Part 8
Setelah luka di pelipis Via diobati oleh dokter yang memang selalu siaga di UKS, Ify dan Via izin pulang dengan diantar oleh Alvin ke rumah Via. Ify ikut izin karena menurutnya banyak yang harus Ia urus dengan Via. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang harus segera dikonfirmasi oleh sang narasumber. Sedangkan Alvin kembali ke sekolah karena banyak tugas OSIS yang harus diurusnya.
Kini mereka berada di kamar Via. Kamar khas remaja putri kebanyakan. Tempat tidur king size dengan sprai bermotif bunga lily putih berwarna pink muda. Dindingnya dilapisi cat berwarna pink muda. Ada meja belajar di salah satu sisi ruangan. Ada juga lemari baju, sebuah meja kecil di samping tempat tidur, meja rias, dan kamar mandi. Ada sebuah pintu yang diberi gorden putih di sebelah kiri tempat tidur. Jika dibuka, maka akan langsung tersambung dengan balkon.
Ify memilih untuk duduk di karpet yang memang dipasang di depan tempat tidur Via. Sedangkan Via duduk di hadapan Ify setelah Ia selesai membersihkan diri dan ganti baju.
"Lo ngapain sih dandan kaya tadi? Lo terinspirasi dari mana dandan kaya gitu?" tanya Ify sambil menegakan duduknya setelah tadi Ia bersender pada tempat tidur.
Via membetulkan letak kacamatanya yang terasa tidak nyaman itu. Lalu menghela nafas.
"Gue nggak tau harus mulai ngejelasin dari mana," jawabnya sambil menguncir asal rambutnya.
"Kemaren emang lo ke mana pas istirahat? Lo kan belum cerita sama gue."
"Gue ditarik sama Kak Shilla ke ruang musik....," Via menceritakan semua kejadian yang terjadi kemarin. Mulai dari Ia ditarik paksa oleh Shilla ke ruang musik, hingga Ia pergi meninggalkan Alvin karena pengakuan Alvin yang menyakitkan itu. Ify mengernyitkan keningnya mendengar cerita Via.
"Vi, lo suka sama Kak Alvin?" tanya Ify yang langsung dapat menyimpulkan cerita Via.
Via membelalakan matanya, menatap Ify terkejut. Ia lupa bahwa Ia belum bercerita apapun tentang perasaannya untuk Alvin pada Ify. Namun didetik ke sekian, Ia menundukkan kepalanya.
"Gue berhak nggak sih suka sama Kak Alvin?" lirih Via.
Ify menatap sahabatnya itu lekat-lekat, lalu menyentuh kedua bahu Via.
"Via, semua orang itu berhak buat ngerasain perasaan itu ke siapa aja. Lo nggak usah dengerin omongannya tuh mak lampir satu. Mulutnya nggak pernah disekolahin."
"Tapi gue ngerasa nggak tau diri banget, Fy, suka sama Kak Alvin yang jelas-jelas suka sama Kak Shilla. Gue nggak akan menang kalau bersaing sama dia," ujar Via menatap Ify di kalimat pertamanya, namun kembali menunduk di kalimat terakhir.
"Kenapa? Karna penampilan lo?" tanya Ify sambil melepaskan kedua tangannya dari bahu Via. Namun tetap tak mengalihkan pandangannya.
Perlahan Via mengangguk lemah menjawab pertanyaan Ify. "Sebenernya gue iri sama Kak Shilla, sama lo. Dia sama lo itu dipuja-puja anak satu sekolahan. Siapa yang nggak suka sama kalian? Sedangkan gue? Deket sama lo aja, semua nyibir gue," Via kembali menunduk. Sedangkan Ify menghela nafas.
"Sini deh sini, lo ikut gue!" ajak Ify. Ia bangkit berdiri, diikuti dengan Via. Lalu mendorong tubuh Via ke depan cermin besar yang berada di meja rias. Ia mendudukan Via di kursi, dan menyuruh Via menatap pantulan dirinya sendiri di cermin.
