Cinta Yang Tak Berakhir Sempurna
oleh Amelia Jonathan Azizah RiseIfc pada 17 April 2011 jam 14:31
Hai all ICL. Aku dateng lagi nih bawa cerpen. Ini lanjutan dari #deardiary yang kemaren. Hehe..
Oke, maaf banget ya yang kemaren ceritanya aneh banget. Maaf banget. :( aku emang ga jago bikin cerita.
Cerita ini aku bikin, karna udah janji sama Eva… Va, aku tepatin janjiku nih… cerpennya special for you deh…
Special juga buat para pembaca yang kemaren udah ngelike sama koment. Makasih banget yaa :)
Aku seneng kalo kalian suka.
Semoga yang ini ga lebih buruk dari yang kemaren deh yaa.. maaf kalo aneh. Kalo ngebosenin, ga usah dilanjutin bacanya, terus langsung koment di bawah, ‘aku bosen bacanya.’
Yaudah, daripada ngebacot ga jelas, mendingan langsung aja deh. Sekali lagi, maaf kalo aneh yaa.
Cinta Yang Tak Berakhir Sempurna
Aku hidup dengan banyak harapan tentangmu.
***
Dua tahun berlalu. Banyak yang berubah. Banyak sekali. Namun tidak dengan dirinya. Tidak dengan Segala tentangnya. Tidak dengan segala rasa untuknya.
Dua tahun berharap. Akan ada kesempatan untukku menelusuri hatinya. Akan ada kesempatan untukku menyentuh hatinya. Akan ada kesempatan untukku menakhlukannya.
Dua tahun selalu meminta pada Yang Maha Kuasa. Bahwa pada suatu saat nanti, aku akan menjadi pemilik tahta tertinggi di singgasana hatinya. Suatu saat nanti, ia akan membanggakanku, ia akan mengaggumiku. Seperti aku terhadapnya.
Dua tahun selalu berdoa. Aku ingin bisa menakhlukannya. Aku ingin bisa mencuri perhatiannya. Aku ingin bisa menggenggam hatinya. Aku ingin bisa seperti Shilla.
Namun semua hanya harapan. Semua hanya permintaan. Semua hanya doa. Bukan kenyataan, bukan! Hanya harapan. Harapan yang entah kapan, akan berubah menjadi kenyataan yang indah. Atau mungkin, memang tidak akan pernah berubah menjadi nyata? Selamanya hanya akan menjadi harapan? Aku berharap tidak.
***
Peristiwa biasa, sangat biasa. Yang tidak biasa, karena yang dihadapanku, adalah si pemilik tahta tertinggi di singgasana hatiku, kamu.
***
Kejadian ini, beberapa bulan yang lalu. Saat ia sedang terpuruk. Saat ia sedang bersedih dan mungkin menangis dalam hati. Saat hubungannya dengan sang kekasih, sedang berada pada masa ‘di ujung tanduk’.
***
Saat itu sekolah gempar karena melihat sesuatu yang tertempel di mading. Termasuk aku yang kaget setengah mati melihatnya. Beberapa foto Shilla bersama dengan seorag laki-laki –yang entah siapa- sedang dalam posisi yang cukup membuat shock. Dengan tangan si laki-laki yang melingkar di leher Shilla dan tangan Shilla yang melingkar di pinggang si lelaki. Dan jarak mereka yang benar-benar sudah terhapus. Juga keadaan wajah yang sudah hampir menempel satu sama lain.
Benar-benar gila yang menyebarkan foto-foto ini.
Masih shock melihat foto-foto itu, Rio tiba-tiba datang dan menyuruhku menyingkir dari depan mading. Dan dengan sekali telusuran, emosinya sudah memuncak. Bagaimana tidak? Siapa yang tidak emosi melihat kekasihnya beradegan seperti itu dengan lelaki lain. Aku dapat melihat, bagaimana wajahnya memerah menahan amarah, dan tangannya yang terkepal kuat.
