Bukan Diriku (Prolog)
Udara pekat khas siang bolong tak membuat gadis cantik ini mengurungkan niatnya menunggui pemuda tampan yang kini tengah mengikuti ekstra kulikuler rutin setiap hari Rabu dan Jumat yang juga menjadi hobinya. Ify -si gadis cantik- menyaksikan setiap gerak sempurna yang diciptakan pemuda yang menjadi fokus pandangnya. Sesekali pemuda itu melemparkan senyum pada gadisnya yang masih setia menunggu di pinggir lapangan. Membuat Ify mau tak mau membalas senyuman yang selalu mampu menciptakan getar kasih dan gejolak manis di dadanya itu.
Fokusnya terbelah kala tak sengaja ujung matanya menagkap pemuda lain tengah menatap tajam dirinya dan Rio -sang kekasih- bergantian seraya mengukir senyum sinis yang mengejek. Ify mengalihkan pandangannya pada pemuda itu ketika tepat manik mata keduanya bertemu.
Ify bergidik. Pemuda itu memang selalu menghantui hidupnya dan kisahnya dengan Rio. Dua tahun menyandang status sebagai kekasih Rio, tak membuat Alvin -pemuda yang menatap tajam Ify- jenuh. Berbagai macam usaha dan menghalalkan segala cara selalu Alvin tempuh untuk merebut Ify dari sisi Rio. Terkadang cara kotorpun digunakan Alvin untuk membuatnya berpaling. Tak ayal pemuda itu menjadi sosok yang paling Ify benci dan paling Ify hindari diantara seluruh manusia yang memiliki nyawa di dunia ini. Dan sialnya, Alvin memiliki hobi dan ekskul yang sama dengan Rio. Basket.
Ify bangkit lalu melangkah meninggalkan lapangan sekolah menuju ke dalam kelasnya yang tak jauh dari lapangan outdoor sekolah sembari mengirimkan sebuah pesan singkat untuk sang kekasih.
TO: Mario
Aku nunggu di kelas aku, ya.
Setelah pesan itu terkirim, dimasukkannya ponsel itu kembali ke dalam saku kemejanya. Ify mencari tempat yang strategis untuk membunuh waktu. Duapuluh menit lagi ekskul basket selesai menurut perhitungan jam di tangannya. Alih-alih menunggu, diambil kembali ponselnya yang tadi ia taruh di dalam saku kemeja dan mulai diutak-atiknya. Mulai dari membuka instagram, melihat postingan-postingan para followingnya, lalu memberikan like, menutupnya kembali, membuka halaman path, menuliskan komentar untuk postingan teman-temannya. Hingga tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya.
"Halo Ifyku sayang!" Alvin menyembulkan kepalanya dari pintu kelas yang terbuka lebar itu. Membuat Ify seketika bangkit dari duduknya.
"Kak Alvin!? Ngapain lo ke sini?!" desis Ify sinis.
Alvin melangkah memasuki kelas itu, menghampiri Ify. "Jemput kamulah, sayang."
Tanpa sadar, Ify bergerak mundur kala Alvin mendekatinya. Tak menyangka pemuda itu akan muncul duluan sebelum Rio. Karena menurut perhitungannya, ekskul masih berjalan sampai sepuluh menit ke depan. Berarti Alvin sengaja mendahului Rio untuk "menculiknya".
Alvin melangkah maju membuat Ify terus mundur perlahan. Hingga punggungnya menyentuh tembok, dan dirinya sudah tersudut. Ditatapnya mata penuh kelicikan itu dengan balas menantang. Meski rasa takut menyelimutinya. Bagaimanapun Ify tetaplah seorang wanita yang tenaganya akan kalah jauh dibanding dengan seorang laki-laki yang juga telah dirasuki pikiran-pikiran licik untuk mendapatkan yang diinginkannya.
Setelah merasa Ify sudah benar-benar terpojok, Alvin langsung mencengkram kuat tangan Ify. Membuat Ify tersentak seketika dan reflek melakukan perlawanan dengan cara meronta.
"Ikut gue!"
Perintah itu bagai tak terbantahkan dan tajam. Ify meringis. Pergelangan tangannya memanas dan terasa perih. Ify tak menyangkal jika selain membenci Alvin, dirinya juga sangat takut dengan pemuda itu. Yang bisa saja nekat membunuhnya karena ia tidak mungkin bisa membagi hatinya apalagi memberikan seutuhnya pada lelaki itu.
