Wednesday, March 25, 2015

Pilihan Hati (Part 4)



Part 4

Gadis cantik itu melangkah dengan hati yang entah mengapa terasa sangat gembira hari itu. Segala beban yang kemarin bagaikan menimpanya, kini menguap entah ke mana. Sambil bersenandung kecil kakinya mengajaknya melangkah menuju kantin akibat dari cacing-cacing yang sudah berorasi sejak awal pelajaran kedua baru dimulai. Dan kini saatnya mengisi perut dan melepas penat.
Ketika melewati ruang OSIS, Ify berhenti melangkah. Ada sesuatu yang menggelitik hatinya. Seperti terhipnotis, Ia melangkah perlahan menuju ke depan pintu ruang OSIS, menempelkan telinga, dan mempertajam pendengarannya.
Via yang merasa berjalan sendiri langsung berhenti melangkah dan menoleh ke belakang. Via mengerutkan kening melihat gerak-gerik Ify. Iapun menghampiri Ify yang masih terdiam di depan pintu ruang osis dengan telinga yang tertempel di pintu.
"Fy, ngapain sih?" tanya Via sambil mengerutkan keningnya.
Ify terkesiap dan langsung menegakan tubuhnya. Ia menempelkan telunjuknya di bibir.
"Sssstt!! Jangan berisik!" seru Ify namun dengan suara yang dikecilkan.
"Ada apaan sih?" Via mengecilkan suaranya juga.
"Dengerin deh...."
Ify kembali menempelkan telinganya dan memfokuskan pendengarannya. Via yang penasaranpun ikut-ikutan memfokuskan pendengarannya ke ruang OSIS.
"When I see your smile
Tears run down my face
I can't replace       
And now that I'm strong
I have figured out
How this world turns cold
And it breaks through my soul
And I know I'll find deep inside me
I can be the one

I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven"

Entah mengapa hatinya berdebar begitu hebat. Lagu favoritnya dinyanyikan dengan suara semerdu itu. Selama ini, tidak ada yang pernah bisa menyanyikan lagu itu sesempurna penyanyi aslinya. Dan kini, Ia mendengar sebuah suara menyanyikannya dengan begitu sempurna, ditambah juga bonus iringan gitarnya.
'Siapa yang bisa melagukan Your Guardian Angel seindah itu?' pikir Ify.
"Fy, siapa yang nyanyi? Sumpah itu keren banget!" puji Via yang juga terpesona.
Ify hanya mampu menggeleng karena Iapun masih tidak menyangka ada suara dan permainan gitar seindah itu. Ia masih larut dalam keterpesonaannya. Bukan. Ia bukan hanya terpesona. Tapi Ia jatuh cinta.
"Gue penasaran siapa yang bisa nyanyiin Your Guardian Angel sebagus itu. Ngintip aja ah," gumam Ify.
"Pelan-pelan, Fy. Ntar ketauan," Via memperingati.
Ify mengancungkan jempolnya sambil mengangguk. Disentuhnya handle pintu, lalu dengan gerakan yang hati-hati didorongnya pintu itu pelan-pelan. Masih terdengar lagu tersebut dinyanyikan. Pelan-pelan Ify mengintip.
"Cause you're my, you're my, my, my true love,
my whole heart
Please don't throw that away
Cause I'm here for you
Please don't walk away and
Please tell me you'll stay, stay

Use me as you will
Pull my strings just for a thrill
And I know I'll be okay
Through my skies are turning gray"

(The Red Jumpsuit Apparatus - Your Guardian Angel)