Tak lama, Shillapun muncul di depan mading. Terdengarlah kasak-kusuk di sekitar mading. Ia memperhatikan bagaimana foto-fotonya itu tertempel dengan manisnya di mading.
“aku bisa jelasin.” Ucap Shilla tegas, ketika melihat Rio yang sudah menatapnya dengan sangat tajam.
PLAAAK
Tangan Rio melayang ke pipi Shilla. Membuat gadis itu menangis. Aku tau rasanya, pasti sangat sakit. Aku saja yang menyaksikannya, langsung merasakan pipiku berdenyut-denyut. Rio tega sekali memukul Shilla di depan orang banyak.
“RIO!” teriak Shilla kaget.
“makan sana janji lo! Janji yang elo selalu bilang ke gue, lo ga bakal berpaling! Harusnya gue tau, kalo lo itu Cuma ngegombal!” bentak Rio.
“aku ga pernah ngegombal!”
“alah, shyitt! Liat itu! Apa itu yang ditempel di mading!? Foto-foto lo sama cowo yang gue aja ga tau siapa!! Sama gue aja lo ga pernah sedeket itu! Sekarang sama cowo lain… taulah, gue benci sama lo!”
PRAAAANG
Aku terlonjak kaget saat mendengar bunyi pecahan kaca itu. Rio, dengan tangannya dan dengan emosi yang meluap-luap, meninju mading yang di halangi oleh kaca. Tangannya sampai berdarah-darah. Aku mengangkat wajahku dan melihat Rio yang meninggalkan mading dengan darah yang bercucuran. Dan Shilla yang masih menagis di sana.
Entahlah itu berita asli atau hanya permainan seseorang untuk menghancurkan hubungan Shilla dan Rio. Tapi yang jelas, itu bukan aku yang melakukannya. Karena sampai kapanpun, aku tidak akan menggunakan cara licik seperti itu.
Aku tidak pernah melihat Rio emosi sampai seperti tadi. Aku tidak pernah melihatnya terlihat begitu berapi-api seperti tadi. Aku tidak pernah melihatnya berbuat nekat seperti tadi. Itu semua hanya bisa terjadi karena Shilla.
Entahlah, disaat seperti inipun, aku masih bisa merasa iri dengan Shilla. Bukankah memang hanya Shilla yang bisa membuat Rio berkelakuan yang aneh-aneh. Bahkan yang mampu membuat Rio tersenyumpun, hanyalah Shilla. Bukankah ini bukan hal yang aneh, melihat Rio seperti itu karena Shilla?
Aku menatap Shilla yang masih menangis sambil menunduk. Aku mendekatinya, lalu berbisik padanya.
“ga usah nangis. kalo elo ga ngerasa salah, ga usah nunjukin tampang takut. Kecuali kalo lo emang beneran ngelakuin itu.”
Setelah itu, aku tidak tau lagi bagaimana ekspresinya. Karena setelah itu, aku melangkahkan kaki meninggalkannya.
***
Aku melangkah menuju ke lapangan basket indoor. Feeling ku berkata, ia ada di dalam. Dan ketika aku membuka pintu, alangkah terkejutnya aku melihatnya bermain dengan penuh emosi, dan tangan yang mengeluarkan banyak darah. Sampai sebegitunyakah?
Aku bimbang. Aku hampiri atau tidak? Ah, tapi aku kasihan. Aku tak tega melihat tangannya seperti itu. Aku ingin mengobati lukanya. Aku ingin menenangkannya. Ingin sekali. Tapi apa aku bisa?
Darahnya terus bercucuran. Tidak, aku tidak akan tega meninggalkannya sendiri dalam keadaan seperti itu. Akhirnya aku putuskan untuk menghampirinya saja.
“em, Rio.”
Panggilku saat aku sudah berada di dekatnya. Dengan suara yang pelan, namun mungkin cukup untuk di dengarnya. Karena lapangan yang begitu luas ini, pasti akan menggemakan suaraku.