"Lepasin!" lirih Ify dengan ketakutan dan kesakitan yang melebur.
"Diem kalo lo mau Rio tetep bisa jalan dengan dua kaki!"
Ancaman itu membuat Ify tak berkutik. Alvin bisa saja menjadi sejahat iblis yang tak kenal rasa takut dan iba jika amarahnya benar-benar disulut. Tak dapat dipungkiri jika ketakutan itu kini menembus hingga menguasai dirinya dan membuat Ify jadi tak mampu lagi melawan.
Diikutinya langkah pemuda itu yang terus menarik tangannya dengan cengkraman kuat. Namun air mata mulai mengalir perlahan, membasahi kedua pipinya. Ketakutan itu benar-benar melemahkannya.
Alvin menyentakkan tangan Ify dengan kuat hingga tubuh mungil gadis itu hampir saja terhuyung ke belakang jika Ify tak menjaga keseimbangannya dengan baik. Dengan air mata yang terus mengalir dan ketakutan yang terus menjalari, diambilnya ponsel dari saku kemejanya dan mengetikan sebuah nomor yang dihafalnya di luar kepala. Nomor Rio.
"Ngapain lo?!" Bentak Alvin melihat gadis itu menempelkan ponselnya di telinga.
Ify tak menjawab. Hanya terus menangis dan menunggu panggilannya dijawab oleh Rio.
"GUA TANYA LO NGAPAIN?!" Tanpa belas kasihan sedikitpun, disentakkannya tangan Ify yang tengah menempelkan ponselnya di telinga hingga ponsel itu mendarat kasar di atas rumput tepat pada saat Rio mengangkat telponnya. Dan memanggil-manggil namanya.
"Fy, kamu di mana?! FY!!"
"Nelpon Rio lo!? Minta bantuan lo?! IYA?!!"
"Kak Rio, tolongin aku! Di taman belakang sekolah!" Jerit Ify yang menyadari ponselnya menampilkan tampilan panggilan yang sedang berlangsung.
"Bangsat!" Cecar Alvin dan langsung menginjak posel Ify keras-keras.
Tangis Ify semakin pecah. Membuat Alvin semakin geram dan kini mencengkram kedua bahunya yang bergetar hebat.
"Lo itu harusnya sama gua! Bukan sama Rio!"
"ENGGAK AKAN PERNAH!" sahut Ify yang berusaha mengumpulkan keberanian untuk melawan Alvin.
"Jangan jawab gua! Gua engga butuh jawaban lu!!"
Alvin mengapit kedua pipi Ify dengan ibu jari dan telunjuknya. Dipaksanya gadis itu mendongak dan menatapnya yang lebih tinggi dari Ify.
"Hidup lo dan Rio enggak akan pernah tenang! Gue pastiin itu!"
Ify menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha menampik penuturan Alvin. Air matanya terus jatuh tak tertahankan. Ngilu di kedua pipinya akibat cengkraman keras kedua jari Alvin, sama dengan ngilu di hatinya. Membayangkan hidupnya dan Rio tidak akan pernah tenang selama pemuda itu masih ada.
"Lepasin Ify!" Seruan Rio membuat Alvin menoleh, dan Ify yang hanya mampu melirik saja karena Alvin belum juga melepaskan jarinya dari pipinya.
Tak berniat menuruti sama sekali, Alvin menunjukan senyum culasnya.
"GUA BILANG LEPASIN IFY!"
BUGGH! Satu tinjuan sarat kebencian mendarat untuk Alvin tepat di pipinya. Membuatnya tersungkur jatuh.
Ify langsung berlari. Menubruk tubuh Rio dan menenggelamkan wajahnya di dada sang kekasih. Menumpahkan seluruh ketakutannya di sana. Menangis sejadinya. Mencari ketenangan yang selalu lumpuh saat Alvin ada disekitarnya. Rio mengusap rambut Ify penuh kasih. Berusaha membagi kekuatannya untuk gadisnya.
"Engga usah takut. Ada aku di sini." bisik Rio tepat di telinga Ify. Membuat Ify mengangguk pelan meski tangisnya tak sama sekali mereda.
"Brengsek!" Cecar Alvin kala matanya mendapati setetes darah di jarinya yang tadi digunakannya untuk menyentuh tepi bibirnya yang terasa perih. Ia langsung bangkit dan tatapan menusuk ia lemparkan untuk Rio.