DEG.
Tiba-tiba saja hatinya berdesir hebat. Jantungnya bekerja dua kali lebih cepat seketika. Ify menganga kaget mengetahui siapa si pemilik suara yang mampu membuatnya jatuh cinta pada pendengaran pertama. Terlihat sesosok kakak kelasnya yang tengah memangku gitar di salah satu sudut ruang OSIS. Dengan sangat pelan-pelan, Ify menarik pintu itu dan menutupnya perlahan.
Ify membalikan tubuhnya ke arah Via. Lalu menggeleng-geleng tak percaya. Via mengerutkan keningnya mendapati raut shock Ify.
"Kenapa Fy? Siapa yang nyanyi?" tanya Via semakin dibuat penasaran.
"I..itu...itu... yang main...." saking shocknya, Ify sampai tak mampu menjelaskan. Kata-kata yang ingin dikeluarkannya seperti menyangkut di tenggorokan.
"Lo kenapa sih, Fy? Aneh banget. Siapa yang main?" tanya Via geregetan.
CKLEK
"Eheem...."
Belum selesai Ify terkaget-kaget karena mengetahui siapa yang memiliki suara indah itu, Ify -dan Via juga tentunya- dikejutkan dengan bunyi pintu ruang OSIS yang tiba-tiba saja dibuka.
Berdirilah sesosok laki-laki hitam manis di belakang Ify. Membuat keduanya tersentak kaget dan spontan menoleh ke arah suara.
"Kkaaak... Rrrriiioooo..." Via mencoba menyebutkan nama laki-laki itu dengan -sedikit- susah payah.
"Ngapain lo berdua di sini?" tanya Rio dengan nada dinginnya. "Terpesona sama suara gue?" lanjutnya sakartis seraya melipat kedua tangannya di dada.
Ify membelalakan matanya mendengar pertanyaan Rio. Namun di detik yang berikutnya Ia mencoba berekspresi biasa saja agar tidak membuat Rio kegeeran.
"Ha? Terpesona? Apaan? Segitu doang? Gue juga bisa kali," jawab Ify dengan nada meremehkan berusaha menutupi debar jantungnya dan juga rasa kagum yang luar biasa. Sekali lagi, Ia tak mau membuat Rio merasa di awan.
Via tak mampu berkata apapun, seperti biasa. Ia hanya mampu menunduk mendengarkan percakapan yang sedang terjadi di hadapanya.
Rio menaikkan satu alisnya menatap gadis di depannya itu.
"Lo nantangin gue?" tanya Rio.
"Pulang sekolah di ruang musik. Gue tunggu."
Setelah melontarkan sebuah tantangan kepada Rio, Ify langsung beranjak pergi dari sana. Viapun langsung mengikuti langkah Ify.
"Jadi tadi itu suaranya Kak Rio?" tanya Via yang masih tidak menyangka Rio memiliki suara seindah itu.
Ify mengangkat kedua bahunya pertanda Iapun juga tak menyangka. Terlebih lagi, lagu yang dinyanyikan adalah lagu kesukaannya. Lagu yang mampu meluluhlantahkan hatinya setiap Ia mendengarkan lagu itu. Lagu yang mampu membawanya larut ke dalam setiap nada yang tercipta. Juga dengan lirik yang sangat menyentuh, membuat lagu itu terdengar semakin sempurna.
Selama ini belum pernah ada orang yang mampu membawakan lagu dari grup luar bernamakan The Red Jumpsuit Apparatus sesempurna penyanyi aslinya. Namun tadi, Rio mampu menyanyikannya dengan luar biasa. Ia masih tak habis fikir, bisa-bisanya orang seperti Rio mempunyai suara semerdu itu.
"Gue masih nggak percaya, Vi. Ckckck," Ify menggeleng-gelengkan kepalanya.
Via mengangguk menyetujui.
            "Tapi by the way, lo serius tadi nantangin Kak Rio ntar?" tanya Via.
"Yaiyalah,Vi. Walaupun gue jatuh cinta abis sama suaranya, tapi gue nggak mau bikin dia ngerasa hebat!"
"Tapi dia emang hebat kan?"
"Yaiyasih. Tapi pantang buat gue bilang kaya gitu buat dia. Makin gede kepala ntar dia."
Via hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan Ify. Tapi dalam hati membenarkan juga pernyataan Ify tadi. Jika Rio mengetahui bahwa mereka terpesona dengan suaranya, bisa-bisa Rio semakin sok. Jadi untuk kali ini, biar saja Ify mempertahankan gengsinya.
*****

Kini di dalam ruang musik sekolah, Ify dan Rio sama-sama memangku gitar masing-masing. Rio menyetel gitar yang terkadang dibawanya ke sekolah itu. Sama seperti Rio, Ifypun menyetel gitar yang dipinjamnya dari ruang musik agar menghasilkan bunyi seperti yang diinginkannya.
"Cepet lo main! Tadikan lo udah dengerin gue, sekarang gantian lo yang main! Gue mau denger," ujar Rio dengan nada otoriternya. Seperti seorang bos yang menyuruh bawahannya. Ify mendelik mendengar 'suruhan' Rio itu.
"Yaaa tapi nggak dengan cara ngumpet-ngumpet kaya tuyul mau nyolong emas," lanjut Rio dengan sindiran yang langsung membuat Ify tersentak. Tepi bibir Rio sedikit tertarik membentuk sebuah senyuman. Senyuman meremehkan.
Ify yang sebenarnya dalam hati sangat dongkol dengan sindiran Rio itu memilih untuk merutuki Rio dalam hati saja. Menyesali sekali mengapa pemilik suara semerdu itu adalah Rio.
Mengapa dari sekian banyak siswa di sekolah itu, Riolah yang di dapatinya di ruang OSIS tadi? Dan yang lebih sialnya lagi, tak ada orang lain di dalam ruang OSIS tadi. Sehingga Ify tak dapat mengelak.
Ify menghela nafas mencoba menetralkan emosinya. Kalau saja tidak ingat Ia yang tadi menantang Rio, sudah diremuknya habis wajah Rio saat tadi Ia mengeluarkan perintah yang menurutnya 'sok' sekali itu. Namun Ia memilih untuk menganggap ucapan Rio tadi sebagai angin lewat.
Ifypun mulai menggenjreng gitarnya. Memulai permainannya. Intro Your Gurdian Angelpun terdengar. Via yang sejak tadi duduk di samping kiri Ify, menggerakan kepalanya dan menghentakan kakinya pelan mengikuti irama yang dimainkan Ify.
"When I see your smile
Tears run down my face
I can't replace
And now that I'm strong
I have figured out
How this world turns cold
And it breaks through my soul
And I know I'll find deep inside me
I can be the one"