Aku melihat ia berhenti bermain. Tetap membelakangiku. Aku memanggilnya sekali lagi.
“Rio.”
Kali ini ia berbalik menghadapku. Dengan ekspresi datar. Seperti biasa, seperti barusan tadi, tak ada apa-apa yang terjadi dengannya. Padahal jelas-jelas tadi wajahnya merah menahan marah.
“apa?” tanyanya dengan nada datar, namun matanya menatapku dengan tajam.
“tangan lo. gue obtain yaa?” aku beranikan diri menawarkan bantuan untuknya. Namun setelah bertanya seperti itu, kakiku langsung bergetar hebat. Aku takut aku salah bicara.
“ga perlu” jawabnya masih tetap dengan nada datar. Tidak, aku akan membujuknya. Bahkan kalau perlu memaksanya. Tangannya akan infeksi jika tidak diobati sekarang.
Aku menarik paksa tangannya. Aku teliti dengan cermat. Masih ada serpihan kaca yang tipis yang menancap di sela-sela jarinya. Uh, pasti perih sekali.
“tahan yaa.” Ucapku.
Aku segera mencabut kaca-kaca itu dengan hati-hati. Agar tidak terlalu membuatnya kesakitan. Ia menarik tanganya reflek. Mungkin karena sakit. Namun aku kembali menarik tangannya.
“tahan. Kalo ga ini bisa infeksi.”
Aku kembali mencabuti kaca-kaca itu. Dengan hati-hati tentunya. Sesekali ia meringis. Namun aku tetap mengobatinya.
Tahukah kalian? Jantungku berdebar-debar. Berdetak dengan cepat. Sangat cepat. Dan aku tak bisa mengontrolnya. Bagaimana tidak? Aku memegang tangannya saat ini. Aku sedang berada di dekatnya saat ini. Ia ada di hadapanku saat ini.
Namun, pantaskah aku berbahagia saat ini? Disaat ia sedang dalam keadaan terpuruk? Saat ia dan Shilla sedang dalam masa di ujung tanduk? Saat Shilla sedang menangis karena hal yang –mungkin- tidak ia lakukan itu. Biar bagaimanapun, ia seorang gadis, sama seperti aku. Aku bisa merasakan apa yang ia rasakan. Apalagi, aku tau ia. Meski ia telah membuatku sakit, aku tau, ia bukanlah gadis murahan seperti itu. Ini –mungkin- hanya sebuah jebakan.
Ah, namun biarlah. Biarlah kali ini keegoisanku mengalahkan rasa solidaritasku sebagai manusia. Biarlah kini aku berpihak pada keegoisanku. Kesempatan seperti ini, sangat sulit aku dapat. Namun aku, tetap tak ingin banyak berharap. Tidak! Aku akan menganggap ini hanyalah sebuah insiden kecil. Insiden yang menghadirkan kebahagiaan tersendiri untukku.
***
Tidak ada yang lebih membahagiakan, dari melihat senyumanmu yang terukir untukku.
***
Aku baru saja selesai membalutkan perban di tangannya. Membungkus lukanya, agar tidak tambah parah karena terkontaminasi dengan udara kotor dan debu-debu tak bertanggung jawab.
Aku tersenyum ke arahnya. Meski ia hanya memandangku datar. Traumaku terhadapnya hilang. Tidak, aku tidak trauma terhadapnya. Aku hanya tak ingin kecewa untuk yang kedua kalinya. Tapi mungkin untuk kali ini, aku rasa ia tidak akan membuatku kecewa lagi.
Aku tau, ia adalah seorang pemuda yang mempunyai hati yang tidak akan tega membuat seorang gadis tersakiti olehnya. Meski pada kenyataannya, ia selalu membuat gadis-gadis di sekitarnya, kecewa. Atau bahkan tak jarang menitihkan air matanya karena lelaki ini.
Tapi, seperti yang pernah kubilang, apapun itu, tidak akan pernah bisa mambuatku membencinya. Tidak sama sekali.