"Vi, lo itu cantik. Lo itu sebenernya cantik. Tapi itu semua tersembunyi dibalik penampilan lo. Nggak banyak yang tau itu, Vi. Karna mereka nggak pernah perhatiin lo. Tapi gue, yang setiap hari ketemusama lo, duduk sama lo, ke mana-manasama lo, gue tau itu. Gue nemuin kecantikan lo yang tersembunyi itu," jelas Ify.
Via menatap bayangannya di cermin. Mencoba mencari bukti atas pernyataan Ify tadi. Mencari kecantikannya yang tersembunyi itu.
"Nih, ya, lo buka kacamata lo. Udah saatnya lo ganti kacamata lo. Ini udah terlalu norak buat dipake di jaman gadget bertebaran di mana-mana kaya gini," Ify melepaskan kacamata Via perlahan-lahan. Via menyipitkan matanya karena Ia tidak terbiasa tidak memakai benda itu. Ia mencoba menetralisir cahaya yang masuk ke matanya. Dan memfokuskan pandangan agar terlihat jelas.
"Lo cuma min kan? Lo makan wortel tiap hari, pasti sembuh tuh min lo,"Via mengangguk-angguk mendengarkan ucapan Ify.
"Nah, rambut lo, lepas ya?" Via mengangguk. Ifypun melepaskan kunciran rambut Via, dan tergerailah rambut hitam panjang Via. Dirapikannya rambut indah bagai model-model iklan shampo itu.
"Cantik kan?" Via menyipitkan matanya memfokuskan bayangan dirinya dicermin yang terkadang masih suka buram tanpa kacamata. Ia mengangguk-angguk sambil tersenyum.
"Iya, Fy. Cantik," ceplos Via takjub melihat dirinya di cermin. Ify tersenyum senang.
"Sekarang, ayo kita ke mall!" ajak Ify.
"Ngapain?"
"Udah ayo, ikut aja!" Ify menarik tangan Via. Dan merekapun pergi ke mall terdekat dengan menggunakan taksi.
*****
Semua mata tertuju padanya. Semua mata memperhatikannya. Semua mata melihatnya. Ada yang terlongo-longo, ada yang berdecak kagum, ada yang menggeleng-gelengkan kepalanya, bahkan ada yang mengeces melihat seorang putri bak bidadari berjalan di koridor. Kasak-kusuk dan berbagai macam respon terdengar di sana.
"Anak baru ya?"
"Cantik banget."
"Ada bidadari nyasar!"
Sedangkan gadis itu mencoba tak mengacuhkan orang-orang yang terus saja memperhatikan dan membicarakannya. Ia tetap berjalan menuju ke kelasnya. Membiarkan orang-orang itu mengangumi penampilannya hari ini.
Dari ujung koridor, Ify berlari-lari sambil berteriak menyerukan namanya, "Viaaaa!!!!"
Via yang merasa namanya dipanggil langsung menoleh ke belakang. Senyum lebar mengembang di wajahnya mendapati sahabatnya berlari ke arahnya.
Sedangkan orang-orang di sana melongo kaget mendengar Ify memanggil gadis cantik yang mereka kagumi itu dengan sebutan Via.
"Via?"
"Via? Yang cupu itu?"
"Temennya Ify yang cupu itu?"
"Via yang kemaren kita lemparin telor, tepung, sama tomat?"
Terdengar pertanyaan-pertanyaan berupa gumaman di sana. Bagaimana mungkin gadis cantik itu adalah Via? Kemarin baru saja Via dibully oleh orang-orang satu sekolah karena penampilannya yang cupu dirubah menjadi norak. Masa langsung berubah jadi secantik ini?
"Wuiiiiih, cantik banget sahabat gue yang satu ini. Sampe pangling gue," Ify berdecak kagum.
"Pangling kok manggil? Haha, Ini juga kan berkat lo kemaren. Thankyou so much bestieeeeee," Via memeluk Ify.