Ify memejamkan matanya menghayati setiap permainan gitarnya. Mencerna kata demi kata yang begitu menyentuh hatinya. Lagu yang mampu membawanya terbang jauh ke dalam dunia khayalnya. Memimpikan seorang pangeran yang akan mempersembahkan lagu ini khusus untuknya.

"I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven

It's okay. It's okay. It's okay.
Seasons are changing
And waves are crashing
And stars are falling all for us
Days grow longer and nights grow shorter
I can show you I'll be the one

I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven"

Via masih menghentakan pelan kakinya. Iapun ikut terhanyut dengan nyanyian Ify. Lirik yang memiliki arti begitu dalam itu membuat hatinya berdesir. Semakin dihayati, semakin kuat desiran di hatinya.
Via membetulkan letak kacamatanya yang terasa kurang nyaman masih sambil menggerakan tubuhnya mengikuti irama yang tercipta dari nyanyian dan permainan gitar Ify.
Tiba-tiba saja Via teringat akan sosok pangeran impiannya. Laki-laki berwajah oriental yang kini menggenggam hatinya. Lagu ini, seperti menceritakan isi hatinya. Mengungkapkan yang tak mampu Ia jelaskan, meskipun bukan Ia yang menyanyikannya langsung.

"Cause you're my, you're my, my, my true love,
my whole heart
Please don't throw that away
Cause I'm here for you
Please don't walk away and
Please tell me you'll stay, stay

Use me as you will
Pull my strings just for a thrill
And I know I'll be okay
Though my skies are turning gray"

Ify masih menghayati lagu yang dibawakannya itu. Lagu favoritnya. Lagu yang selalu mampu menghipnotisnya. Lagu yang selalu membuat desiran di hatinya meskipun sudah ribuan kali didengarnya.
Masih sambil memejamkan matanya sesekali jika ada lirik yang benar-benar memiliki makna yang sangat indah dan begitu mengena, Ify menggoyangkan tubuhnya mengikuti seriap irama yang tercipta.

"I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven"

(The Red Jumpsuit Apparatus - Your Guardian Angel)

Ify mengakhiri lagunya dengan sebuah senyuman. Terlihat sekali wajahnya yang menjadi lebih fresh akibat lelah setelah seharian ini dijejali oleh pelajaran-pelajaran yang membuatnya seperti ingin meledak. Lagu ini memang selalu mampu menjadi moodboosternya di saat suntuk merajalela. Via bertepuk tangan atas permainan gitar dan nyanyiannya yang luar biasa.
"Keren banget, Fy! Sumpah!" puji Via terkagum-kagum.
Senyum Ifypun merekah lebih lebar lagi. "Makasih, Vi."
Rio terdiam meresapi setiap permainan gitar dan suara Ify. Tak dapat dipungkiri, lagu yang aslinya bergenre pop rock itu, dibawakan Ify dengan akustik yang indah. Suaranya mampu membuatnya ikut terhanyut dengan nyanyiannya. Tanpa disadari, sedari tadi Rio terus-menerus memperhatikan Ify tanpa mengalihkan pandangannya dari gadis cantik berdagu tirus itu.
Tiba-tiba Ia merasakan sebuah perasaan yang tak pernah Ia rasakan sebelumnya. Detak jantung yang entah mengapa berdetak berkali-kali lebih cepat dari sebelumnya. Perutnya seperti digelitiki oleh ribuan kupu-kupu yang menari-nari di dalamnya. Darahnya berdesir kuat. Sekujur tubuhnya memanas.
"Heh, kok bengong lo? Terpesona kan sama permainan gue?" tanya Ify dengan senyum puas melihat ekspresi kagum Rio yang tergambar jelas.
Rio terkesiap, "Ha? Eng... enggak kok.. Biasa aja," Rio masih berusaha mengelak.
"Bohong tuh Kak Rio. Jelas-jelas Kak Rio sampe bengong tadi," Via terkekeh mengatakannya.
Ify tertawa puas mendengar pernyataan Via. Ia bisa melihat mata Rio yang tiba-tiba berubah teduh. Tak dingin seperti sebelumnya.
"Akuin aja apa susahnya sih?! Pake ngelak lagi lo."
"Suka-suka guelah!" balas Rio nyolot.
Ify melengos. "Terserah lo deh."
*****