“udah.”
“thanks”
Aku tersenyum dan mengangguk. Dan setelah itu, aku membereskan peralatan-peralatan obat yang tadi aku pakai ke tempatnya semula. Ke dalam kotaknya.
Aku melihatnya kembali mendrible bolanya dengan asal. Sepertinya, emosinya kembali naik. Entahlah karena apa.
“gue kenal Shilla. Udah lumayan lama. Gue tau dia. sangat tau bahkan. Dia bukan orang yang kaya gitu. Dia bukan seorang pengkhianat. Dia baik. Dia bakal pegang semua yang udah dia bilang.”
Upss, aduh! Mulutku ini kenapa?! Ah, aku tanpa sengaja sudah mengungkit kejadian tadi. Aduh bagaimana ini??? Aku melihat Rio yang tiba-tiba berhenti bermain. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Aah, ia pasti emosi mendengar ucapanku tadi. Bodoh! Seharusnya aku tidak perlu bicara seperti itu. Aku tidak perlu mencampuri urusannya. Ah, bodoh sekali kau Ify! Bodoh!
Rio berbalik, lalu berjalan mendekatiku. Wajahnya kembali memerah. Tangan kanannya masih terkepal. Jangan-jangan ia akan meninjuku???
Ia berhenti beberapa meter di depanku. Menatapku tajam. Seperti biasa jika ia menatapku. Aku.. menunduk. Aku takut. Aku tak berani menantapnya. Aku menggigit bibir bawahnya.
“terus menurut lo?”
Aku mengangkat kepalaku. Melihatnya. Ucapannya tadi, terasa hidup. Ya, ia mengucapkannya dengan nada. Ini kali pertamanya, ia bertanya padaku. Aah, demi apapun, aku merasa sangat bahagia sekali mendengar pertanyaannya. Aku lebay? Terserah apa yang kalian pikirkan tentangku. Sungguh, aku merasa sangat bahagia sekali kali ini. Apa mungkin aku dapat meluluhkannya?
Ia mengangkat sebelah alisnya. Bingung, mungkin. Melihatku cengo menatapnya. Bagaimana tidak cengo. Jelas aku kaget, ketika mendengar ia berbicara seperti itu. Memang tidak ada yang special dari pertayaannya. Tapi, namanya juga Rio yang bertanya. Menurutku, pertanyaan itu menjadi sangat special.
“hey, lo kenapa bengong gitu??!” tanyanya.
Aku sedikit terkesiap kala tersadar dari kekagetanku. Em, aku jadi merasa malu sendiri. Pasti tadi itu tampangku jelek sekali. Aku menunduk. Lebih memilih menatap ujung sepatuku ketimbang menatap wajah menawan itu. Aku, malu.
“ck, ditanya juga!” kesalnya.
“eh, i..iya.. maaf. Menurut gue? menurut gue gimana? Apanya yang menurut gue?”
“Shilla!”
“menurut gue, jadi mungkin Shilla ga ngelakuin hal yang tadi ada di mading itu. Mungkin ini jebakan. Mungkin ada yang pengen ngehancurin hubungan kalian.”
“gitu ya?”
Aku mengangkat bahuku. Pertanda aku juga masih tidak begitu yakin apa yang aku ucapkan tadi. Syukurlah dia tidak meninjuku tadi.
Ah, tapi jika ia meninjukupun, aku tidak masalah. Aku rela diperlakukan seperti apapun olehnya, agar ia bisa tetap tersenyum. agar ia, tidak lagi bersedih. Karena aku tidak suka melihatnya terpuruk. Aku lebih suka melihatnya tersenyum. meski ia tersenyum untuk gadis lain.
“makasih”
Aku tercekat. Nafasku bagaikan ditahan oleh sesuatu. Jantungku jadi berdetak tak karuan. Aku melihatnya. Aku melihat senyumnya. Aku melihat ia tersenyum untukku. Ia. Tersenyum. untukku.