Ify tersenyum dan mengangguk-angguk. Ia senang karena kemarin Ia berhasil memake-over Via di mall. Dan hasilnya yamg terlihat seperti sekarang ini. Memang benar-benar berubah jauh. Kacamata besar dan tebal Via diganti dangan soflensbening sehingga bola mata coklat Via tak berubah warna. Rambut hitam panjangnya dibiarkan tergerai dan dihias dengan bandana pink. Make-up sederhana yang dipoleskan di wajahnya, menambah cantik gadis ini. Lipgloss pink menghiasi bibir mungilnya. Rok di bawah lutunya, kini menjadi lima centi di atas lutut. Baju yang dikeluarkan rapi. Anting norak yang kemarin dipakainya, kini diganti dengan anting yang lebih pendek dengan permata yang berkilauan di ujungnya. Sepatu pantopel berhak tinggi kini menjadi sepatu kets berwana putih.
Rio, Alvin, dan yang kebetulan baru saja datang dan melewati koridor yang ramai namun tak seramai kemarin menghampiri Ify dan Via yang tengah berbincang-bincang di tengah koridor.
"Woy, Fy!" seru Cakka menepuk pundak Ify.
"Eh," ceplos Cakka melihat gadis di samping Ify yang sepertinya belum pernah Ia lihat namun wajahnya sangat familiar. Ia, Alvin, dan Rio mengernyitkan keningnya.
"Siapa, Fy? Anak baru? Tapi kok familiar ya?" tanya Cakka diikuti anggukan Alvin. Sedangkan Rio hanya mendengarkan teman-temannya karena Ia tau Ia akan mendapatkan jawabannya meskipun tidak bertanya.
"Anak baru dari Hongkong. Ini Via tau," jelas Ify yang membuat mereka bertiga melongo kaget. Alvin dan Cakka memperhatikan Via dari atas sampai bawah dan kembali lagi ke atas. Membuat Via terkekeh.
"Sumpah ini Via?!" tanya Cakka tak percaya.
"Iya, Kak Cakka. Ini gue, Via. Apa perlu gue perkenalin diri?" ledek Via dan kembali terkekeh.
"Sumpah beda banget. Sampe pangling gue," ujar Alvin yang masih takjub.
"Cantikkan? Yaiyalah. Makanya nih ya lo semua nggak usah ngejudge orang dari penampilan luarnya. Nih liat, orang yang lo semua bully kemaren, aslinya cantikkan? Kasian deh lo semua," cibir Ify sambil tertawa puas melihat orang-orang yangkemarin menyerang Via kini terlihat menyesal dan kicep tak bisa berbicara apapun.
"Eh, eh, ada apaan nih ngumpul di sini?"
Seseorang yang benar-benar diharapkan lenyap dari muka bumi ini menghampiri mereka semua. Dengan gaya memuakkannya, Ia berhenti di depan Ify. Ify dan Via memutar bola matanya.
"Siapa nih? Kok gue baru liat?" sinis Shilla melihat ada satu lagi yang sepertinya akan menyainginya setelah Ify di sekolah ini.
Ify tersenyum miring. "Masa sih lo gak kenal?"
Shilla menyipitkan matanya mecoba mengingat-ingat siapa gadis ini. Meskipun wajahnya familiar, tapi Ia tidak mengenalinya.
"Gue nggak tau," ketus Shilla.
"Ini kan orang yang lo bully habis-habisan kemaren. Yang lo lempar pake batu. Tuh liat jidatnya!" Ify menunjuk pelipis Via yang masih terbalut perban.
Shilla membelalakan matanya kaget. Ia menatap Via dari atas sampai bawah. Benar-benar tak percaya bahwa gadis cantik di sebelah Ify itu adalah Via. Anak cupu yang selalu diolok-oloknya. Ify tersenyum puas melihat ekspresi terkejut Shilla.
"Kok bisa?" tanya Shilla masih tak percaya.
"Makanya, lo nggakusah ngerasa jadi manusia paling cantik di dunia. Lo nggak pernah sadar kan? Masih ada langit di atas langit," Ify tersenyum penuh kemenangan. Viapun tak kalah puasnya melihat ekspresi tak percaya Shilla. Sedangkan Shilla mendengus kesal. Lagi-lagi Ify mencibirnya.
