Mas, gapapa?”

“Engga apa-apa Mas. Makasih yaaa,” ucap Rio setelah Ia berdiri. Ia mencoba memaksakan seulas senyum.

“Beneran, Mas?” tanya orang itu lagi.

“Iya, Mas. Bener…,” Rio memaksakan seulas senyum meski tipis untuk membuat orang ini percaya. Tulang rusuk dan bagian tubuh sebelas kanannya terasa seperti dilindas truk tronton.

Akhirnya orang itupun pergi meninggalkan Rio. Rio berusaha berjala meski sempoyongan seperti orang mabuk. Setelah beberapa meter berjalan dan Ia sudah benar-benar tak kuat lagi, akhirnya Ia berhenti melangkah dan merasa perutnya sangat mual. Sepertinya seluruh isi perutnya ingin keluar semua.

Rio terbatuk dan muncratlah darah dari mulutnya. Ia terus memuntahkan darah itu dalam jumlah yang cukup banyak. Sampai kakinya tak kuat lagi menopang tubuhnya. Dan akhirnya tubuhnya kembali jatuh dan ia hanya bisa mengerang kesakitan entah pada siapa. Sendirian. Tanpa ada yang memperdulikannya.

Bersambung……

HAAIIIIIIIIIIII SEMUANYAAAAAAA!!!! :)) apa kabar kalian??? Semoga baik yaa :)
Gue datang membawa sebuah cerpen yang terinspirasi dari Film “Seandainya”. Pada tau ga? itu loh yang pemainnya Dinda Hauw sama Chris Laurent. Bukan terinspirasi sih sebenernya. Tapi lebih ke Seandainya versi cerpen. Soalnya hampir mipir banget, cuman ada beberapa bagian yang diubah.

Ini gue bagi jadi dua bagian. Soalnya kepanjangan kalo cuman satu bagian. Takutnya ntar kalian pada bosen bacanya… bagian keduanya ga mau janji kapan. Tapi pasti secepatnya kok.

Maaf ya kalo pilihan katanya berantakan. Udah lama banget ga nulis. Nah ini mau ngasah lagi. mudah-mudahan ga aneh-aneh banget deh.

Kritik dan sarannya di tunggu banget ya buat ngebangun cerita2 gue biar better than before. Silahkan like kalo kalian suka….

Yang mau kenal lebih akrab lagi sama silahkan follow twitter aku @ameliastr... mention aja kalo mau difollback :))

Makasih buat waktunya yang udah nyempetin baca. Love you all:*