Ah Tuhan, sedang bermimpikah aku??? Jika memang aku sedang bermimpi, tolong jangan bangunkan aku dari mimpi ini! Jangan! Aku mau selamanya melihat senyumnya. Senyumnya yang ia persembahkan untukku.
Tapi jika ini benar-benar sebuah kenyataan, aku mohon, jangan hanya untuk hari ini saja, kau ciptakan senyum menawan itu untukku. Aku masih ingin terus melihatnya. Masih! Aku ingin terus melihat ia tersenyum untukku.
Aku benar-benar meleleh dibuatnya. tak terasa air mataku menetes. Aku lebay? Terserah kalian! Yang jelas, aku benar-benar bahagia hari ini.
Ternyata memang benar ya kata orang-orang. ‘semua yang terjadi itu pasti ada hikmahnya’ semua yang terjadi tadi pagi, itu memang benar-benar ada hikmahnya.
Ah, aku bahagia di atas air mata orang lain. Aku jahat! Aku benar-benar egois. Aku mementingkan diriku sendiri! Tapi aku tidak bisa berbohong sama sekali, bahwa aku sangat bahagia.
Tuhan, maafkan aku! Sekali ini saja, aku ingin egois! Maafkan aku Shilla.
“eh, elo kok nangis??” Tanya Rio. Mungkin ia heran mengapa aku menangis.
“em, engga kok. Hehe. Sori yaa…” aku langsung menghapus air mataku. Aku tak ingin terlihat cengeng di hadapannya.
Ia kembali melanjutkan mainnya. Dan aku, menontonnya. Aku ingin menemaninya. Hari ini saja. Bila Tuhan mengizinkan, aku ingin selamanya menemaninya. Tidak hanya untuk hari ini saja. Tapi juga untuk hari-hari berikutnya. Aku ingin selalu bersamanya.
Ingin? Ya, Ingin! Ini masih sebuah pengharapan. Masih sebuah keinginan. Aku tau betul, ini hanyalah sebuah angan yang entah kapan menjelma menjadi kenyataan. Tapi aku sungguh-sungguh mengaharapkannya. Terlalu mulukkah harapanku?
Aku berjanji, jika suatu saat nanti aku mampu menakhlukannya, aku akan setia. Aku tidak akan mengkhianatinya. Aku menyayanginya. Aku sungguh mencintainya! Sampai kapanpun, aku akan terus mencintainya.
***
Aku rela menjadi apapun untukmu. Aku rela kecewa berulang kali karenamu.
***
Dugaanku benar. Ada yang menjebak Shilla. Ia adalah seorang siswi di sekolahku. Ia tercatat sebagai salah satu penggemar berat Mario Stevano. Ia tertangkap basah, saat sedang mencuci foto-foto yang ia edit sendiri. Alasannya seperti yang pernah ku tebak, ia ingin hubungan Rio dan Shilla hancur. Karena ia tidak suka melihat Shilla yang bisa bercanda mesra dengan seorang Rio.
Rio marah besar saat mengetahui gadis itulah yang membuat hubungannya dengan Shilla hampir berakhir. Ia hampir saja memukul gadis itu jika Shilla tidak menahannya.
Dan sekarang, hubungan mereka kembali. Kembali manis seperti dulu. Dan aku, kembali gigit jari melihat mereka berdua kembali bermesraan.
Dua minggu tak terlupakan! Kenapa? Karena dua minggu kemarin, aku dan Rio menjadi dekat. Ia, sering tersenyum padaku. Aku sering menemaninya.
Taukah kalian? Bahwa saat itu, seperti ada secercah harapan untukku. Angan yang sudah pernah kukubur dalam-dalam itu, kembali hadir di dalam doaku. Setiap aku menatap matanya, aku berharap dapat menemukan sebuah cinta darinya untukku.