*****
Ify menendang benda apapun yang berada di depannya. Ia kesal sekali karena tiba-tiba saja supirnya mengirim pesan singkat berupa pemberitahuan bahwa tidak bisa menjemput Ify karena harus pulang kampung mendadak. Berarti bukan hanya hari ini saja Ia terlantar. Hingga beberapa hari ke dapan Ia akan pontang-panting kebingungan akan pulang dan pergi sekolah naik apa.
Ia tidak pernah naik angkutan umum sebelumnya. Jadi Ia tidak tau harus naik yang nomor berapa dan jurusan apa. Ia tidak mungkin menebeng dengan Via. Rumah mereka beda arah. Dari ujung ke ujung.
Ify menghela nafas kesal. Rumahnya jauh dari sekolah. Jika Ia berjalan kaki, bisa-bisa kakinya putus setelah sampai di rumah nanti.
"Ergh!" Ify frustasi memikirkannya.
TINTIN
Tiba-tiba saja sebuah klakson mobil mengagetkannya. Ify sontak menoleh ke belakang dan mendapati mobil Mercedes Benz CLS350 CGI berwarna Midnight Blueberhenti di sampingnya. Ify tidak merasa mengenal mobil itu. Ia lantas mengerutkan kening.
Kaca mobilpun dibuka oleh si pemilik. Setelah kaca itu terbuka, Ify yang kaget mendapati siapa pengendara mobil itu semakin mengerutkan keningnya.
"Heh, cewek yang belum pernah disentuh cowok! Kok jalan kaki lo?" tanyanya.
Ify mendengus kesal mendengar laki-laki itu memanggilnya dengan sebutan norak semacam itu.
"Heh, pak ketos yang belagu, nama gue Ify! IFY! I-EF-YE!" seru Ify penuh penekanan.
"Ya apapun itulah nama lo, gue nggak perduli. Lo belum jawab pertanyaan gue. Lo ngapain jalan kaki?"
"Bukan urusan lo!" ketus Ify kesal.
Rio -si pengendara mobil- terkekeh mendengar jawaban Ify. Memang benar sih bukan urusannya. Lalu untuk apa Ia bertanya? Sejak kapan Ia menjadi pemuda yang kepo? Rio mengangkat kedua bahunya lalu terkekeh lagi.
"Lo mau pulang?" tanyanya lagi.
"Enggak, gue mau ke surga! Udah tau nanya lagi lo!" lagi-lagi Ify mengucapkannya dengan ketus.
"Yaudah, naik!" perintah Rio itu membuat Ify mengernyit.
"Naik?" Rio menangguk. Sedangkan Ify dengan cepat menggeleng, menolak ajakan yang lebih tepat jika disebut perintah itu.
"Lo mau jalan kaki sampe rumah?"
"Bodo! Mending gue jalan kaki sampe rumah, daripada harus minta bantuan sama lo!"
Rio menganggik-angguk."Okey, no problem. Lo tau kan di ujung jalan sana banyak preman yang biasanya jam segini pada nongkrong? Ya paling lo kehilangan masa depan sih nekat ngelewatin mereka sendirian. Yaudah, gue pulang duluan ya."
Ify mencibir. Dipikirnya Ia takut dengan ucapan Rio? Tidak. Ia tau Rio hanya menggertaknya. So, Ia takkan kena oleh gertakan Rio.
"Gue nggak takut!" seru Ify.
"Ya, silahkan aja," Rio menggedikan bahu.
"Heuh, dasar nyebelin!" umpat Ify.Iapun segera berlari menjauhi mobil Rio. Ia merutuki Rio berkali-kali. Menghentakan kakinya ketika berjalan. Memasang wajah membunuh. Moodnya mendadak buruk seketika.
"Kak Rioooooo, errrrrghhh," Ify mengepal-ngepalkan tangannya membayangkan Ia meremukan wajah Rio.