"Lawan gue di sirkuit!"
Tanpa berkata apapun lagi, Alvin melangkah pergi. Ditubruknya keras lengan Rio yang tak digunakan untuk mengusap rambut Ify setelah sebelumnya menatap penuh luka kepada Ify yang masih menenggelamkan wajahnya di dada Rio.
Kebencian yang meradang, rasa iri yang merayap, melesak menumbukkan dendam tak berkesudahan. Pada Rio yang dulu dikenalnya sebagai sahabat. Hingga keduanya jatuh pada gadis yang sama. Persaingan sehat di awal yang berubah kelam saat Ify memilih Rio sebagai juara hatinya. Alvin berusaha merebut kembali gadis pujaannya. Selalu. Dengan berbagai cara. Meskipun selalu mendapat penolakan yang pada mulanya halus. Namun lama-kelamaan Ify jengah dengan kelakuan Alvin yang terus saja memaksanya berpaling.
Hatinya sudah jatuh untuk Rio. Tak akan berubah sampai kapanpun. Berharap Alvin mengerti. Namun tak kunjung membuahkan hasil. Hingga akhirnya Alvin mengibarkan bendera perang dengan Rio yang berarti juga memerangi Ify meski alasan perang itu terus bergrilya adalah dirinya.
Rio tak pernah menginginkan persahabatannya kandas begitu saja hanya karena terjebak pada cinta yang sama. Namun Alvin semakin menggila. Tak dapat dihalaunya sendiri "mantan" sahabatnya itu. Cinta buta itu merubah Alvin menjadi sosok mengerikan. Yang tak dapat Rio pahami, Alvin begitu pengecut hingga tetap tak mau mengakui kekalahannya. Pernah Rio mengajukan ide gila. Melepas Ify demi "mantan" sahabatnya dan perang dingin ini. Yang tentu saja langsung ditolak Ify.
Entah sampai kapan Alvin akan mengeraskan hati. Entah sampai kapan bendera perang itu akan musnah. Tak ada yang mampu menjawabnya. Hanya takdir yang tau ke mana cerita itu akan berujung.
Udara pekat khas siang bolong tak membuat gadis cantik ini mengurungkan niatnya menunggui pemuda tampan yang kini tengah mengikuti ekstra kulikuler rutin setiap hari Rabu dan Jumat yang juga menjadi hobinya. Ify -si gadis cantik- menyaksikan setiap gerak sempurna yang diciptakan pemuda yang menjadi fokus pandangnya. Sesekali pemuda itu melemparkan senyum pada gadisnya yang masih setia menunggu di pinggir lapangan. Membuat Ify mau tak mau membalas senyuman yang selalu mampu menciptakan getar kasih dan gejolak manis di dadanya itu.
Fokusnya terbelah kala tak sengaja ujung matanya menagkap pemuda lain tengah menatap tajam dirinya dan Rio -sang kekasih- bergantian seraya mengukir senyum sinis yang mengejek. Ify mengalihkan pandangannya pada pemuda itu ketika tepat manik mata keduanya bertemu.
Ify bergidik. Pemuda itu memang selalu menghantui hidupnya dan kisahnya dengan Rio. Dua tahun menyandang status sebagai kekasih Rio, tak membuat Alvin -pemuda yang menatap tajam Ify- jenuh. Berbagai macam usaha dan menghalalkan segala cara selalu Alvin tempuh untuk merebut Ify dari sisi Rio. Terkadang cara kotorpun digunakan Alvin untuk membuatnya berpaling. Tak ayal pemuda itu menjadi sosok yang paling Ify benci dan paling Ify hindari diantara seluruh manusia yang memiliki nyawa di dunia ini. Dan sialnya, Alvin memiliki hobi dan ekskul yang sama dengan Rio. Basket.
Ify bangkit lalu melangkah meninggalkan lapangan sekolah menuju ke dalam kelasnya yang tak jauh dari lapangan outdoor sekolah sembari mengirimkan sebuah pesan singkat untuk sang kekasih.
TO: Mario
Aku nunggu di kelas aku, ya.