Tapi ternyata permintanku memang terlalu muluk. Aku tidak akan pernah mendapatkan cintanya! Aku tak berharga di matanya! Aku memang tak memiliki arti apa-apa dihidupnya. Dan sekarang, aku benar-benar dibuang olehnya. Bagaikan sebuah sampah yang tak berarti apapun.
Aku rela. Sekali lagi aku rela. Aku rela menjadi apapun untuknya. Asal aku tidak melihatnya bersedih. Aku rela dibuatnya sakit. Aku rela dibuatnya kecewa. Aku rela dibuatnya menderita. Hanya demi dia, aku rela. Aku benar-benar rela.
***
Ia terlalu berharga untuk tidak dikagumi.
***
Aku tau ini salah. Mencintai seseorang yang sudah dimiliki orang lain. Tapi aku tak mampu menghindar. Dan aku memang tidak mau menghindar. Ini aku, aku yang akan selalu mencintainya, meski dunia tidak setuju. Meski dunia tidak merestui, meski dunia memaki diriku.
Aku sakit melihatnya bersama gadis lain. Meski aku tau itu tak wajar. Itu tak pantas. Dan aku tak berhak merasakannya. Tapi semakin aku sering melihat mereka bermesraan, semakin besar rasa sakit yang aku rasakan.
Namun, semakin sakit aku dibuatnya, semakin besar pula rasa ini hadir untuknya.
Seperti yang telah aku katakan sebelumnya. Aku tidak ingin melupakannya. Tidak ingin dan tidak akan. aku tidak mampu untuk tidak mencintainya. Aku tidak mampu untuk tidak mengangankannya.
Aku mau dirinya. Hanya dia yang aku inginkan. Sampai cahaya mentari meredup, tetap ia yang aku inginkan. Aku benar-benar mencintainya.
***
-mungkin- Ia –memang- bukan yang terbaik untukku. Tapi ialah yang terindah. Ialah yang terkasih. Ia yang selalu hidup dalam hatiku. Ia yang selalu hadir dalam setiap mimpi-mimpiku. Ia yang aku mau.
Aku –memang- lelah bertahan. Aku –memang- lelah diacuhkan. Aku –memang- lelah menantinya. Tapi aku tidak akan pernah lelah mencintainya. Aku tidak akan pernah lelah beroda untuknya. Aku tidak akan pernah lelah mengangankannya. Aku tidak akan pernah lelah menganguminya. Aku tidak akan pernah lelah, tidak akan. sampai kapanpun.
***
Dua tahun. Bukan waktu yang singkat untuk tetap setia menanti. Meski kini aku sudah jenuh untuk menantinya.
Baru terhadapnya aku mampu seperti ini. Aku mampu bertahan untuk yang tak pasti, aku mampu berkhayal untuk yang tak pantas. Aku mampu mengindahkan segala rasa untuknya. Baru terhadapnya.
Tidak. Sekali lagi ini bukanlah akhir. Cintaku untuknya tidak akan pernah berakhir. Tidak. Aku tidak akan pernah berhenti untuk mengaguminya. Aku tidak akan berhenti mencintainya. Aku tidak akan pernah berhenti berharap tentangnya.
Mungkin aku diciptakan untuk selalu berharap tentangnya. Mungkin aku dilahirkan untuk selalu mengaguminya.
Tidak apa-apa. Aku senang menjalaninya. Aku senang melakukannya. Aku tidak akan keberatan, jika aku memang ditakdirkan selamanya hanya menjadi pengagumnya. Tidak apa-apa. Aku akan bertahan untuk itu.
Kalian boleh menganggapku bodoh. Kalian boleh menganggapku terlalu baik, atau apalah itu. Tapi kalian hanya tau aku dari kisahku. Kalian tidak aku bagaimana rasanya menjadi aku. Sama seperti ia yang sampai kapanpun tidak akan pernah tau bagaimana rasanya menjadi aku.
Mau tau rasanya? Sakit. Menyedihkan. Terlalu kasihan. Tapi aku bahagia. Aku bahagia untuknya.