"Kenapa sih ada cowok yang sedableg, senyebelin, serese itu. Aneh lagi. Udah mana senyumnya, matanya, postur badannya, ngingetin gue samaaa... Argh, Kak Riooooo, pengen gue sambel lo tau gak!? Dasar ressss....," Ify tengah memperagakan mengulek sambal dengan kedua tangannya sambil membayangkan wajah menyebalkan Rio. Namun tiba-tiba saja segerombolan orang berbadan hitam besar dan bertato menghadang langkahnya dengan berdiri bagaikan portal di depan Ify. Sontak saja Ify berhenti mendumel dan mendongakan kepalanya. Ia membelalakan matanya mendapati segerombolan manusia menyeramkan tengah menghalangi jalannya.
"Neng, sendirian aja? Mau ke mana? Sini biar abang anter," goda si preman pertama yang sepertinya adalah ketua geng sambil mencolek lengan Ify.
Ify berusaha menghindar dan menatap tajam si preman yang kurangajar itu. "Heh, jangan sentuh gue!"
"Wah, berani dia. Haha. Hajar aja bos!" preman lainnya mengompori. Preman yang dipanggil bos itu tertawa.
"Emang lo Tuhan harus gue takutin?!" tanpa rasa takut, Ify seperti menantang preman-preman itu.
"Haha, main-main lo sama kita. Woy, lo berdua!" si preman bos itu memanggil dua anak buahnya yang berdiri di belakangnya dan mengisyaratkan sesuatu. Mereka berdua mengangguk dan segera menghampiri Ify. Merekapun memegangi kedua tangannya Ify.
Ify meronta. Ia menggerakan tubuhnya agar bisa terlepas dari genggaman kedua preman itu. Namun apa daya. Kekuatannya takkan sebanding dengan dua orang preman bertubuh besar ini.
"Lepasin! Lepasin gue nggak?! Gue teriak nih!?" ancam Ify sambil meronta. Namun preman-preman itu malah tertawa meledek.
"Teriak aja sana! Di jalan ini tuh sepi. Lo liat kan, nggak ada kendaraan umum satupun? Dasar anak bego! Haha. Cepet bawa dia ke sana!"preman itu menyuruh dua anak buah yang memegangi tangan Ify dan menunjuk sebuah tempat seperti saung yang berada di pojokan jalan, markas mereka.
"Lepasin! Lepas!" Ify masih berusaha meronta meski Ia tau itu adalah perbuatan yang sangat sia-sia. Seketika itu juga Ia menyesali gengsinya yang berlebihan dan pemikiran negatifnya dengan Rio. Jika tadi Ia menuruti dan mempercayai ucapan Rio, tentu tidak akan begini jadinya.
Tubuh Ify dibanting ke atas triplek yang melapisi bambu-bambu di bawahnya. "Aw!"ringis Ify yang merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Preman-preman itu tertawa puas melihatnya.
Tangan Ify ditarik ke atas dan dipegangi seerat mungkin sehingga Ify tak mampu bergerak sama sekali. Ia benar-benar menyesali gengsinya. Namun Ia teringat kakinya masih bebas. Ketika preman itu mendekati Ify, Ify menendang selangkangan si preman hingga preman itu jatuh tersungkur kesakitan.
"Sialan! Macem-macem lo ya?!" preman itu bangun dan dengan sekuat tenaga melayangkan tangannya ke pipi Ify hingga tepi bibirnya berdarah akibat robek. Pipinyapun menjadi warna merah.
"Lo rasain nih akibatnya udah berani sama gue!"
Ify menangis. Merutuki kebodohnnya. Menyesali segala gengsinya. Ya Tuhan, bagaimana nasibnya sekarang? Ia takkan mungkin bisa terlepas dari preman-preman ini. Jalanan sangat sepi. Sehingga berteriakpun akan sangat percuma.
Kerah baju Ify ditarik kasar hingga tubuhnya terangkat namun tangannya tetap ditahan di atas. Ify menjerit merasakan sakit di persendiannya yang seperti lepas dari tempatnya.
Preman itu mendekatkan wajahnya pada Ify, namun sebisa mungkin menghindar sambil berteriak mengumpat preman-preman itu. Ia takkan sudi tubuhnya disentuh oleh preman-preman bejat seperti mereka.