Setelah pesan itu terkirim, dimasukkannya ponsel itu kembali ke dalam saku kemejanya. Ify mencari tempat yang strategis untuk membunuh waktu. Duapuluh menit lagi ekskul basket selesai menurut perhitungan jam di tangannya. Alih-alih menunggu, diambil kembali ponselnya yang tadi ia taruh di dalam saku kemeja dan mulai diutak-atiknya. Mulai dari membuka instagram, melihat postingan-postingan para followingnya, lalu memberikan like, menutupnya kembali, membuka halaman path, menuliskan komentar untuk postingan teman-temannya. Hingga tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya.
"Halo Ifyku sayang!" Alvin menyembulkan kepalanya dari pintu kelas yang terbuka lebar itu. Membuat Ify seketika bangkit dari duduknya.
"Kak Alvin!? Ngapain lo ke sini?!" desis Ify sinis.
Alvin melangkah memasuki kelas itu, menghampiri Ify. "Jemput kamulah, sayang."
Tanpa sadar, Ify bergerak mundur kala Alvin mendekatinya. Tak menyangka pemuda itu akan muncul duluan sebelum Rio. Karena menurut perhitungannya, ekskul masih berjalan sampai sepuluh menit ke depan. Berarti Alvin sengaja mendahului Rio untuk "menculiknya".
Alvin melangkah maju membuat Ify terus mundur perlahan. Hingga punggungnya menyentuh tembok, dan dirinya sudah tersudut. Ditatapnya mata penuh kelicikan itu dengan balas menantang. Meski rasa takut menyelimutinya. Bagaimanapun Ify tetaplah seorang wanita yang tenaganya akan kalah jauh dibanding dengan seorang laki-laki yang juga telah dirasuki pikiran-pikiran licik untuk mendapatkan yang diinginkannya.
Setelah merasa Ify sudah benar-benar terpojok, Alvin langsung mencengkram kuat tangan Ify. Membuat Ify tersentak seketika dan reflek melakukan perlawanan dengan cara meronta.
"Ikut gue!"
Perintah itu bagai tak terbantahkan dan tajam. Ify meringis. Pergelangan tangannya memanas dan terasa perih. Ify tak menyangkal jika selain membenci Alvin, dirinya juga sangat takut dengan pemuda itu. Yang bisa saja nekat membunuhnya karena ia tidak mungkin bisa membagi hatinya apalagi memberikan seutuhnya pada lelaki itu.
"Lepasin!" lirih Ify dengan ketakutan dan kesakitan yang melebur.
"Diem kalo lo mau Rio tetep bisa jalan dengan dua kaki!"
Ancaman itu membuat Ify tak berkutik. Alvin bisa saja menjadi sejahat iblis yang tak kenal rasa takut dan iba jika amarahnya benar-benar disulut. Tak dapat dipungkiri jika ketakutan itu kini menembus hingga menguasai dirinya dan membuat Ify jadi tak mampu lagi melawan.
Diikutinya langkah pemuda itu yang terus menarik tangannya dengan cengkraman kuat. Namun air mata mulai mengalir perlahan, membasahi kedua pipinya. Ketakutan itu benar-benar melemahkannya.
Alvin menyentakkan tangan Ify dengan kuat hingga tubuh mungil gadis itu hampir saja terhuyung ke belakang jika Ify tak menjaga keseimbangannya dengan baik. Dengan air mata yang terus mengalir dan ketakutan yang terus menjalari, diambilnya ponsel dari saku kemejanya dan mengetikan sebuah nomor yang dihafalnya di luar kepala. Nomor Rio.
"Ngapain lo?!" Bentak Alvin melihat gadis itu menempelkan ponselnya di telinga.
Ify tak menjawab. Hanya terus menangis dan menunggu panggilannya dijawab oleh Rio.
"GUA TANYA LO NGAPAIN?!" Tanpa belas kasihan sedikitpun, disentakkannya tangan Ify yang tengah menempelkan ponselnya di telinga hingga ponsel itu mendarat kasar di atas rumput tepat pada saat Rio mengangkat telponnya. Dan memanggil-manggil namanya.
"Fy, kamu di mana?! FY!!"
"Nelpon Rio lo!? Minta bantuan lo?! IYA?!!"
"Kak Rio, tolongin aku! Di taman belakang sekolah!" Jerit Ify yang menyadari ponselnya menampilkan tampilan panggilan yang sedang berlangsung.
"Bangsat!" Cecar Alvin dan langsung menginjak posel Ify keras-keras.