Di mana sisi bahagianya? Aku bahagia mencintainya. Meski ternyata, ia bukan takdirku. Aku bahagia mengangguminya. Meski ternyata, ia tak menghargainya sama sekali.
Tuhan punya rencana dibalik semua ini. Tidak, ini bukan cobaan menurutku. Ini hanya sebuah kisah dari hidupku. Ini hanya sebuah bagian terindah dari bagian-bagian lainnya dalam hidupku.
Ini bukan sesuatu yang menyedihkan. Meskipun tak jarang ada air mata yang menetes. Ini hanya sebuah kisah cinta yang tak berakhir dengan sempurna, sebagaimana yang aku inginkan.
Mario Stevano Aditya Haling. Namanya, sudah terukir indah dalam hati. Namanya sudah meracuni seluruh hatiku. Namanya sudah merajalela dalam hatiku.
Aku akan tetap mengaguminya dari jauh. Biar. Biarlah ia bahagia bersama pilihannya. Aku akan selalu ikut tersenyum di belakang mereka. Ya, karena kebahagiaannya adalah kebahagiaanku. Dan sampai kapanpun, semua tak akan berubah. Tidak akan. karena aku bahagia, karena aku bangga memiliki rasa ini untuknya. aku bangga mencintainya.
***
Cinta. Tidak selamanya berakhir manis. Tidak selama berkahir dengan senyuman. Terkadang memang cinta membuat hidup menjadi pahit. Membuat dunia menjadi tak berwarna. Membuat segalanya menjadi menyakitkan. Tapi cinta. Selamanya untuk dikenang. Karena kenangan dari cinta, seburuk apapun itu, akan terus terasa manis. Karena Tidak ada cinta yang pahit untuk di kenang. sesungguhnya, cinta itu memang indah. Jika kita mampu menerimanya dengan segala kekurangan dari kisah cinta itu sendiri.
***
ini bukan sebuah puisi
ini hanya sebuah ungkapan
yang berisi kekecewaan diri
namun tetap ingin memilikinya
ini bukan sebuah keterpurukan
ini hanya penyesalan
mengapa aku mencintainya
mengapa ia menyakitiku
ini bukan cinta mati
hanya sebuah cinta yang tak bisa hilang begitu saja
mengapa rasa ini begitu membelenggu
menghancurkan seluruh dinding hati
ini bukan kisah yang pahit
ini hanya karena terlalu sayang
mengapa semua ini tak seindah yang semestinya
dan tak sesempurna yang aku bayangkan
ini bukan kehilangan
ini hanya sebatas angan yang tak terwujud
mengapa dia tak bisa kuraih
mengapa tak semudah itu menggenggamnya
sekali lagi
ini hanya sebuah cerita
cerita cinta yang tak berakhir sempurna
dan ini hanya sebuah ungkapan
ungkapan untuk dia yang kucinta
Mario Stevano
***
Huaaaa :’(( aku mau nangis dulu ah… hiks…hiks… aku tau ini aneh banget . aku tau ini gajelas banget. Aku tau ini jelek… hiks…hiks.. maaf. Maaf banget. :(((( yang kemaren udah ancur, yang ini makin ancur lagi. jadinya maksa banget yaa???
Aku udah berusaha semaksimal mungkin buat persembahin yang terbaik buat kalian. Tapi ternyata jadinya gini. :’(((
Itu puisinya –lagilagi- buatan ade aku “Puspa Febryanti” ayo ayo yang belum ngeadd, add yaa?? Masuk surge deh kalo ngeadd. Yag udah, makasih yaaa….
Oh ya, itu ada adegan yang hampir mirip sama TPOL yaa?? Hehe, maaf.*emanggakreatifnih* maaf ya. Buntu. :D
Makash buat yang udah mau baca. Jangan Cuma baca aja yaa. Koment juga loh… yang suka boleh ngelike.
Tetep baca The Power Of Love yaa.
Makasih JJJJJJJJJJJ
Love you all <3
©©©©©©
No comments:
Post a Comment