"Lepasin gue, preman sialan!" umpat Ify sambil menangis. Ia masih terus menghindarkan wajahnya dari wajah preman yang terus-menerus berusahan mendekat.
BUUUUUK
Satu pukulan di tengkuk preman tadi membuat Ify terbanting kembali ke atas triplek. Preman itu jatuh tersungkur dan kepalanya terantuk sisi bambu hingga akhirnya pingsan.
Anak-anak buahnya yang tidak terima, akhirnya melakukan serangan balik. Kedua anak buahnya yang tadi mencengkram tangan Ifypun melepaskan tangan Ify dan ikut menyerang orang yang telah membuat bosnya pingsan.
Ify bangkit untuk melihat siapa yang sudah menolongnya. Dan matanya membelalak kaget melihat sosok itu menyelamatkannya hari ini.
"Kak Rio," gumam Ify tak percaya. Ia benar-benar bersyukur pada Tuhan.
Ify melihat Rio melawan empat anak buah preman tadi. Ia berdecak kagum. Tak menyangka bahwa ternyata Rio jago berantem. Matanya berbinar melihat aksi Rio yang mengagumkan untuknya itu.
Sadar dari keterpesonaannya, Ia mencari benda apapun yang bisa digunakannya untuk membantu Rio. Matanya tertuju pada kayu yang tergeletak. Mungkin itu adalah kayu yang tadi Rio gunakan untuk memukul bosnya.
Diambilnya kayu itu, lalu dipukulkannya ke tengkuk salah satu preman. Membuat preman itu tersungkur. Dan akhirnya pingsan juga.
"Fy, jangan deket-deket!" teriak Rio mengingatkan. Temannya yang lainnya tak terima. Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat, lalu menghampiri Ify. Ify yang kaget, berusaha berlari menjauh. Namun terlambat, bajunya ditarik oleh preman itu.
"Errrgh, LEPAS!" Ify meronta. Namun si preman langsung membekap mulut Ify dengan tangannya. Ia memainkan pisau itu di wajah Ify.
"Lo mau muka lo yang mulus ini hancur gara-gara pisau ini?" tanya si preman sambil tertawa.
Ify menatap ngeri pisau yang tengah 'mengelus' wajahnya itu. Lalu preman itu menurunkan pisau itu ke lengan Ify. Kembali dielusnya lengan Ify dengan pisau itu.
Ifypun menggigit tangan preman itu yang tengah bertengger di lehernya sekuat mungkin. Hingga preman itu melepaskan Ify. Namun sayang, pisau itu melukai lengan Ify karena memang pisau itu sedang 'bermain' ditangannya tadi. Ify meringis sambil berjalan mendekati Rio dengan tertatih.
Preman yang tadi terlibat baku hantam dengan Rio sudah habis dihajar Rio. Hingga tiga dari empat preman itu tersungkur tak berdaya. Bunyi sirine polisi membuat keduanya bernafas lega. Dan empat-empatnya langsung diringkus polisi yang memang sebelumnya sudah dihubungi oleh Rio.
Ify terus-terusan meringis kesakitan menutupi luka di lengannya yang terus-terusan mengeluarkan darah.
"Elo sih nekat?! Gue bilang juga apa. Nggak percaya sih sama gue. Lo belum diapa-apain kan sama mereka?" Ify menggeleng lemah. Rio membuka pintu mobilnya, mengambil slayer yang berada di dashboard. Ia membalut luka Ify sementara dengan slayer putih yang seketika berubah menjadi warna merah itu.
"Kak Rio...," panggil Ify sambil menatap Rio sayu. Rio menoleh menatap Ify. Lalu mengerutkan keningnya melihat wajah Ify yang seketika berubah pucat.
"Fy, lo nggak... IFY!"
Rio belum sempat menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba saja tubuh Ify ambruk. Untung saja dengan sigap Rio menahan tubuh Ify sehingga Ify tidak jatuh ke tanah. Tanpa basa-basi lagi, Rio membua pintu mobil dan menggendong Ify masuk ke dalam mobilnya.
*****
No comments:
Post a Comment