Tangis Ify semakin pecah. Membuat Alvin semakin geram dan kini mencengkram kedua bahunya yang bergetar hebat.
"Lo itu harusnya sama gua! Bukan sama Rio!"
"ENGGAK AKAN PERNAH!" sahut Ify yang berusaha mengumpulkan keberanian untuk melawan Alvin.
"Jangan jawab gua! Gua engga butuh jawaban lu!!"
Alvin mengapit kedua pipi Ify dengan ibu jari dan telunjuknya. Dipaksanya gadis itu mendongak dan menatapnya yang lebih tinggi dari Ify.
"Hidup lo dan Rio enggak akan pernah tenang! Gue pastiin itu!"
Ify menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha menampik penuturan Alvin. Air matanya terus jatuh tak tertahankan. Ngilu di kedua pipinya akibat cengkraman keras kedua jari Alvin, sama dengan ngilu di hatinya. Membayangkan hidupnya dan Rio tidak akan pernah tenang selama pemuda itu masih ada.
"Lepasin Ify!" Seruan Rio membuat Alvin menoleh, dan Ify yang hanya mampu melirik saja karena Alvin belum juga melepaskan jarinya dari pipinya.
Tak berniat menuruti sama sekali, Alvin menunjukan senyum culasnya.
"GUA BILANG LEPASIN IFY!"
BUGGH! Satu tinjuan sarat kebencian mendarat untuk Alvin tepat di pipinya. Membuatnya tersungkur jatuh.
Ify langsung berlari. Menubruk tubuh Rio dan menenggelamkan wajahnya di dada sang kekasih. Menumpahkan seluruh ketakutannya di sana. Menangis sejadinya. Mencari ketenangan yang selalu lumpuh saat Alvin ada disekitarnya. Rio mengusap rambut Ify penuh kasih. Berusaha membagi kekuatannya untuk gadisnya.
"Engga usah takut. Ada aku di sini." bisik Rio tepat di telinga Ify. Membuat Ify mengangguk pelan meski tangisnya tak sama sekali mereda.
"Brengsek!" Cecar Alvin kala matanya mendapati setetes darah di jarinya yang tadi digunakannya untuk menyentuh tepi bibirnya yang terasa perih. Ia langsung bangkit dan tatapan menusuk ia lemparkan untuk Rio.
"Lawan gue di sirkuit!"
Tanpa berkata apapun lagi, Alvin melangkah pergi. Ditubruknya keras lengan Rio yang tak digunakan untuk mengusap rambut Ify setelah sebelumnya menatap penuh luka kepada Ify yang masih menenggelamkan wajahnya di dada Rio.
Kebencian yang meradang, rasa iri yang merayap, melesak menumbukkan dendam tak berkesudahan. Pada Rio yang dulu dikenalnya sebagai sahabat. Hingga keduanya jatuh pada gadis yang sama. Persaingan sehat di awal yang berubah kelam saat Ify memilih Rio sebagai juara hatinya. Alvin berusaha merebut kembali gadis pujaannya. Selalu. Dengan berbagai cara. Meskipun selalu mendapat penolakan yang pada mulanya halus. Namun lama-kelamaan Ify jengah dengan kelakuan Alvin yang terus saja memaksanya berpaling.
Hatinya sudah jatuh untuk Rio. Tak akan berubah sampai kapanpun. Berharap Alvin mengerti. Namun tak kunjung membuahkan hasil. Hingga akhirnya Alvin mengibarkan bendera perang dengan Rio yang berarti juga memerangi Ify meski alasan perang itu terus bergrilya adalah dirinya.
Rio tak pernah menginginkan persahabatannya kandas begitu saja hanya karena terjebak pada cinta yang sama. Namun Alvin semakin menggila. Tak dapat dihalaunya sendiri "mantan" sahabatnya itu. Cinta buta itu merubah Alvin menjadi sosok mengerikan. Yang tak dapat Rio pahami, Alvin begitu pengecut hingga tetap tak mau mengakui kekalahannya. Pernah Rio mengajukan ide gila. Melepas Ify demi "mantan" sahabatnya dan perang dingin ini. Yang tentu saja langsung ditolak Ify.
Entah sampai kapan Alvin akan mengeraskan hati. Entah sampai kapan bendera perang itu akan musnah. Tak ada yang mampu menjawabnya. Hanya takdir yang tau ke mana cerita itu akan berujung.
No comments:
Post a Comment