Rio menyusuri koridor sekolah yang sudah mulai dipenuhi oleh siswa-siswi SMA Global Bintang. Dengan bola basket yang sedang di driblenya, Rio mengacuhkan setiap aktifitas yang terjadi di sekitarnya. Seolah hanya ada dirinya dan bola berwarna orange itu di sana.
"Kak Rio."
Rio mengetahui dengan pasti suara siapa yang telah menyerukan namanya. Tanpa berniat menghiraukan panggilan itu, Rio tetap meneruskan langkahnya dengan bola basket yang masih di driblenya.
Sesungguhnya Ia sangat muak. Gadis itu seperti meneror hidupnya. Selalu saja mencoba mancari perhatiannya. Padahal cara yang digunakannya bukan akan membuat Rio luluh, melainkan menjadi semakin ilfeel. Dan kini, Ia sangat malas berurusan dengan gadis itu.
"Kak Rio! Kak Rio tunggu!"
Gadis itu mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Rio. Sambil menenteng sebuah kotak berwarna merah di tangannya, Ia menambah kecepatan berlarinya. Dan kini, Iapun berhasil mensesejarkan langkahnya dengan Rio.
Meskipun Ia sudah berada tepat di sebelah Rio, namun Ia tetap harus menyamakan langkah Rio yang tak sama sekali dikurangi kecepatannya itu. Karena langkah Rio yang panjang-panjang itu, gadis itupun harus sedikit bersusah payah mengimbangi langkah Rio.
"Kak Rio, gue mau ngomong bentar. Please, berhenti dulu," ucap gadis itu lebih terdengar seperti memohon, masih berusaha mengimbangi langkahnya dengan Rio.
"Kak Rio!"
Akhirnya Riopun menghentikan langkahnya. Ia berhenti melangkahkan kakinya namun bergeming. Masih tetap asik dengan bola basketnya. Seakan Ia berhenti melangkah bukan karena ada orang yang memanggilnya.
"Ishh," gerutu gadis itu sambil menghentakan kakinya.
Rio menghela nafas. Bosan. Bosan dengan gadis satu ini yang tak bosan-bosannya selalu mecari perhatiannya. Padahal sudah dikatakan berulang kali, Ia takkan luluh oleh gadis ini.
"Kak Rio, ini buat lo," Ia menyodorkan sekotak tempat makan pada Rio.
Rio menoleh menatap Shilla. Ditatapnya tajam gadis itu. Jika dengan perlakuan kasar yang memalukan Shilla, Shilla tetap tidak kapok juga, mungkin dengan cara berbicara baik-baik, Shilla bisa mengerti.
"Shilla, bisa nggak lo berenti ngejar-ngejar gue?!" tanya Rio tajam, lebih seperti menyuruh. "Sampai kapanpun gue nggak akan berubah, Shil. Elo, nggak akan bisa genggam hati gue kaya yang lo mau. Gue nggak mau nyakitin lo lebih lagi. Cukup, Shil. Cukup buat lo sakit hati atas penolakan gue. Lo cewek. Lo pasti punya harga diri. Lupain perasaan lo. Karna sampai kapapun, itu semua cuman ada di mimpi lo," jelas Rio tanpa melirik kotak yang berisi sandwich itu sama sekali.
Rio mengalihkan pandangannya lagi dari Shilla yang terlihat shock mendengar penuturannya. Air mata Shilla telah menggenang di pipi mulusnya.
"Maaf," ucap Rio datar setelah itu melangkahkan kakinya kembali dari sana. Meninggalkan Shilla yang tak mampu mengeluarkan suaranya sedikitpun.
Sungguh, kalimat terpanjang yang pernah Rio ucapkan padanya itu membuat dadanya sesak setengah mati. Menyakitkan. Padahal Ia hanya ingin memberikan bekal yang dibuatnya tadi pagi itu untuk Rio.
Sengaja Ia bangun lebih pagi dari bibinya untuk menyiapkan sandwich berisi telur itu untuk Rio. Namun sama sekali tak disentuhnya. Dilirik saja tidak. Air matanya mengalir semakin deras.
*****

No comments:

Post a Comment